Home » Hadeeh! Data Produksi Beras Kementan dan Kemendag Ternyata Beda sejak 2009, Piye Toh?

Hadeeh! Data Produksi Beras Kementan dan Kemendag Ternyata Beda sejak 2009, Piye Toh?

Pemerintah diminta menuntaskan silang data produksi beras antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan

by vera bebbington
2 minutes read
Lahan persawahan, tanaman padi/dok. Kementan

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah diminta menuntaskan silang data produksi beras antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pasalnya, silang data yang terjadi antardua lembaga ini sejak tahun 2009 dan sampai kini belum terselesaikan.

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengkritisi silang data produksi beras antara dua kementerian itu yang berlarut-larut sehingga menimbulkan polemik dilematis berupa keputusan pemerintah untuk impor beras, yang seharusnya bisa dicegah.

“Seharusnya tidak perlu impor, apalagi produksi nasional sudah mencukupi,” kata Firman dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (4/1/2023).

“Mungkin karena perbedaan data Kemendag tidak akurat maka akhirnya impor dan dapat mengakibatkan kekecewaan serta melemahkan semangat petani. Akibatnya pasti harga beras merosot tajam dan petani tidak mampu bersaing,” ujar anggota DPR-RI selama tiga periode dari Dapil Jawa Tengah III ini.

Sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memutuskan untuk memberi izin impor beras sebanyak 500.000 ton kepada Bulog guna memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang menipis jelang akhir tahun 2022.

Sementara itu, stok beras Bulog sebanyak 594.856 ton, terdiri atas 168.283 ton (28,29 persen) beras komersial dan 426.573 (71.71 persen) stok CBP hingga 21 November 2022 dan sampai akhir tahun diperkirakan hanya tertinggal 200.000 ton.

Namun, Kementan menyebut bahwa stok beras dalam negeri mencukupi hingga akhir tahun 2022 di mana stok beras di penggilingan mencapai 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi.

Firman menegaskan, akibat data produksi beras yang tidak sinkron, maka itu ke depan dia mempertegas agar Kementan dan Kemendag tidak main-main mengelola data. Ia menekankan dampak silang data ini, tidak hanya menjadi perdebatan publik akan tetapi juga berpotensi melahirkan krisis pangan di Indonesia.

Baca Juga  Tingkatkan Kapabilitas Pengelolaan Data, BPS Berikan Pelatihan kepada Pemerintah Tingkat Desa

“Jadi akibat data tidak sinkron ini, maka ada unsur-unsur negatif harus dihadapi. Untuk itu, karena kesimpangsiuran data ini, pemerintah harus menyikapi dengan serius agar tidak terjadi perdebatan berkelanjutan seperti ini,” tegasnya.

Bagi Firman, Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai perlu menggunakan otoritasnya untuk menetapkan data guna meminimalisir area abu-abu saat pemerintah mengambil keputusan untuk sektor pertanian Indonesia. Dirinya tidak ingin keputusan impor ini terulang kembali karena kesenjangan data antara Kementan dan Kemendag.

“Oleh karena itu, siapa sebenarnya mempunyai otoritas dan berhak untuk menetapkan data, maka BPS yang berhak untuk menetapkan data. Karena BPS merupakan lembaga negara punya tanggung jawab,” tegasnya.

Sebagai informasi, dalam Rapat Kerja sekaligus Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI dengan sejumlah stakeholder pangan pada Rabu lalu (7/12/2022), Komisi IV DPR RI meminta Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kepala BPS, dan Direktur Utama Perum BULOG agar berkoordinasi untuk menyelaraskan dan validasi data terkait kebutuhan, konsumsi, dan ketersediaan beras, serta komoditas pangan pokok lainnya dengan fakta di lapangan.

Tidak hanya itu, demi mencegah krisis pangan, Komisi IV DPR RI meminta Perum Bulog untuk menyerap secara maksimal setiap panen yang diproduksi oleh petani Indonesia. Lebih lanjut, Kementerian Pertanian perlu meninjau proyeksi area pertanaman padi. Sejumlah tindakan ini dinilai perlu dilakukan untuk mengantisipasi panen raya pada bulan Maret 2023.

*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life