Home » Hari Kemerdekaan Pers Sedunia: AJI Desak Revisi UU ITE

Hari Kemerdekaan Pers Sedunia: AJI Desak Revisi UU ITE

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah dan DPR RI didesak untuk segera merevisi Undang Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Hari Kemerdekaan Pers Sedunia.

UU ITE dinilai mengandung banyak pasal yang bermasalah karena menghambat kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

“Pemerintah dan DPR RI untuk mencabut dan atau membatalkan berbagai regulasi dan pasal-pasal bermasalah yang menghambat kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, utamanya UU ITE,” jelas Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/2/2023).

AJI menjadikan momentum Hari Kemerdekaan Pers Sedunia (World Press Freedom Daya/WPFD) untuk kembali mengingatkan tanggung jawab Pemerintah dan DPR RI melindungi kebebesan berekspresi dan kebebasan pers.

“Hari Kemerdekaan Pers 2023 menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers saling bergantung, saling terkait, dan tak terpisahkan dengan hak asasi manusia lainnya,” jelasnya.

Sasmito menegaskan tanpa perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers dapat membahayakan hak asasi manusia lainnya.

Namun pada kenyataannya, UU ITE masih menjadi undang-undang yang berbahaya bagi jurnalis online maupun mereka yang menyampaikan kritiknya di media sosial.

AJI mencatat sejak UU ITE lahir pada 2008 dan direvisi pada 2016, sedikitnya 38 jurnalis dilaporkan dengan pasal-pasal bermasalah di UU ITE.

Baca Juga  Polri Siap Amankan Lokasi Debat Capres 2024 di Kantor KPU

Dari jumlah itu, empat di antaranya dipenjara karena dinyatakan bersalah oleh Pengadilan.

Serangan Terhadap Jurnalis Masih Marak

Sementara itu, serangan terhadap jurnalis dan organisasi media Independen tak kunjung berakhir.

Tahun 2022, AJI Indonesia mencatat serangan mencapai 61 kasus dengan 97 jurnalis menjadi korban dan target sasaran 14 organisasi media.

Pada Januari 2023 hingga 30 April 2023, terdapat 33 kasus, meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2022 sebanyak 15 kasus.

Kondisi yang sama, jelas Sasmito, juga dialami pembela Hak Asasi Manusia dan kelompok kritis lainnya.

Mereka menjadi target kriminalisasi, serangan digital, disinformasi dan berbagai upaya delegitimasi lainnya.

“Ancaman ini diperoleh karena mereka menyampaikan pendapat dan ekspresinya yang sah secara online maupun offline,” tambahnya.

Padahal kebebasan berekspresi dan kebebasan pers sebagai pendukung bagi hak asasi lainnya di Indonesia.

Hak azasi di Indoensia, jelasnya, sedang mengalami berbagai dampak atas berbagai krisis.

Mulai dari krisis iklim, kesenjangan ekonomi, korupsi, polarisasi hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Masih banyak masyarakat mengalami diskriminasi pada kelompok rentan, serta maraknya gangguan informasi,” ujarnya.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaterkini
#beritaviral

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life