Home » Hindari Toxic Relationship dan Kekerasan dalam Hubungan

Hindari Toxic Relationship dan Kekerasan dalam Hubungan

by Lala Lala
2 minutes read
pexels rodnae productions 6003791

ESENSI.TV - JAKARTA

Hindari toxic relationship atau hubungan tidak sehat dan kekerasan yang terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Hingga saat ini, tidak sedikit perempuan di Indonesia terjebak dalam hubungan toxic yang mendasari terjadinya kekerasan.

“Hal itu diungkapkan oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Eni Widiyanti, di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

“Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2022 menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KtP) sebanyak 11.266 kasus terlapor dengan 11.538 korban,” kata dia.

Dari angka itu, jelasnya, 45,28% diantaranya merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan 1.151 kasus dengan pelakunya adalah pacar. Sedangkan, untuk korban kekerasan seksual sebanyak 2.062 korban.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi di ranah dosmetik atau di dalam suatu hubungan,” ujar Eni.

Banyak Perempuan Tidak Sadar Terjerat

Eni menuturkan, banyak perempuan dan remaja tidak menyadari telah terjerat di dalam suatu hubungan yang tidak sehat.

Tekanan-tekanan yang dirasakan secara emosional oleh satu pihak dalam hubungan kerap kali berujung pada kekerasan. Karena itu, perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin agar perempuan dan remaja terhindar dari hubungan yang tidak sehat.

“Orang tua dan keluarga memiliki peran krusial dalam pencegahan dengan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Jalin komunikasi terbuka dan perhatikan keseharian anak,” tutur Eni.

Selain itu, tambah dia, lingkungan yang nyaman dan aman, penyebaran informasi dan penyediaan dukungan juga penting dalam mendukung anak menjalin hubungan positif.

Baca Juga  Dukung Program Kemenpora 2024, Menpora: Butuh Kolaborasi Antar Unit

Penanganan bagi Korban dan Pelaku Kekerasan

Selain pencegahan, Eni menyampaikan, perlu dilakukan juga upaya penanganan bagi korban dan pelaku kekerasan.

Orang terdekat diharapkan dapat memberikan dukungan serta meyakinkan korban untuk berani menolak. Termasuk menentang dan melaporkan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan ataupun pelaku kekerasan.

Korban pun perlu diberikan penanganan khusus oleh psikater atau psikolog melalui pendampingan jika sekiranya mengalami trauma. Sementara itu, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut atau konseling dengan menelusuri masa lalu maupun kenangan akan peristiwa buruk yang mengakibatkan trauma serta konflik lainnya.

Fenomena Gunung Es

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, lanjutnya. merupakan suatu fenomena gunung es. Yang tercatat ataupun terlaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang terjadi.

Masih banyak korban kekerasan yang enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialami ataupun yang diketahui.

Pemerintah menaruh perhatian lebih akan kasus kekerasan yang terjadi di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual.

“Negara hadir berkomitmen untuk melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Melalui UU No.12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memberi jaminan perlindungan dari kekerasan seksual dengan pengaturan hukum yang komprehensif. Mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam upaya memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual,” tutup dia.

Editor: Dimas Adi Putra

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life