Home » KIARA: Perppu Cipta Kerja Abaikan Masyarakat Bahari

KIARA: Perppu Cipta Kerja Abaikan Masyarakat Bahari

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
pekerja pabrik

ESENSI.TV - JAKARTA

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mengakomodir kepentingan masyarakat bahari, termasuk nelayan tradisional.

Dia menilai Perppu Cipta Kerja hanya akan menciptakan ketimpangan yang semakin nyata dengan mengutamakan investasi dari pada menyejahterakan dan melindungi hak-hak masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat bahari yang salah satunya adalah nelayan tradisional.

“Dalam catatan KIARA, isi Perppu Cipta Kerja akan menggusur ruang produksi masyarakat bahari, menghancurkan keberlanjutan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, hingga meningkatkan kerentanan kriminalisasi terhadap nelayan dan perempuan nelayan yang melakukan pengolahan hasil perikanan,” tegas Susan, dalam keterangan tertulis Sabtu (14/1/2023).

Menurut KIARA, terdapat kesalahan Perppu Cipta Kerja baik secara prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (perppu) maupun secara substansial kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil beserta masyarakat bahari, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Perppu Cipta Kerja tidak menjawab perbaikan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kedua, Perppu Cipta Kerja tidak mengutamakan perlindungan kepada hak-hak masyarakat bahari sebagaimana dimandatkan dalam Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010,

Ketiga, Perppu Cipta Kerja menghapus kriteria nelayan kecil dalam terminologi nelayan kecil, sehingga akan menghilangkan prioritas dan kekhususan yang akan diterima oleh nelayan kecil.

Dalam UU Perikanan bahwa kategori nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal perikanan paling besar 5 GT, dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan kembali ditegaskan bahwa nelayan kecil adalah menggunakan kapal perikanan paling besar 10 GT.

Baca Juga  DPR Resmi Kirim Draff RUU Kesehatan ke Pemerintah

Keempat, Perppu Cipta Kerja menambahkan Pasal 17A dalam UU No. 1 Tahun 2014 jo. UU No. 27 Tahun 2007 yang menjadikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengatur tata ruang disetiap provinsi dan dapat mengubah peruntukan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil atas nama kebijakan strategis nasional.

Kelima, Perppu Cipta Kerja mengubah Pasal 26A dalam UU No. 1 Tahun 2014 jo. UU No. 27 Tahun 2007 yang memberikan karpet merah kepada Penanaman Modal Asing (PMA) untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya. Hal ini tentu dapat berdampak pada kembalinya privatisasi pulau-pulau kecil dengan dalih investasi PMA.

Keenam, Perppu Cipta Kerja mengubah Pasal 51 dalam UU No. 1 Tahun 2014 jo. UU No. 27 Tahun 2007 yang memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengubah status zona inti dalam kawasan konservasi.

Kawasan konservasi akan dibayangi ancaman pengubahan status zona untuk berbagai kepentingan eksploitatif, tentu akan berdampak terhadap keberlanjutan kawasan konservasi yang terjaganya keanekaragaman biodiversitas yang terdapat di dalamnya.

Ketujuh, Perppu Cipta Kerja akan memaksa setiap orang yang melakukan usaha perikanan untuk wajib memiliki perizinan berusaha dan menghapus pengecualian bagi nelayan dan perempuan nelayan tradisional dalam Pasal 26 UU No. 7 Tahun 2016.

 

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life