Home » Pemerintah Proyeksikan Nilai Ekspor 2023 Naik 12,8% dan Impor 14,9%

Pemerintah Proyeksikan Nilai Ekspor 2023 Naik 12,8% dan Impor 14,9%

Ekspor Didominasi Besi Baja, Bahan Bakar Fosil dan CPO

by Junita Ariani
2 minutes read
ratas

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 ini akan tetap tumbuh positif meski lebih melambat daripada tahun lalu. Pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor di 14,9 persen.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan nilai perdagangan ekspor Indonesia pada tahun 2022 meningkat signifikan dengan nilai ekspor mencapai Rp268 miliar.

Peningkatan ekspor tersebut ditunjang oleh berbagai komoditas utama seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

“Batu bara bisa mengompensasi impor dari minyak sehingga kita di bidang energi ini positif sebesar hampir USD6,8 billion secara year to date, sedangkan iron and steel USD29 billion, dan CPO sekitar USD30 billion. Ini menunjukkan  ekspor Indonesia relatif kuat,” kata Airlangga dalam keterangan pers, Rabu (11/1/2023), di Kantor Presiden, Jakarta.

Hal itu dikatakan Airlangga  usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Evaluasi Capaian Ekspor Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

“Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun 2023 diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8 persen] dan impornya 14,9 persen,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari Setkab.go.id.

Dalam ratas tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan agar pertumbuhan ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa.

Baca Juga  Ekonomi Global 2024 Diperkirakan Masih Lemah, Indonesia Tetap Resilien

Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.

Saat ini, kata Airlangga, hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri.

“Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Jadi dengan demikian, kita akan melakukan revisi PP Nomor 1 Tahun 2019, sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa,” kata Airlangga.

Terkait negara tujuan ekspor, Airlangga menyampaikan bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi, diikuti Amerika Serikat, India, Jepang, serta Malaysia. Nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi.

“Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden,” imbuhnya.

Selain itu, Presiden juga mendorong jajarannya untuk mengeksplorasi dan membuka pasar nontradisional.

“Bapak Presiden sudah mendorong pasar nontradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan di pantai barat itu Kenya. Dan, tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor [Indonesia]) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita,” pungkasnya.  *

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life