Home » Kesal Tak Dibayar, Pengasuh Aniaya Balita Hingga Tewas

Kesal Tak Dibayar, Pengasuh Aniaya Balita Hingga Tewas

by Achmat
2 minutes read
Bayi menangis

ESENSI.TV - SIDOARJO

Sadis benar tindakan dua pengasuh balita di Sidoarjo. Akibat orangtua balita tak kunjung mengirimkan pembiayaan yang dijanjikan, keduanya nekad menganiaya balita hingga tewas.

Kapolresta Sidoarjo Kombes Kusumo Wahyu Bintaro membenarkan bahwa kedua tersangka menganiaya korban F yang masih berusia 2 tahun 10 bulan dengan berbagai cara.

Diantaranya, memukul F dengan sapu lidi di bagian tangan, paha dan punggung.

Kekerasan lainnya berlanjut yaitu memukul kepala dengan sikat cucian saat di kamar mandi. Selain itu, pelaku juga sering meluapkan emosinya dan menyiksa korban karena buang air besar dan kecil di lantai.

“Pada saat ini biasanya tersangka menyuruh ke kamar mandi dengan pukulan tangan kosong. Karena korban berteriak, tersangka menambahkan dengan hantaman gayung di kepala dan punggung,” ujar Kombes Kusumo, di Sidoarjo, Rabu (31/05/2023).

Alasan Pelaku Menyiksa Balita

Menurut Kusumo, kekerasan ini dilakukan sejak orang tua korban A yang menitipkannya tak lagi mengirimkan upah jasa mengasuh anaknya kepada pelaku, terhitung sejak Maret 2023.

Hal itu kemudian memicu kekerasan yang dilakukan pelaku sejak Mei atau selama 3 minggu sebelum tewas.

Intinya, pelaku meluapkan emosinya kepada korban yang berusia balita untuk setiap hal-hal sepele. Misalnya karena main di kamar mandi, sering buang air di lantai, dan karena makan sambil tidur-tiduran.

Bahkan menurut Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo, kedua pelaku juga memaksa korban untuk tidur di kamar mandi selama 2 bulan terakhir. Atau sejak orang tuanya tak lagi mengirim transfer upah pengasuhan.

Akibat banyaknya siksaan dilakukan kedua pelaku, korban akhirnya meninggal dunia pada Minggu (28/5) malam. Keduanya melaporkan dan mengarang cerita palsu ke ketua RT setempat.

Perilaku Sadis Wujud Gangguan Mental Pelaku

Pemerhati Pendidikan dan Tumbuh Kembang Anak dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Upi Isabella Rea sangat menyayangkan tindakan pelaku terhadap korban yang masih balita.

Menurut dia, kedua pelaku terlihat tidak lagi mampu mengendalikan diri saat mendapati orangtua korban tidak lagi mengirimkan jasa pengasuhan yang mereka lakukan.

Baca Juga  Mendag Puji Program Pengendalian Harga Bapok Pemko Madiun

“Padahal sangat mungkin saat orangtua korban masih mengirimkan uang jasa pengasuhan, kedua pelaku juga patut diduga pernah melakukan tindak kekerasan terhadap korban. Sebab tindakan kekerasan itu tidak muncul dengan sendiri, tetapi melalui penumpukan perasaan kesal sebelumnya yang akhirnya meledak dengan meninggalnya korban,” terang dia.

Upi mengakui, masalah kesulitan ekonomi memegang andil besar dalam tragedi ini. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup, banyak masyarakat mengeluh dengan tingginya biaya hidup namun minim pendapatan.

Tindakan penganiayaan yang dilakukan pelaku secara sering, kata dia, merupakan salah satu gangguan mental yang terjadi pada pelaku. Pasalnya, dalam aktivitas penganiayaan atau tindak kekerasan lainnya pelaku tidak mampu mengontrol pikiran, perasaan, suasana hati, dan perilakunya.

“Kedua pelaku berhadapan dengan balita, tapi justru tidak mampu mengendalikan emosi bahkan mereka menganiaya korban. Untuk hal-hal sederhana saja, seperti makan sambil tidur-tiduran membuat kedua pelaku menganiaya korban. Itu jelas ada gangguan mental di pelaku,” papar dia.

Ia mengingatkan, aparat penegak hukum sebaiknya menegakkan hukum seadil-adilnya. Sehingga menjadi pembelajaran bagi orang-orang yang ingin berbuat hal sama, termasuk bagi orangtua yang ingin menitipkan anaknya kepada orang lain.

“Berani menikah dan punya anak, maka beranilah untuk menanggung beban membesarkan serta mendidik anak sendiri. Jangan menyesal setelah terjadi peristiwa tragis seperti ini. Ini pembelajaran bagi semua pihak,” tandas Upi.

Satu Miliar Orang Alami Gangguan Mental

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, hampir satu miliar orang di seluruh dunia mengalami beberapa bentuk gangguan kesehatan mental.

Tahun 2019, sebanyak 970 juta orang di seluruh dunia dilaporkan hidup dengan gangguan mental, paling umum yang dialami adalah gangguan kecemasan dan depresi.

WHO mendefinisikan gangguan mental sebagai gangguan secara klinis terkait fungsi kognisi, regulasi emosi, atau perilaku seseorang.

 

Editor: Raja H. Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life