Home » Menteri PPPA Dorong Hukuman Maksimal Pelaku Kekerasan Seksual Ponpes Batang

Menteri PPPA Dorong Hukuman Maksimal Pelaku Kekerasan Seksual Ponpes Batang

by Administrator Esensi
2 minutes read
MENTERI PPPA.

ESENSI.TV - JAKARTA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras tindak kekerasan seksual yang dilakukan WM (57), seorang pengasuh pondok pesantren di Batang, Jawa Tengah terhadap 25 santri perempuan. Perbuatan terduga pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Batang dapat diancam dengan hukuman maksimal.

“Saya mengecam keras setiap tindak kekerasan seksual, terlebih terjadi di ruang yang seharusnya aman dan nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Orang tua mempercayakan anaknya untuk dididik dalam sebuah lembaga pendidikan agar menjadi anak yang cerdas, mandiri, dan berakhlak mulia, tetapi mereka justru mendapat kekerasan dari oknum pendidiknya. Ini sangat memilukan dan kami menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual,” tegas Menteri PPPA, di Jakarta, Selasa (18/4).

Menteri PPPA mengapresiasi penanganan hukum oleh Polres Batang dan berharap kasus ini diproses dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi korban. Berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, korban kekerasan seksual sebanyak 25 anak, yakni 21 anak menjadi korban persetubuhan dan 4 anak korban pencabulan yang diduga terjadi sejak 2019–2023.

Menteri PPPA menegaskan pelaku layak dihukum seberat-beratnya dan mendapat hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU, pada pasal 81 Ayat (1), (2), (3), (5), (6), dan (7) terduga pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling banyak Rp 5 miliar.

Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa tindakan berupa kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan, korban berhak mendapat resitusi, berpedoman pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) jo UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, jo Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Restitusi, Kompensasi, Bantuan Saksi, dan Korban jo PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana.

Baca Juga  Terinfeksi Covid-19, Seorang WNI Meninggal Dunia di Jepang

Dalam UU TPKS, Pasal 30 Ayat (1) menyatakan Korban TPKS berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan. Pada Ayat (2) menyatakan ganti kerugian tersebut berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat TPKS; penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat TPKS.

Menteri PPPA menerangkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan DP3AKB Provinsi Jawa Tengah; Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Batang; serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Batang untuk memastikan korban mendapat penanganan psikis yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya.

“Korban telah mendapatkan pendampingan hukum berupa pelaporan dan pemeriksaan visum di kepolisian oleh tim DP3AP2KB Kabupaten Batang, kemudian pemulihan psikis awal dari psikolog Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah dan trauma healing dari tenaga Pekerja Sosial Sentra Terpadu Kartini Temanggung. KemenPPPA akan terus memastikan para korban mendapatkan perlindungan dan rasa aman serta proses pendidikan para santri tidak terbengkalai,” kata Menteri PPPA.

Menteri PPPA mendorong seluruh pihak yang dekat dengan lingkungan korban dapat membantu pemulihan dengan tidak memberi stigma negatif kepada para korban. Menteri PPPA pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkas Menteri PPPA.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life