Home » Inilah Sebabnya Mengapa Indonesia Bukan Negara Penentu Harga Komoditas Ekspor

Inilah Sebabnya Mengapa Indonesia Bukan Negara Penentu Harga Komoditas Ekspor

by Junita Ariani
1 minutes read
Indonesia mempunyai potensi bioenergi sumber biomassa yang sangat besar yaitu setara dengan 56,97 GW listrik

ESENSI.TV - JAKARTA

Meski sebagai produsen dan pengekspor utama sejumlah komoditas namun Indonesia bukanlah penentu harga atau price maker.

Padahal Indonesia menjadi pengekspor utama dalam beberapa komoditas besar seperti nikel, batu bara, bauksit, karet, kakao, hingga kelapa sawit.

Anggota Panitia Kerja (Panja) Komoditas Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah  mempertanyakan itu kepada pakar ekonomi, Faisal Basri.

Pertanyaan itu diutarakan pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panja Komoditas Komisi VI Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Ia mencontohkan ketika gonjang ganjing skandal minyak goreng. Produksi sawit Indonesia mencapai 51 juta ton sementara Malaysia 19 juta ton.

“Tapi tetap saja mereka (Malaysia) yang menentukan harganya. Mengapa Malaysia itu bisa menjadi acuan?” tanya Luluk.

Menurutnya, jika mekanisme penentuan harga didasarkan oleh jumlah komoditas yang diekspor, seharusnya Indonesia bisa menjadi penentu harga dari komoditas kelapa sawit.

“Apakah karena Malaysia menjadi pemain pertama dalam komoditas kelapa sawit? Atau ada hal-hal lain selain jumlah ekspor yang menjadi variabel penentu? Sehingga mereka menjadi penentu harga acuan,” tanya Luluk lagi.

Baca Juga  Anggaran untuk Anak-anak Indonesia Ternyata Jumlahnya Sangat Fantastis, Cek Ya!

“Apakah benar menurut Mas Faisal, data transaksi yang tidak sinkron menjadi probelum terkait. Sehingga menghambat kita untuk bisa jadi referensi dunia yang terkait dengan bursa komoditas itu,?” tambahnya.

Pakar Ekonomi Faisal Basri menjelaskan bahwa ada variabel yang menjadi penentu bisa atau tidaknya sebuah negara menjadi penentu harga.

Salah satunya adalah logistic cost. Menurutnya, bahwa logistic cost di Indonesia cukup tinggi, yaitu di angka 20 persen.

Sehingga apabila bursanya ada di Indonesia, maka biaya yang harus dikeluarkan akan lebih besar.

“Struktur yang dibangun oleh pemerintahan Pak Jokowi tidak mengurangi secara signifikan biaya logistik yang kira-kira 20 persen dari ongkos. Sementara negara-negara lain hanya satu digit seperti 8 persen atau 6 persen. Jadi kita tidak punya daya saing,” pungkasnya. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life