Home » Perundungan Masih Ada, Anak-Anak Semakin Agresif?

Perundungan Masih Ada, Anak-Anak Semakin Agresif?

by Addinda Zen
2 minutes read
Video Perundungan di salah satu kampus, belum lama ini. Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

Kembali terjadi, aksi senioritas dan perundungan di lingkungan kampus. Seorang mahasiswa baru (maba) di Makassar terekam menjadi bulan-bulanan seniornya. Menurut akun twitter yang membagikan video tersebut, diketahui perundungan tersebut terjadi di salah satu kampus di Jalan Sultan Alaudin Makassar.

Maba di video tersebut terlihat tengah berusaha mempertahankan dirinya saat dianiaya. Ia menutupi kepala dan wajahnya menggunakan tangan sambil memohon ampun. Ia tampak tidak berdaya dan terpojok.

Perundungan anak dan senioritas dapat menimbulkan perasaan trauma berkepanjangan. Di Indonesia sendiri, kasus perundungan semakin meningkat dan semakin fatal.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat penerimaan 37.881 kasus laporan kekerasan pada anak sejak 2011 hingga 2019. Sebanyak 2473 kasus di antaranya merupakan perundungan.

Pada 2015, Global School-based Health (GSHS) mengungkap 32% siswa di Indonesia, usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan fisik. Sementara 20% pernah diintimidasi di sekolah.

Angka tersebut membawa Indonesia menjadi salah satu yang paling tinggi di Asia. Lima negara Asia tertinggi lainnya adalah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, dan Maroko.

Programme for International Student Assessment (PISA) juga mencatat 41% pelajar Indonesia menjadi korban perundungan beberapa kali dalam satu bulan.

Perundungan merupakan proses, cara, atau tindakan kekerasan yang menggunakan kekuasaan atau kepada yang lebih lemah. Peneliti sepakat, perundungan sebagai perilaku agresif yang merugikan korban dan ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan.

Baca Juga  Kisah-Kisah Februari, Bulan Cinta dan Kasih Sayang

Jenis perundungan yang diterima korban pun beragam jenis.

Tercatat pada 2016 di Indonesia, sebesar 27,1% telah dipukul, 36,7% telah dipanggil dengan nama tidak baik, dan 26,5% ditinggalkan oleh anak-anak lain di kelasnya. Ini berdasarkan survei Children’s Worlds.

Perundungan fisik lebih banyak diterima anak laki-laki, sementara anak perempuan kerap mendapat perundungan secara verbal.

Di lingkungan pendidikan, perundungan kerap ditemukan pada tradisi penerimaan siswa baru atau orientasi sekolah/kampus.

Hal ini kemudian terus berulang, mahasiswa yang dirundung saat menjadi mahasiswa baru, akan melakukan hal yang sama ketika mereka menjadi senior, dan seterusnya. Masih banyak sekolah dan kampus yang belum mengambil tindakan preventif atas kemungkinan kejadian tersebut.

Sebuah studi di Indonesia menunjukkan bahwa anak-anak banyak yang masih menganggap dirinya lemah jika menghindari tindakan agresif dalam menyelesaikan masalah (merasa jagoan).

Jarak sosial antara anak-anak dan orang tua serta guru masih menjadi faktor sedikitnya pelaporan tindakan intimidasi atau perundungan.

Intimidasi juga dapat terjadi di lingkungan rumah. Orang tua perlu memperhatikan perlakuan terhadap anak di rumah. Anak yang kerap disalahkan, dihukum di depan orang lain dan menerima ungkapan ketidaksukaan sering mengalami kesulitan sosial di sekolah.

Ini mengurangi kepercayaan diri dan menjadikan anak sebagai sasaran lemah.

Diperlukan peran orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah. Menciptakan lingkungan yang ramah terhadap anak dapat mengurangi keagresifan.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life