Categories: Nasional

Kerja Paksa Tambang Kobalt di Kongo Libatkan Pekerja Anak

Baterai merupakan salah satu benda yang sangat diperlukan oleh dunia hingga saat ini. Baterai menyimpan energi dan mengeluarkan tenaganya dalam bentuk listrik. Saat ini dunia sedang digandrungi dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik (Electric Vehicles/EV).

Tidak hanya di luar negeri, kini Indonesia pun menjadi salah satu pasar yang mengembangkan hal tersebut. Menteri Investasi menjelaskan komitmen dan upaya pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia kepada pihak UL Solutions.

Seiring berjalannya waktu, sudah banyak pengendara di Indonesia yang menggunakan kendaraan berbasis listrik. Mobil, motor, bahkan bus yang mengangkut banyak manusia pun sudah menerapkan hal ini.

“Saat ini, permintaan masyarakat Indonesia terhadap kendaraan listrik sudah semakin meningkat dan akan terus meningkat hingga kedepannya,” ujar Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.

Namun, dibalik tenarnya kendaraan listrik dan penggunaan baterai di dunia terdapat keterpurukan yang dialami masyarakat Kongo.

Mirisnya Hidup Pekerja Tambang Kobalt di Kongo

Di dalam baterai yang digunakan untuk kendaraan maupun gadget yang kita gunakan, terdapat suatu unsur kimia yang disebut dengan Kobalt. Beberapa tambang kobalt terbesar di Afrika yang merupakan pemasok kobalt menyimpan kisah pilu yang mengiris hati.

Dilansir dari Siddharth Kara, seorang dosen tambahan di Harvard Kennedy School of Government, terdapat sekitar 40.000 anak-anak di Kongo dipekerjakan sebagai budak dan bekerja di tambang kobalt. Seperti yang kita ketahui, bekerja di tambang tentu saja berbahaya.

Tidak hanya itu, pekerja anak tersebut tidak menggunakan pakaian yang sesuai dengan petunjuk keselamatan bekerja. Bahkan, upah yang ditawarkan tidak seberapa. Perhari mereka hanya dibayar $2 untuk bekerja. Miris sekali.

Kongo Miliki Catatan Panjang Eksploitasi Anak

Sepanjang sejarah, Kongo memiliki catatan panjang soal eksploitasi anak. 40.000 pekerja anak di Kongo itu terpaksa harus memikul 20-40 kilogram dari hasil tambang kobalt setiap harinya. Yang lebih menyakitkan lagi, pekerjaan ini dilakukan selama 12 jam penuh.

Anak-anak di Kongo tersebut mengaku mengambil pekerjaan tersebut karena ekonomi yang sulit. Mereka membutuhkan uang untuk menghidupi keluarganya. Tidak jarang, banyak anak-anak yang jatuh sakit bahkan berujung dengan kematian. Hal ini dikarenkan debu kobalt menyebabkan penyakit pada paru-paru.

Menurut International Labour Organization (ILO), salah satu cara yang paling ampuh untuk mengatasi pekerja anak adalah dengan memeriksa tempat-tempat dimana anak dibawah umur bekerja secara teratur.

ILO saat ini terus melakukan pemantauan dengan melakukan metode CLM (Child Labour Monitoring). CLM dipastikan koordinasi dan pelaksanaannya sesuai dan tepat sasaran. Hal ini terus dilakukan oleh ILO agar pekerja anak yang dipekerjakan secara paksa tidak ada lagi di dunia dan hidup sesuai dengan kebutuhannya.

 Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen

Administrator Esensi

Recent Posts

Planet Bola Biru? Namanya Neptunus!

Neptunus, planet kedelapan dan terjauh dari Matahari, adalah dunia yang penuh dengan misteri dan keindahan.…

1 hour ago

Bina Marga, dan Tanggapannya Mengenai Banjir Jakarta?

Banjir di Jakarta menjadi masalah besar yang mempengaruhi kehidupan warga setiap tahun. Bina Marga Jakarta…

1 hour ago

KCIC dan Respons Bina Marga Dukung Kesejahteraan Warga

Binamarga Jakarta mendukung penuh proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dengan membantu pemerintah pusat dalam pembebasan…

3 hours ago

Si Mungil yang Terlupakan, Ini Beberapa Fakta Pluto

Pluto adalah planet katai yang ditemukan pada tahun 1930 oleh Clyde Tombaugh. Ini adalah objek…

3 hours ago

Seperti Apa Sih Pelayaran Zaman Dahulu?

Pelayaran kuno membangkitkan citra epik pengembaraan dan keberanian yang menembus samudra yang luas. Navigasi pada…

5 hours ago

Karl Benz, Pencipta Mobil Pertama di Dunia

Mobil di zaman ini pasti sudah tidak asing kan Sobat Esensi, tapi  tahukah kalian tentang…

7 hours ago