Home » Antisipasi Indonesia dan Dunia Terhadap Perdagangan Satwa Langka

Antisipasi Indonesia dan Dunia Terhadap Perdagangan Satwa Langka

by Administrator Esensi
4 minutes read
CITES

ESENSI.TV - JAKARTA

Antisipasi Indonesia dan dunia terhadap perdagangan satwa langka. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi tentang Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah dari Flora dan Fauna Liar. Perjanjian internasional ini yang ditandatangani pada tanggal 3 Maret 1973.

Konvensi ini bertujuan untuk melindungi spesies-spesies flora dan fauna liar yang terancam punah akibat perdagangan internasional.

Sejarah CITES dimulai pada tahun 1963, ketika konferensi internasional diadakan di London untuk membahas masalah perdagangan satwa liar. Konferensi ini menandai awal dari kesadaran global tentang masalah perdagangan satwa liar yang terancam punah.

Pada tahun 1973, Konvensi CITES resmi ditandatangani oleh 80 negara dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1975. CITES memiliki tiga lampiran yang menentukan tingkat perlindungan untuk spesies-spesies tertentu yang terancam punah.

Lampiran I melindungi spesies-spesies yang sangat terancam punah dan hanya memperbolehkan perdagangan internasional dalam keadaan yang sangat terbatas.

Lampiran II melindungi spesies-spesies yang tidak terancam punah secara langsung. Namun perdagangan internasional mereka perlu diatur agar tidak berdampak negatif pada populasi mereka.

Lampiran III melindungi spesies-spesies yang dilindungi oleh negara tertentu dan membutuhkan kerjasama internasional untuk melindungi spesies tersebut.

Konvensi CITES telah memainkan peran penting dalam melindungi spesies liar dari perdagangan internasional.

Beberapa spesies yang berhasil dilindungi oleh CITES meliputi gajah, badak, harimau, kura-kura, dan banyak lagi. Namun, tantangan baru terus muncul dalam perdagangan satwa liar dan perlindungan spesies-spesies liar tetap menjadi isu yang penting dalam dunia konservasi.

Peran Indonesia dalam CITES

Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Bangsa ini memberikan perhatian serius terhadap upaya perlindungan spesies liar dari perdagangan internasional.

Sebagai anggota Konvensi CITES, Indonesia turut serta dalam perayaan Hari Peringatan CITES setiap tahunnya pada tanggal 3 Maret. Indonesia memiliki kebijakan dan undang-undang yang kuat dalam perlindungan satwa liar. Diantaranya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat ketentuan tentang perlindungan spesies liar.

Program Perlindungan Spesies Liar

Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan untuk meningkatkan perlindungan spesies liar. Sekaligus memerangi perdagangan satwa liar ilegal.

Beberapa program tersebut antara lain adalah penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar. Juga soal penegakan kebijakan hutan lestari, penguatan tata kelola hutan, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi hayati.

Selain itu, Indonesia telah berkomitmen untuk menjaga keberlangsungan hidup spesies-spesies liar yang terancam punah melalui kerjasama internasional. Seperti melalui program peningkatan kerjasama antara Indonesia dan CITES dalam mengatasi perdagangan satwa liar ilegal.

Dengan demikian, Indonesia telah memberikan respons yang serius dalam memperingati Hari Peringatan CITES. Sekaligus memperlihatkan komitmennya dalam perlindungan spesies liar dari perdagangan internasional. Sayangnya masih banyak ditemukan kasus perdagangan spesies langka asal Indonesia.

Perdagangan Spesies Liar Ilegal Asal Indonesia

Perdagangan spesies liar yang ilegal ini berdampak negatif pada keanekaragaman hayati Indonesia dan dapat mengancam kelangsungan hidup spesies-spesies tersebut.

Indonesia adalah rumah bagi banyak spesies flora dan fauna yang unik dan langka. Termasuk seperti orangutan, harimau, gajah, komodo, dan berbagai jenis burung hias. Namun, banyak dari spesies-spesies ini terancam punah karena perburuan liar dan perdagangan internasional yang ilegal.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah perdagangan spesies liar ini. Termasuk melalui penegakan hukum yang lebih ketat dan penguatan tata kelola hutan. Namun, masih diperlukan dukungan dari masyarakat dan dunia internasional untuk memerangi perdagangan spesies liar dan menjaga keanekaragaman hayati Indonesia.

Baca Juga  Hari Pertama TEI, Indonesia Catatkan 99 Kontrak Dagang Senilai USD4,9 Miliar

Masyarakat juga dapat berperan aktif melindungi spesies liar dengan tidak membeli produk-produk yang terkait dengan perdagangan spesies liar. Misalnya seperti kulit binatang, burung hias, dan produk-produk kayu ilegal.

Selain itu, masyarakat juga dapat melaporkan aktivitas perdagangan spesies liar ilegal kepada pihak berwenang. Terutama jika masyarakat menemukan kasus tersebut.

Modus dan Kasus Perdagangan

Perdagangan spesies langka asal Indonesia biasanya dilakukan dengan berbagai modus operandi. Seperti memalsukan dokumen legal, memanipulasi daftar harga, atau menyembunyikan spesies liar dalam kemasan yang tidak mencurigakan.

Beberapa kasus perdagangan spesies langka asal Indonesia yang pernah terjadi antara lain:
1. Perdagangan orangutan: Orangutan adalah spesies langka yang hanya ditemukan di Indonesia dan Malaysia. Namun, perdagangan orangutan masih terus terjadi, baik untuk dijadikan hewan peliharaan maupun dijual ke pasar internasional. Pada tahun 2018, polisi berhasil menggagalkan upaya perdagangan 2 bayi orangutan di Sumatera.

2. Perdagangan burung hias: Indonesia adalah salah satu negara penghasil burung hias terbesar di dunia. Namun, banyak dari burung hias ini didapatkan dari hasil tangkapan liar atau illegal hunting. Pada tahun 2019, polisi berhasil menggagalkan upaya perdagangan lebih dari 3.000 burung hias di Sumatera.

3. Perdagangan satwa liar untuk bahan obat: Beberapa spesies satwa liar, seperti harimau, kucing hutan, dan trenggiling, digunakan sebagai bahan obat tradisional. Namun, perdagangan satwa liar ini ilegal dan mengancam kelangsungan hidup spesies-spesies tersebut. Pada tahun 2015, polisi berhasil menggagalkan upaya perdagangan 5 trenggiling di Aceh.

4. Perdagangan kulit ular: Beberapa spesies ular, seperti ular piton dan ular sanca, sering diburu untuk diambil kulitnya yang dijadikan bahan fashion dan aksesoris. Pada tahun 2019, polisi berhasil menggagalkan upaya perdagangan kulit ular senilai Rp 2,5 miliar di Jakarta.

Kerjasama dan Koordinasi Berbagai Pihak

Perdagangan spesies langka asal Indonesia adalah masalah yang sangat serius. Karenanya diperlukan kerjasama dan koordinasi dari berbagai pihak. Seperti pemerintah, masyarakat, dan dunia internasional, untuk mengatasi dan memeranginya.

Pada level global, selain CITES ada beberapa regulasi internasional yang dibuat oleh lembaga internasional untuk mencegah perdagangan spesies langka, di antaranya:
● International Union for Conservation of Nature (IUCN): IUCN adalah lembaga internasional yang berfokus pada konservasi keanekaragaman hayati dan memperkuat kapasitas negara dalam pengelolaan sumber daya alam. IUCN juga mengeluarkan daftar merah spesies yang terancam punah.

● United Nations Convention on Biological Diversity (CBD): CBD merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati dan mempromosikan pemanfaatan yang berkelanjutan dari sumber daya alam. CBD juga mendorong negara untuk mengembangkan strategi nasional dan rencana aksi untuk melestarikan spesies dan habitat alaminya.

● World Wildlife Fund (WWF): WWF merupakan organisasi konservasi global yang bekerja untuk melindungi spesies dan habitatnya, mempromosikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan mengurangi jejak karbon.

Regulasi-regulasi internasional ini sangat penting dalam memerangi perdagangan spesies langka dan menjaga keanekaragaman hayati. Namun, dukungan dari berbagai pihak termasuk masyarakat, perusahaan, dan pemerintah juga diperlukan untuk mencapai tujuan ini.

 

Muhammad Taufan (Pemerhati Lingkungan Hidup Madani)

Editor: Raja H. Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life