Home » Kian Kompetitif, Harga Keekonomian EBT Siap Bersaing dengan Fosil

Kian Kompetitif, Harga Keekonomian EBT Siap Bersaing dengan Fosil

by Junita Ariani
2 minutes read
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Bandung.

ESENSI.TV - BANDUNG

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, harga listrik dari pembangkit EBT hampir mendekati harga listrik berbasis fosil. Bahkan ada yang lebih efisien.

Perkembangan positif ini membuat keseimbangan persaingan usaha antara Energi Baru Terbarukan (EBT) dan energi fosil.

“Dengan begitu, pemerintah punya alasan kuat untuk menjadikan EBT sebagai sumber energi,” kata Dadan dalam keterangannya, Minggu (17/12/2023) di Bandung.

Kemajuan dalam teknologi energi terbarukan, khususnya pada sektor pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan angin (PLTB), telah memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi.

Sehingga berdampak terhadap penurunan biaya produksi listrik yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit energi fosil.

Secara keekonomian kata dia, PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto di 2016, kontrak listriknya, harganya USD10,9 sen per kilo Watt hour (kWh).

“Harga itu sesuai yang ditandatangan dan disetujui oleh Menteri ESDM,”ujarnya.

Sekarang, kata Dadan, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan awal tahun 2023 ini. Kapasitanya sama kira-kira 75 megawatt (MW).

“Jika dibandingkan dengan harga 6-7 tahun lalu, sekarang angkanya di bawah USD6 sen per kWh,” ujarnya.

Komparasikan Harga Pembangkit EBT

Dadan juga mengomparasikan harga pembangkit EBT dengan harga pembangkit berbasis energi fosil, seperti batubara (PLTU).

Baca Juga  Erwin Aksa: Membangun Indonesia Lewat Mix Ekonomi

Ia bahkan menilai harga energi hijau bahkan lebih murah. Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik dari EBT bisa lebih kompoetitif.

“Harga listrik PLTS Cirata (USD5,8 sen per kWh) itu angkanya di bawah USD6 sen per kWh juga. Kalau ingin sederhana hitung saja,” kata Dadan.

Dadan mencontohkan, produksi listrik dari batubara satu kWh itu perlu sekitar 0,7 sampai 0,8 kilo batubara. Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ.

“Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Ya apakah EBT ini kompetitif? Sekarang sudah tendensinya ke situ,” lanjut Dadan.

Dengan harga batu bara acuan (HBA) berkisar antara USD125-USD130 per ton, maka harga listrik dari EBT sudah dapat bersaing dengan harga listrik berbasis fosil.

“Dengan HBA saat ini berkisar di angka sekitar USD130 per ton ini sudah bersaing. Jadi, EBT ini sekarang sudah masuk skala keekonomian. Kita head to head saja dengan fosil sudah bisa,” jelasnya.

“Jadi narasi yang ingin saya bangun itu adalah sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai EBT,” sambung Dadan. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life