Humaniora

Ngeri! Bencana Kelaparan Diramal Terjadi pada 2050

Bencana kelaparan diramal berpotensi terjadi pada 2050. Hal itu disebut oleh Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang menyatakan bahwa dunia akan menghadapi bencana tersebut sebagai akibat dari perubahan iklim dan konsekuensi menurunnya hasil panen, juga gagal panen.

Berdasar pernyataan tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap bahwa ancaman krisis pangan semakin nyata dan menghantui banyak negara di dunia.

Kondisi ini menurutnya juga sebagai akibat kencangnya laju perubahan iklim yang dilaporkan oleh World Meteorological Organization di akhir tahun 2022 yang lalu, berdasarkan data hasil monitoring yang dilakukan oleh Badan Meteorologi di 193 Negara dan State di seluruh dunia.

Diprediksi oleh FAO, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen dari stok pangan dunia adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Situasi ini, tambah Dwikorita, akan terjadi di berbagai belahan dunia tanpa memandang negara tersebut besar, kecil, maju atau berkembang.

“Kerentanan pangan ini tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air,” ungkap Dwikorita dalam keterangannya, dilansir laman www.bmkg.go.id, Senin (28/8).

Dwikorita memaparkan, seluruh negara di dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat yang berbeda-beda, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan muka air laut, krisis air, dan lain sebagainya. Karenanya, perlu tindakan konkret seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia untuk menekan laju perubahan iklim ini.

Di Indonesia sendiri, lanjut Dwikorita, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 mengalami peningkatan temperatur 0,15 derajat Celsius per 10 tahun, yang menandakan bahwa fenomena peningkatan suhu permukaan bahkan telah terjadi pula secara signifikan dan merata di Indonesia.

Dwikorita memaparkan bahwa pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kekeringan akibat dipicu oleh El Nino seperti saat ini, bahkan diperparah dengan ulah manusia yang berujung pada kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, dapat memicu makin meningkatnya emisi karbon dan partikulat ke udara.

“Ancaman krisis pangan di pertengahan abad ini perlu menjadi perhatian bersama, maka berbagai langkah pencegahan atau pengurangan risiko krisis tersebut, melalui upaya mitigasi dan adaptasi perlu lebih serius dan kongkrit digalakkan, agar prediksi krisis tersebut tidak sampai kejadian,” ujar dia.*

Email: AleLuna@esensi.tv

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaviral

#beritaterkini

Ale Luna

Recent Posts

Potensi Hujan Lebat Landa Tujuh Provinsi pada 17-23 Mei, BMKG Ungkap Penyebabnya

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prakiraan cuaca yang berlaku pada periode 17 -…

17 mins ago

Sebenarnya Kenapa Orang Suka Menunda?

Menunda-nunda pekerjaan atau procrastination adalah masalah umum yang dapat menghambat produktivitas dan menyebabkan stres. Ada…

39 mins ago

Dunia Jurnalistik Kehilangan Tokoh Pers dan Perfilman Nasional

Dunia jurnalistik Indonesia kehilangan salah seorang tokoh terbaik di bidang pers dan perfilman nasional, Prof.…

12 hours ago

Depresi Berat? Ini Cara Mengatasinya!

Depresi berat telah menjadi masalah dari banyak orang di dunia. Menurut Healthline.com, sebanyak 5% orang…

13 hours ago

PDIP Ajukan Tiga Bupati sebagai Cawagub Khofifah di Pilgub Jawa Timur

PDI Perjuangan (PDIP) menyodorkan tiga nama kader terbaiknya untuk menjadi Cawagub Jatim mendampingi Khofifah Indar…

14 hours ago

Perang Dunia ke 2, Dampaknya Bagaimana?

Perang Dunia Kedua memiliki dampak yang mendalam dan luas pada berbagai aspek kehidupan di seluruh…

15 hours ago