Home » Politik Myanmar, Masa Depan Demokratisasi dan Regionalisme Kawasan Asia Tenggara

Politik Myanmar, Masa Depan Demokratisasi dan Regionalisme Kawasan Asia Tenggara

by Lala Lala
3 minutes read
Myanmar

ESENSI.TV - JAKARTA

Keberadaan ASEAN sebagai organisasi regional, seakan tak tampak. Keberadaannya tak terlihat terutama dalam menyelesaikan konflik di Myanmar dan masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara.

Hal itu disampaikan Dr. Priyambudi Sulistiyanto, Senior Advisor Southeast Asia Flinders International pada diskusi publik Paramadina Democracy Forum (PDF). Diskusi itu bertajuk ”Dinamika Politik Myanmar dan Masa Depan Demokratisasi & Regionalisme Asia Tenggara,” di Jakarta, Sabtu (7/10/2023).

”Kontruksi ASEAN sebagai organisasi kawasan menciptakan ekspektasi yang besar bagi negara anggotanya dalam menangani masalah kawasan terutama konflik di Myanmar. Asia Tenggara memulai sistem politik koalisi di Muangthai. Muangthai mulai meninggalkan masa-masa krusial menuju politik koalisi,” ujar dia.

Gerakan Mahasiswa

Disisi lain lanjut Priyambudi, gerakan mahasiswa di Burma memulai perlawanan yang dipimpin oleh Aung San untuk mengembalikan makna kemerdekaan mereka. Hingga tahun 1988, gerakan demokrasi itu dijegal oleh pasukan militer.

”Pembentukan ASEAN mengalami fase Top-Down, dimana Asia Tenggara menjadi kawasan netral demi pengembangan ekonomi kawasan. Namun, ASEAN dianggap kurang responsif terhadap perubahan demokrasi dari gerakan akar rumput,” jelasnya.

Ia mengatakan, kritik terkeras dalam regional ASEAN yaitu respon terhadap gerakan dari bawah yang selalu ditanggapi secara berlebihan seperti di Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Menurut akademisi Flinders University ini telah terjadi persimpangan geopolitik antara Asia, Indonesia dan Australia. Kawasan ini kemudian menjadi arena peperangan antara Major, Middle, dan Emerging Power.

Geopolitik dimaknai sebagai pertemuan lalu lintas dua benua dan dua samudera di Asia Tenggara.

”Sebut saja Singapura, menjadi negara yang paling mendapat manfaat yang berlimpah dari letak geografis strategis itu. Singapura bertumbuh menjadi ekonomi negara yang diperhitungkan akibat keberadaan lintas jalur laut dan udara di negaranya.” terangnya.

Potensi Strategis Indonesia

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi yang sama dengan Singapura jika dilihat dari letak geografis. Indonesia berada pada posisi strategis secara geopolitik.

Kawasan timur Indonesia bahkan memiliki potensi strategis dalam perjalanan ekspor impor dunia melalui selat Makassar yang perlu dikembangkan agar manfaatnya dapat dimaksimalkan.

”ASEAN sebagai organisasi kawasan kemudian menjelma menjadi identitas regional. Bahasa-bahasa anggota negara ASEAN mulai diajarkan diantara negara-negara anggota. Bahasa Indonesia mulai menjadi bahasa kedua di Vietnam. Demikian juga bahasa Tagalog, Muangthai, dan Melayu juga diajarkan di beberapa negara anggota ASEAN. Proyek penguatan identitas kawasan dari kalangan people to people menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara.” bebernya.

Baca Juga  Voli Putri Indonesia Kalahkan Macau 3-0, Menpora: Peluang Bermain di Asian Games Hangzhou

Priyambudi juga menjelaskan bahwa memahami Geopolitik dan Regionalisme di Asia Tenggara dapat diawali dari masa kolonial dan pascakolonial yang berhasil memecah masyarakat ASEAN.

Namun disisi lain, masyarakat ASEAN menyadari bahwa kedepan saatnya mulai bersatu dan tidak terpecah-pecah menjadi proxy Major Power. Dimana ASEAN memiliki populasi besar dan beragam.

Hal tersebut terlihat dari masa kebangkitan ’Abad Asia’ melalui pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan inovasi teknologi baru.

”Berakhirnya Perang IndoCina dan Krisis Kamboja menandai awal kompetisi antara negara-negara super powermiddle power dan small power. Tercermin dari interaksi negara-negara yang kuat dan lemah, masyarakat sipil, dan tata kelola pemerintahan dan hukum. Ditambah dengan paradoks demografi seperti penduduk muda dan lansia. Menjadikan ASEAN sebagai kawasan multilateralisme, bilateralisme dan persekutuan ‘strategis’.” tambahnya.

Wilayah Rawan di Asia Tenggara

Wilayah rawan di Asia Tenggara meliputi Laut Tiongkok Selatan, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Indonesia. ASEAN kemudian menjadi muara pertemuan kepentingan Tiongkok dan Amerika Serikat.

Myanmar sebagai anggota ASEAN belum mampu menyelesaikan konflik internalnya antara Militer, NUG, Etnis Minoritas dan Rohingya.

Sentralitas ASEAN sebaiknya melakukan Konsultasi dengan PBB, Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan EU untuk membahas Road Map 5 Points yang meliputi Perang domestik, krisis pengungsi dan konflik regional, dan Kepemimpinan Troika dan ASEAN.

Pada akhirnya, lanjut dia, kawasan Asia Tenggara berhasil menjadi kawasan yang stabil secara politik dan ekonomi yang selalu mengalami pertumbuhan. Karena itu, ASEAN menjadi salah satu organisasi kawasan yang diperhitungkan.

”Setidaknya ada tiga skenario yang dapat diberlakukan kepada anggota ASEAN. Pertama pemilihan umum yang diawasi ASEAN dan PBB untuk semua negara anggota, bagaimanapun juga keputusan dari hasil pemilu memiliki daya sepakat yang kuat. Kedua, Myanmar dikeluarkan dari ASEAN hingga ada pemerintahan demokratis. Skenario ketiga, mereformasi ASEAN Charter dan membentuk Dewan Keamanan ASEAN yang sejajar dengan ASEAN Summit.” pungkasnya.

 

Editor: Dimas Adi Putra/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life