Home » 4 Fakta Perubahan Iklim Sebabkan Banyak ‘Bedol Desa’ Di Pantura

4 Fakta Perubahan Iklim Sebabkan Banyak ‘Bedol Desa’ Di Pantura

by Administrator Esensi
2 minutes read
banjir rob

ESENSI.TV - JAKARTA

Dilihat dari tahun 2019 lalu, seluruh penduduk dari Dusun Simonet, Desa Wonokerto Kulon, Kabupaten Pekalongan, harus berbondong-bondong mengungsi dari rumah.  Banjir rob  yang menggenangi bangunan-bangunan di dusun yang dulu terkenal dengan produksi melatinya.

Garis pantai yang dulu berjarak 1 km dari rumah warga telah terkikis. Kini, rumah mereka tepat berada di bibir pantai. Banjir rob serta abrasi yang terjadi lagi pada 2020 dan 2021 membuat warga harus mengubur impian untuk kembali ke rumah.

Sebenarnya apa saja fakta yang terjadi akibat Banjir rob tersebut? Berikut penjelasannya :

1. Penurunan Muka Tanah

Saat ini, banyak warga Dusun Simonet yang berpencar ke berbagai wilayah karena desa mereka tenggelam. Meski dusun ini terancam ‘hilang’ dari peta, tidak ada kejelasan seputar program relokasi warga dari pemerintah.

Terkait banjir rob besar yang terjadi Mei lalu, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Dr SS Rita Susilawati menyebut, penyebabnya adalah kombinasi penurunan muka tanah dan perubahan iklim.

“Memang di beberapa wilayah, kalau misalnya tidak terjadi penurunan tanah, terjadi banjir itu bisa suffer juga. Tetap terjadi banjir, tetapi barangkali efeknya tidak sebesar apabila dikombinasikan dengan penurunan muka tanah, seperti yang terjadi di Semarang dan Pekalongan,” kata Rita, dalam sesi pertemuan bersama media, Selasa (31/5).

2. Karakteristik Tanah Yang Berdampak Pada Pemetaannya

Dua penyebab penurunan muka tanah di pesisir utara Jawa Tengah, kata Rita, adalah karakteristik tanah dan pengambilan air tanah. Khusus untuk penyebab kedua, dibutuhkan studi lebih komprehensif untuk memetakan dampaknya.

Baca Juga  Eco-Dropbox Solusi Petrokimia Gresik Kelola Sampah

Berdasarkan data yang ada, penurunan muka tanah di pesisir Semarang bervariasi, antara 12-an centimeter (cm) per tahun, dengan angka rata-rata 5,6 centimeter per tahun.

3. Perpindahaan Massal Akibat Perubahan Iklim

 

Tak hanya Dusun Simonet, fenomena kehilangan ruang hidup dan perpindahan massal akibat perubahan iklim, (disebut juga migrasi iklim) juga terjadi di beberapa daerah lainnya di sepanjang pantai utara Jawa. Misalnya, sekitar 273 bidang tanah milik warga di tiga desa di pesisir Sayung, Demak, hilang akibat abrasi.

Seiring tahun berlalu, risiko semakin besar. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan Indonesia berada dalam urutan tiga teratas sebagai negara yang paling berisiko terdampak perubahan iklim.

Menurut ADB, sekitar 1,4 juta warga akan terdampak banjir ekstrem pada 2035-2044. Sekitar 4,2 juta warga (terutama di pesisir) bakal terimbas banjir permanen pada 2070-2100 sehingga keberadaan rumah mereka terancam.

4. Jakarta Lakukan Monitoring

 

Untuk mengatasi rob, penurunan muka tanah saat ini perlu dihentikan atau setidaknya diperlambat. Namun, di luar itu ada langkah lain yang sangat penting dilakukan, yaitu melakukan monitoring. Jakarta telah melakukan program monitoring semacam itu.

Elisa (dalam diskusi yang diselenggarakan Universitas Islam Sultan Agung, Semarang) menyebut, posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan cukup menguntungkan, karena ada banyak program terkait dilakukan. Program yang dilakukan antara lain adalah pembuatan sumur monitoring pada 2018, yang merupakan kerja sama Pemprov DKI Jakarta, Kementerian ESDM dan JICA.

Editor : Firda Nursyafira / Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life