Home » Pelecehan Anak Berkebutuhan Khusus, Ini Respon KemenPPPA

Pelecehan Anak Berkebutuhan Khusus, Ini Respon KemenPPPA

by Administrator Esensi
3 minutes read
KEMEN PPPA KAWAL KASUS PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI TANGERANG

ESENSI.TV - JAKARTA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memastikan RRS (13), anak laki – laki berkebutuhan khusus yang menjadi korban tindak pelecehan seksual. Seorang pria inisial K (55) di Tangerang, mendapatkan pendampingan dan pelayanan terbaik sesuai yang dibutuhkan korban. Selain itu, Kemen PPPA juga akan terus mengawal proses hukumnya. Dan mendorong agar pelaku dapat dikenakan hukuman berat sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

“Kami sangat prihatin dan tentunya mengecam terjadinya kasus ini, apalagi berdasarkan pengakuannya, pelaku telah beberapa kali melakukan aksi serupa. Oleh karenanya, kami mengharapkan agar pelaku dapat ditindak tegas dan dikenakan hukuman yang berat sesuai perundang – undangan yang berlaku. Agar pelaku mendapatkan efek jera sehingga kejadian seperti ini tidak terus terulang,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, pada Rabu (2/8).

Nahar menuturkan bahwa sebelumnya pelaku K diketahui memulai aksinya saat bertemu dengan korban RRS yang tengah bermain layang-layang. Kemudian, pelaku mengajak korban ke semak-semak, dan K memegang alat kelamin korban. Saat kejadian, terdapat 2 (dua) orang saksi, yaitu R dan MI yang melihat pelaku dan korban berjalan menuju semak-semak. Sekitar pukul 18.40 WIB, saksi bertemu dengan RRS dan K yang keluar dari semak-semak. Dan langsung menanyakan kepada korban mengenai apa yang terjadi di semak-semak.

Korban pun menjawab bahwa setelah celananya diturunkan, kemaluannya dipegang oleh K. Namun, K membantah dan langsung menantang saksi. Sehingga saksi minta bantuan Satuan Pengamanan (Satpam) di sekitar tempat kejadian, untuk membawa saksi dan korban ke Polres Metro Tangerang.

“Setelah dilakukan pemeriksaan di Polres Metro Tangerang Kota, K kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan pencabulan terhadap anak berkebutuhan khusus. Saat diinterogasi pun, K mengaku bahwa sudah beberapa kali melakukan aksi serupa,” tutur Nahar.

Undang-Undang Pelecehan

Menurut Nahar, terlapor diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak yang melanggar pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sesuai pasal 82 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selanjutnya, pada pasal 82 ayat (5) menyatakan bahwa selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4). Pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Baca Juga  Situasi di Tepi Barat Palestina Semakin Memburuk

“Jika dilakukan terhadap anak maupun penyandang disabilitas, maka sesuai pasal 15 ayat (1) huruf g dan h UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 terkait pelecehan fisik ditambah 1/3 (satu per tiga).

Selain itu, dalam pasal 27 ayat (1), korban penyandang disabilitas dapat didampingi oleh orang tua, wali yang telah ditetapkan oleh pengadilan, dan/atau Pendamping Korban penyandang disabilitas juga berhak mendapat aksesibilitas dan akomodasi yang layak guna pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diatur dalam pasal 66 ayat (2) UU tersebut,” tutur Nahar.

Nahar mengatakan bahwa Tim SAPA 129 Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang. Untuk melakukan penjangkauan, memberikan pendampingan, serta pelayanan yang dibutuhkan korban.

“Tentunya setelah kejadian yang dialami korban, kami ingin memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan dan pelayanan yang terbaik. P2TP2A Kota Tangerang sudah melakukan home visit atau kunjungan ke rumah korban untuk memberikan pendampingan dan layanan yang dibutuhkan korban. Selain itu, P2TP2A Kota Tangerang juga sudah mengagendakan jadwal konseling psikologi,” tutur Nahar.

Anak Harus Diawasi Orang Tua

Lebih lanjut, Nahar mengatakan bahwa lingkungan dimana anak tidak berada dalam pengawasan orang tua. Seringkali menjadi peluang yang lebih besar untuk pelaku melakukan aksi kejahatan terhadap anak. Sehingga, diperlukan pengawasan dan pendampingan, baik dari orangtua maupun masyarakat khususnya pada anak berkebutuhan khusus.

“Orang tua berperan membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi kepada anak agar tercipta rasa aman dan percaya antara anak kepada orangtuanya karena anak merasa mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Salah satu caranya, yaitu dengan cara menyempatkan diri meluangkan waktu bermain bersama anak.

Orang tua juga disarankan memberikan pengertian kepada anak tentang pentingnya tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang lain terhadap dirinya. Seperti ketika ada orang lain yang menciumnya di bagian bibir atau pipi maka harus berhati-hati. Karena itu tidak diperbolehkan. Apalagi jika di lakukan oleh orang lain yang tidak dikenal. Selain itu, perlu dilakukan asesmen terkait perubahan emosi ataupun perilaku yang mungkin muncul pada anak. Agar dapat memberikan treatment yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh anak,” ujar Nahar.

Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life