Internasional

Indonesia Berperan Penting di Perjanjian EFTA

EFTA atau European Free Trade Association merupakan organisasi ekonomi di Kawasan Eropa. Anggota EFTA meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss. Indonesia memiliki kemitraan ekonomi dengan EFTA, disebut sebagai IE-CEPA.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuga mengungkap, CPO (Crude Palm Oil) milik Indonesia yang tidak diperlakukan baik oleh WTO. Namun, diapresiasi oleh Swiss di EFTA.

“Kita ini dengan Uni Eropa ada beberapa dispute settlement, itu adalah hal yang sedang kita permasalahkan di WTO (World Trade Organization) terkait dengan beberapa komunitas. Salah satunya adanya dengan kelapa sawit. CPO kita itu diperlakukan secara buruk. Swiss yang begitu terkenal vocal critical, ternyata malah mengapresiasi dan menyambut baik hubungan perdagangan kita, dengan mereka.” ungkap Wamendag Jerry di Jakarta belum lama ini.

Isu antara Indonesia dan WTO di EFTA

Sebagaimana diketahui, CPO menjadi isu yang sedang bergulir di antara Indonesia dan WTO. Isu ini terkait deforestasi dan perkebunan kelapa sawit. Produksi minyak sawit disebut PBB sebagai penyebab utama deforestasi di Indonesia.

Dampaknya, Parlemen Uni Eropa menerbitkan resolusi tentang minyak kelapa sawit dan deforestasi hutan hujan. Resolusi ini berakhir dengan pelarangan impor kelapa sawit serta produk turunannya ke wilayah Uni Eropa. Selain itu, juga mendesak agar minyak kelapa sawit tidak dimasukkan pada kategori bahan baku dalam program biodesel Uni Eropa.

Kelapa sawit pun dianggap sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan dalam Delegated Regulation Eropa.

Lebih lanjut, Wamendag Jerry juga menyampaikan, Swiss yang menerima CPO Indonesia di EFTA menjadi pesan penting dalam negara ideologi. Bahwa Indonesia memiliki hak dan keputusan sebagai negara yang berdaulat.

“Negara seperti Swiss saja bisa accept (menerima). Ini sebuah pesan yang menurut saya cukup penting untuk didalam negara ideologi. Kenapa di Eropa harus mempermasalahkan, ketika negara lain seperti Swiss yang vocal malah justru sangat baik. Supaya negara-negara bisa memahami bahwa kita sebagai negara berdaulat, negara besar, bisa menambah, bisa mengekspor, bisa mengirim barang komoditas ke negara manapun. Ataupun juga sebaliknya, kita tidak mau mengekspor, itu keputusan di tangan kita sebagai negara berdaulat. Sebagai negara pengekspor dan tidak ekspor, komoditas apa yang diekspor ataupun tidak,” ungkapnya.

Saat ini, Indonesia sedang dalam proses pengajuan gugatan kembali ke Uni Eropa terkait diskriminasi minyak kelapa sawit/CPO.

 

Editor: Dimas Adi Putra

Addinda Zen

Recent Posts

Polisi Tangkap Epy Kusnandar ‘Preman Pensiun’ di Warung Terkait Narkoba

JAJARAN Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat menangkap aktor Epy Kusnandar atau yang dikenal…

5 hours ago

Respons dan Argumen Khofifah soal Isu Penggabungan Kemensos dan KemenPPPA

MUNCUL wacana penggabungan Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Isu…

7 hours ago

Korlantas Polri Siapkan 2.446 Personel Amankan KTT WWF ke-10 di Bali 18-25 Mei 2024

KEPALA Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Aan Suhanan menyatakan siap mengerahkan 2.446 personel…

8 hours ago

Prabowo Target Swasembada Pangan untuk Tuntaskan Kemiskinan dan Kelaparan

PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto menargetkan bisa swasembada pangan komoditas strategis, seperti padi, jagung, dan tebu.…

8 hours ago

Surakarta dan Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala AFF U-16 dan U-19 Tahun 2024

FEDERASI Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) mengumumkan, Kota Surakarta dan Surabaya resmi sebagai tuan rumah…

9 hours ago

KPK Dalami Dugaan Permintaan Uang dari Auditor BPK Agar Kementan dapat Opini WTP

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti fakta persidangan permintaan uang sebesar Rp12 miliar oleh auditor…

10 hours ago