Home » Goldman Sachs Yakin AS Tak Seseram Yang Dikira

Goldman Sachs Yakin AS Tak Seseram Yang Dikira

by Raja H. Napitupulu
2 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Pertumbuhan ekonomi global melambat cukup signifikan tahun ini. Sejumlah masalah menghadang, mulai dari pengetatan pengetatan fiskal dan moneter, pembatasan Covid di China dan kehancuran sektor properti hingga perang Rusia-Ukraina.

Bank Investasi global Goldman Sachs dalam proyeksi ekonominya baru-baru ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melanjutkan pelemahan, hanya 1,8% pada tahun 2023.

Diperkirakan akan ada resesi ringan di Eropa, sementara pembukaan aktivitas dari kebijakan ketat Covid di China dan resiliensi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara emerging market seperti Brazil akan membantu menopang mesin pertumbuhan dunia.

Goldman Sachs adalah salah satu bank investasi terkemuka yang tidak begitu yakin akan terjadi resesi di AS. “Estimasi kami, hanya ada 35% kemungkinan perekonomian AS akan memasuki resesi dalam 12 bulan ke depan,” demikian dikutip dari dokumen proyeksi mereka. Posisi mereka di bawah mayoritas median konsensus atau 65% yakin akan ada resesi di AS.

Estimated US Recession Possibillity/Goldman Sachs

Sejumlah alasan Goldman Sachs antara lain, pencapaian laju ekonomi AS pada kuartal III 2022 yang tumbuh 2,6%, non-farm payrolls tumbuh 261.000 pada Oktober, dan 225.000 angka initial jobless claims di awal pekan November. Non-Farm Payroll (NFP) adalah data tingkat ketenagakerjaan di Amerika serikat selain dari sektor pertanian, pemerintahan, rumah tangga, dan lembaga-lembaga. Sementara initial jobless claims adalah klaim tunjangan pengangguran yang mengukur jumlah tenaga kerja yang sedang menganggur atau sedang mencari pekerjaan.

Sejumlah alasan yang lebih fundamental misalnya, pemulihan disposable income warga AS. Ini adalah pendapatan yang dimanfaatkan guna membeli barang, jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Angkanya rebound pada Januari-Juni tahun ini, meskipun berada saat pengetatan fiskal dan moneter AS yang seyogyanya berpengaruh. Pada waktu itu, tumbuh 3% secara tahunan.

Ekonom Goldman Sachs yakin, disposable income AS akan bertambah tinggi pada 2023. Salah satu alasan kuatnya adalah bank sentral AS, the Federal Reserve (Fed) tak akan lagi seagresif tahun ini dalam menaikkan suku bunganya pada 2023. Setidaknya tidak akan melebihi ekspektasi pasar. “Kami melihat akan ada kenaikan fed fund rate sebesar 125 basis poin menuju level tertinggi 5-5,25%. Kami tidak berharap ada pemangkasan suku bunga di 2023.”

Baca Juga  Menteri ESDM Saksikan Penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham Proyek IDD

Nasib Eropa dan China 2023

Eropa dan Inggris kemungkinan akan mengalami resesi, terutama karena pendapatan masyarakatnya terpukul akibat kenaikan harga energi. Namun, penurunan ekonomi mungkin tidak akan begitu dalam, sebab pengambil kebijakan di sana sudah mulai mengantisipasi pemutusan pasokan energi dari Rusia.

Eropa telah mampu melepas ketergantungan impor gas dari Rusia sebanyak 80%, dan mampu menghemat konsumsi gas antara 20-25%, tanpa dampak yang begitu parah bagi aktivitas ekonomi. Faktanya, sejumlah indikator ekonomi tetap menunjukkan angka yang positif, seperti output industri yang stabil, dan PDB riil di sejumlah belahan Eropa tetap kuat, minus Inggris yang tertekan. Bahkan, angka pasar tenaga kerja tetap positif.

Goldman Sachs memperkirakan bank sentral Eropa, ECB akan menaikkan suku bunga acuannya pada level tertinggi 3% pada Mei.

Sementara itu, perekonomian China diperkirakan akan melambat pada semester pertama tahun depan, namun bangkit pada paruh kedua setelahnya. Kebijakan pelonggaran aktivitas dari zero policy Covid, diperkirakan baru akan berdampak positif bagi ekonomi Negeri Tirai Bambu pada April tahun depan.

Goldman Sachs memperkirakan perekonomian China akan tumbuh 2% pada kuartal II 2023. Ini karena akan ada dampak kenaikan kasus Covid karena kebijakan pelonggaran, serta melemahnya ekonomi di sekitar China, seperti Korea Selatan, Taiwan dan Hong Kong.

China Real GDP/Goldman Sachs

China menurut Goldman akan memasuki fase penurunan laju ekonomi setelah diperkirakan mampu mencapai 4,2% pada 2023. Sejumlah alasan fundamentalnya antara lain, pelemahan demografis dan produktivitas serta krisis properti yang akan terus berlanjut.

 

 

Ir. Syahrial Loetan, MCP (Pengamat Perencanaan Pembangunan Nasional)

Editor: Raja H. Napitupulu

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life