Home » Harga Kelapa Sawit Tertekan DMO, Dewan Pertanyakan DMO untuk Apa?

Harga Kelapa Sawit Tertekan DMO, Dewan Pertanyakan DMO untuk Apa?

by Junita Ariani
2 minutes read
Indonesia mempunyai potensi bioenergi sumber biomassa yang sangat besar yaitu setara dengan 56,97 GW listrik

ESENSI.TV - JAKARTA

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini Dirjen Anggaran diminta untuk memberikan perhatian terhadap harga kelapa sawit yang tertekan oleh kebijakan DMO.

“Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di level petani bisa lebih tinggi bila tak ada pungutan dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang harus dipenuhi,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Bertu Merlas.

Penegasan itu disampaikan Bertu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Anggaran Kemenke, Rabu (15//2/2023), di Gedung Nusantara I, Senayan.

“Okelah, kalau pungutan ini sebuah peraturan yang harus dipenuhi. Kalau tentang DMO saya pernah dapat hitungan, bahwa tanpa DMO harga kelapa sawit itu 3.500 per kg,” ungkapnya.

Tapi kalau dengan DMO, harganya tinggal Rp2.500.

“Jadi ada selisih berkisar Rp1.000 per kg,” ucap Politisi Fraksi PKB itu.

Bertu menegaskan,  DMO merupakan ‘alat’ untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Sayangnya kebijakan tersebut tak pandang bulu sehingga berimbas pada petani kecil

“DMO itu untuk apa? Untuk stabilisasi harga minyak goreng,” terangnya.

Itu artinya, tidak peduli apakah petani dengan ribuan hektare, ratusan ribu hektare, maupun petani yang 2 hektare  atau bahkan hanya 1 hektare.

“Itu semuanya nge-charge setiap kilogramnya untuk subsidi minyak goreng Rp1.000 dari yang dihasilkan,” lanjut Legislator Dapil Sumatera Selatan II ini.

Baca Juga  Komisi IV Heran Masyarakat Takut Ikuti Peremajaan Sawit Rakyat, Dananya Ada Kok

Mohon Keadilan

Ia memandang, hal ini membuat para petani dengan lahan kecil menjadi terbebankan. Padahal, para petani kecil ini memiliki kapasitas produksi yang tak besar dan pendapatan yang terbatas,

Namun, masih harus menanggung dampak kebijakan DMO.

“Nah ini (mohon) keadilan Pak bagi para petani kecil yang 1 hektar atau 2 hektar. Yang cuma produksi 1 atau 2 ton per bulan,” jelasnya.

Diketahui, pada Februari 2022 pemerintah menetapkan kenaikan DMO sebesar 50 persen hingga April mendatang.

Angka ini menaikan DMO sebelumnya dari 300 ribu  menjadi 450 ribu ton olahan kelapa sawit, seperti CPO, olein dan minyak goreng ke pasar lokal.

Hal tersebut kemudian memberikan dampak dan tekanan bagi harga TBS sawit di tingkat petani.

Melalui kebijakan DMO ini eksportir bahan baku minyak sawit perlu memasok setidaknya 20 persen dari total volume ekspor untuk pemenuhan pasar dalam negeri.

Dengan harga dalam negeri yang lebih rendah dari harga dunia, pabrik sawit pun ikut menekan petani guna mendapatkan bahan baku yang lebih rendah pula.

Hal tersebut yang kemudian menjadi permasalahan di tingkat petani sawit. *

#beritaviral#beritaterkini

Editor: Junita Ariani

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life