Home » KPU: Pemilu 2024 Berpotensi Gunakan Sistem Proporsional Tertutup

KPU: Pemilu 2024 Berpotensi Gunakan Sistem Proporsional Tertutup

by Raja H. Napitupulu
3 minutes read
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71,3 triliun untuk memastikan kelancaran tahapan penyelenggaraan Pemilu serentak 2024. 

ESENSI.TV - JAKARTA

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan, pemilihan umum (Pemilu) 2024 berpotensi menggunakan sistem proporsional tertutup. Artinya, masyarakat pemilih hanya memilih partai politik bukan calon anggota legislatif (caleg).

“Ada kemungkinan. Saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” ujar dia dalam diskusi “Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI” di Jakarta, Kamis (29/12).

Pembahasan Mahkamah Konstitusi

Menurut dia, keputusan untuk menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup saat ini sedang dibahas Mahkamah Konstitusi (MK) pasca sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam permohonan itu, para politisi itu meminta MK membatalkan Pasal 168 ayat (2) karena dianggap bertentangan dengan konstitusi. Jika MK menerima gugatan tersebut, maka sistem sistem proporsional daftar calon tertutup akan kembali diterapkan.

Sebagaimana diketahui, pada sistem proposional tertutup hanya mencantumkan partai politik. Apabila partai menang dan mendapat jatah kursi, mereka berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi itu. Sementara itu, sistem pemilu proporsional terbuka menggunakan suara terbanyak untuk menentukan calon legislator yang duduk parlemen. Masyarakat memilih secara langsung calon-calon yang ingin mewakilinya.

Sistem ini berlaku pada 2009 ketika MK menetapkannya. Karena itu, hanya putusan MK yang bisa membuat sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup.

“Sejak 2014 dan 2019 para pembentuk UU tidak mengubah (proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup), karena kalau diubah tertutup kembali akan jadi sulit lagi ke MK,” jelas dia.

Tabel Perbedaan Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

Aspek Pembeda Proporsional Terbuka Proporsional Tertutup
Pelaksanaan Partai Politik mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urut dan tanpa nomor di depan nama. (Biasanya susunannya hanya berdasarkan abjad atau undian). Partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.
Metode pemberian suara Pemilih memilih salah satu nama calon. Pemilih memilih partai politik. Pemilih memilih partai politik
Penetapan calon terpilih Penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Derajat keterwakilan Memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya. Kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk di legislatif. Pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih.
Tingkat kesetaraan calon Memungkinkan hadirnya kader yang tumbuh dan besar dari bawah dan menang karena adanya dukungan massa. Didominasi kader yang mengakar ke atas karena kedekatannya dengan elite parpol, bukan karena dukungan massa.
Jumlah kursi dan daftar kandidat Partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh. Setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil.
Kelebihan * Mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan.

* Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih.

* Terbangunnya kedekatan antarpemilih.

* Memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya.

* Mampu meminimalisir praktik politik uang.

Kekurangan * Peluang terjadinya politik uang sangat tinggi.

* Membutuhkan modal politik yang cukup besar.

* Rumitnya penghitungan hasil suara.

* Sulitnya menegakkan kuota gender dan etnis.

* Pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa wakil dari partai mereka.

* Tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat.

* Menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascapemilu.

Negara yang menerapkan Austria, Belanda, Belgia, Brazil, dan lain-lain. Afrika Selatan, Argentina, Israel, Bulgaria, Ekuador, dan lain-lain.
Penerapannya di Indonesia Pemilu legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.

  

Gugat UU Pemilu

Sejumlah kader parpol menggugat UU Pemilu ke MK dan meminta Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup, mengingat selama ini Pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Para pemohon adalah:

1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem)
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok)

“Menyatakan frasa ‘terbuka’ pada UU Nomor 7 tahun 2019 Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar  mereka dalam permohonan dikutip dari laman MK.

Evaluasi Sistem Proporsional Terbuka 

Setelah sistem proporsional berlaku langsung terasa perubahan budaya dan pola politik di masyarakat. Salah satu yang paling menonjol adalah ongkos politik yang makin mahal.

Hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mencatat, pengeluaran caleg pada Pemilu DPR RI 2014 mencapai angka Rp1,18 hingga Rp4,6 miliar. Sedangkan untuk DPRD Rp481 juta – Rp1,55 miliar. Biaya itu digunakan untuk serba-serbi Pemilu, mulai dari pemasangan foto, kaos dan sebagainya.

Evaluasi lain dari sistem proporsional terbuka adalah mendorong politik uang. Para caleg memilih jalan pintas dengan memberikan sejumlah uang pada masyarakat untuk memilihnya atau berjanji memberikan bantuan tertentu pada sekelompok pemilih. Bagi para kader partai, sistem proporsional terbuka dianggap mendorong kanibalisme dalam kompetisi. Di internal partai, para kader saling sikut dan saling hantam untuk mendapatkan suara terbanyak.

 

Editor: Raja H. Napitupulu

Baca Juga  Aksa Mahmud Sebut Ridwan Kamil Kuat Untuk Ganjar Pranowo

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life