Home » Doyan Minuman Berpemanis dalam Kemasan? Simak Dulu Artikel Ini!

Doyan Minuman Berpemanis dalam Kemasan? Simak Dulu Artikel Ini!

by Administrator Esensi
3 minutes read
Minuman Berpemanis Dalam Kemasan

ESENSI.TV - JAKARTA

Diskusi mengenai usulan pengenaan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan sejalan dengan Rancangan APBN 2024 yang tengah disusun. Disampaikan juga bahwa World Bank (Bank Dunia) mendorong Pemerintah untuk memberlakukan cukai pada produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan. Selain dari itu, aspek keuangan maka tentu pembahasan hal ini perlu pula dilihat dari sudut pandang kesehatan masyarakat, yang setidaknya dapat mencakup tiga area.

Sumber Masalah Kesehatan

Pertama, minuman berpemanis yang berlebihan memang dapat menjadi sumber berbagai masalah kesehatan. Termasuk meningkatnya tren diabetes dan obesitas, dengan berbagai dampaknya pada berbagai organ tubuh. Sudah banyak data bahwa diabetes dan obesitas terus meningkat di dunia dan di negara kita.

Laman Kementerian Kesehatan mengutip data “International Diabetes Federation (IDF)” yang menyebutkan di Indonesia diperkirakan populasi diabetes dewasa yang berusia antara 20-79 tahun adalah sebanyak 19.465.100 orang. Sementara itu, total populasi dewasa berusia 20-79 tahun kita adalah 179.720.500. Sehingga bila dihitung dari kedua angka ini, maka diketahui prevalensi diabetes pada usia antara 20-79 tahun adalah 10,6%. Dengan kata lain, kalau dihitung pada kelompok usia 20-79 tahun ini berarti 1 dari 9 orang dengan diabetes.

Diabetes Masuk Gawat Darurat Kesehatan Global

Data dunia di akhir tahun 2021 juga menyebutkan bahwa diabetes termasuk salah satu di antara kegawatdaruratan kesehatan global dengan pertumbuhan paling cepat di abad ke-21 ini. “International Diabetes Federation (IDF)” memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai 28,57 juta pada 2045. Jumlah ini lebih besar 47% dibandingkan dengan jumlah 19,47 juta pada 2021. Jumlah penderita diabetes pada 2021 tersebut meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir. Penderita diabetes tercatat meroket 167% dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 yang mencapai 7,29 juta. Peningkatan jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan antara 2000 hingga 2011. Dalam periode tersebut, jumlah penderita diabetes meningkat 29% dari 5,65 juta pada 2000. Untuk data dunia, IDF memperkirakan jumlah penderita diabetes di dunia dapat mencapai 783,7 juta orang pada 2045. Jumlah ini meningkat 46% dibandingkan jumlah 536,6 juta pada 2021.

Tentang obesitas, satu dari lima anak usia 5-12 tahun dan satu dari tujuh remaja usia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak berusia 5-9 tahun meningkat hingga dua kali lipat selama 10 tahun terakhir. Peningkatan prevalensi obesitas anak terjadi pada 2006-2016 dari 2,8 persen menjadi 6,1 persen. Sementara prevalensi berat badan berlebih meningkat dari 8,6 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada 2016.

Saat ini, di dunia, empat puluh tiga juta anak usia 0–5 tahun di seluruh dunia mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, dan prevalensi obesitas pada anak diperkirakan meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 9,1% pada tahun 2020.

Konsumsi Gula Berlebih di Indonesia

Aspek kesehatan kedua, setelah kita tahu tentang dampak konsumsi minuman berpemanis berlebihan di atas, maka kita perlu tahu seberapa besar konsumsinya di negara kita. Data menunjukan bahwa sebanyak 47,9 juta orang Indonesia terbiasa mengonsumsi gula berlebih. Dari data Studi Diet Total (SDT) untuk Survei Konsumsi Makanan Individu Indoneia pada 2014 menggambarkan juga bahwa berbagai jenis minuman kemasan cair telah dikonsumsi oleh anak sejak usia 0 – 59 bulan sebanyak 30,7 ml/orang/hari, usia 5 – 12 tahun sebanyak 49,6 ml/orang/hari dan 13 – 18 tahun sebanyak 38 ml/orang/hari. Data lain menyebutkan, Indonesia menempati posisi ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis di Asia Tenggara, dengan jumlah konsumsi sebanyak 20,23 liter/orang/tahun. Tanpa diimbangi aktivitas fisik, apabila kebiasaan ini terus berlanjut, dapat berkembang menjadi berbagai masalah kesehatan. Tingginya konsumsi minuman berpemanis ini berkontribusi pada tingginya angka kematian dan sakit akibat kelebihan berat badan, obesitas, serta penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular.

Baca Juga  Dikira Kawan, Ternyata Lawan! Ini 4 Bahaya Konsumsi Gula Berlebih

Kesadaran Konsumsi Sehat

Di sisi lain, ada kecenderungan kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia terjadi pada kelompok masyarakat miskin dan perdesaan, termasuk di daerah dengan tingkat tengkes yang tinggi. Gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi masyarakat tidak terkontrol. Ketergantungan pada bahan-bahan makanan tidak sehat itu menurunkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi penganan sehat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan

Pengaturan Penggunaan Gula Garam Lemak

Area kesehatan ketiga. Kalau tadi pertama sudah tahu dampak dan ke dua juga tahu bagaimana konsumsinya, maka kini ke tiga adalah bagaimana mengaturnya. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan pada 2009-2015, Tjandra Yoga Aditama bersama tim banyak membahas penerapan cukai untuk penggunaan gula garam lemak (GGL) secara umum, dengan melihat dampaknya pada kesehatan, dan sudah ada berbagai aturan juga yang dibuat. Karena itu, kalau akan dibentuk lagi kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di waktu mendatang, dari kacamata kesehatan masyarakat tentu akan baik karena mengurangi risiko menjadi sakit.

Tetapi, tentu yang lebih baik lagi adalah intervensi kesehatan masyarakat secara lebih menyeluruh, comprehensive, dari hulu ke hilir. Dimulai dari individu, hingga kelompok masyarakat secara luas melalui kebijakan publik. Ini dapat meliputi penyuluhan kesehatan untuk perilaku hidup bersih dan sehat, pola konsumsi makanan minuman yang seimbang, pentingnya aktifitas fisik dan olahraga,  aturan tentang kandungan dalam makanan dan minuman. Sehingga jangan berlebihan sampai pada memberikan subsidi makan sehat, antara lain dalam bentuk potongan harga dan mempermudah akses. Jadi, bukan hanya dengan memberlakukan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) saja semata-mata, perlu penangannan menyeluruh

 

Prof. Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes
Penerima rakyat Merdeka Award 2022 bidang Edukasi dan Literasi Kesehatan Masyarakat

 

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life