Home » Jokowi Pastikan Tidak Ada Fenomena Resesi Seks di Indonesia

Jokowi Pastikan Tidak Ada Fenomena Resesi Seks di Indonesia

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Fenomena Resesi Seks

ESENSI.TV - JAKARTA

Presiden Joko Widodo memastikan di Indonesia tidak terjadi fenomena resesi seks, seperti yang dialami oleh sejumlah negara, terutama negara-negara maju di dunia.

Fenomena resesi seks adalah di mana penduduk berusia dewasa tidak tertarik memiliki keturunan atau menikah, sehingga terjadi kelangkaan kelahiran.

Mengutip data Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo, Presiden mengatakan angka pernikahan masih sejalan dengan angka kehamilan di Indonesia.

“Pertumbuhan kita di angka 2,1 dan yang nikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta, artinya di Indonesia tidak ada resesi seks, sehingga masih tumbuh 2,1 ini bagus,” jelas Presiden.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam acara Pembukaan Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Angka Stunting, di Auditorium BKKBN, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Dia mengingatkan bahwa jumlah penduduk sekarang menjadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara.

Selain Resesi Seks, Kualitas Keluarga Penting

Namun, dia tetap menekankan yang paling penting memang kualitas.

Jangan sampai bayi atau ibu hamil harus diberi protein, diberikan ikan dan harus diberikan telur.

“Saya lihat kemarin yang ramai bayi baru tujuh bulan diberi kopi susu sachet oleh ibunya karena dibayangan, di sini adalah susu, gitu loh. Hati-hati mengenai ini,” ujar Jokowi.

Lebih jauh, dia mengatakan tugas BKKBN itu adalah yang pertama kualitas keluarga, yang kedua keseimbangan pertumbuhan.

Jadi tugas BKKBN, paparnya, tidak mudah karena harus membangun sebuah keluarga yang berkualitas.

Baca Juga  Rakernas LDII, Jokowi Sebut Pembangunan SDM Kunci Capai Indonesia Emas 2045

Namun, Jokowi meyakini 1,2 juta penyuluh yang ada di BKKBN plus pendampingnya mampu melakukan itu.

Artinya, SDM unggul itu menjadi kunci daya saing bangsa.

Angka Stunting PR Besar Pemerintah

Mengenai stunting, Presiden menambahkan hal ini menjadi PR yang sangat besar, yang harus segera diselesaikan.

“Saya masuk di 2014, itu angkanya di angka 37 persen. Saya kaget saya. Sudah disampaikan oleh Pak Menkes di 2022 angkanya sudah turun menjadi 21,6 persen, ini kerja keras kita semuanya.” tambahnya.

Dia mengatakan dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendahnya kemampuan anak untuk belajar.

Selain itu, jelasnya, perlu juga dicegah keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak.

“Oleh sebab itu, target yang saya sampaikan 14 persen di tahun 2024 ini harus kita bisa capai. Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, angka itu bukan angka yang sulit,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga meminta perhatian Menteri Kesehatan untuk lima provinsi yang persentase kasus stuntingnya tinggi, yaitu NTT, Sulbar, Aceh, NTB dan Sultra.

“Tetapi kalau dihitung secara jumlah, beda lagi, yang paling banyak adalah Jawa Barat, kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumut dan Banten.” ujarnya. *

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life