Home » Quo Vadis UU Cipta Kerja Dijawab Pemerintah Dengan Perppu

Quo Vadis UU Cipta Kerja Dijawab Pemerintah Dengan Perppu

Disambut Baik Oleh Kalangan Pengusaha Dikritik Organisasi Pekerja

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Quo Vadis UU Ciptaker (Cipta Kerja) terus dipertanyakan. “Mengapa Pemerintah memperbaiki Undang Undang Cipta Kerja dengan menerbitkan perppu. Perppu sama derajatnya dengan perbaikan UU. Nah, kalau isinya yang mau dipersoalkan silahkan, tetapi kalau prosedur sudah selesai”.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tanggal 30 Desember 2022 lalu. Ini menjadi jawaban kemana perginya Quo Vadis UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusi oleh Mahkamah Konstitusi pada November 2021 lalu.

UU Ciptaker memang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat berdasarkan uji formil yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK). Inkonstitusional maksudnya tidak sesuai dengan konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945.

Sedangkan, bersyarat masih bisa diubah agar sesuai dengan konstitusi. Jadi agak mirip dengan lulus bersyarat untuk hasil Ujian Meja Hijau di kampus. Jika sudah diperbaiki, maka Undang Undang itu bisa menjadi konstitusional.

Sedangkan, MK melakukan uji formil untuk memenuhi gugatan dari kelompok masyarakat, yaitu Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini diterbitkan November 2021. Pemerintah diberikan waktu dua tahun setekah diputuskan untuk melakukan perubahan. Jika tidak diperbaiki, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Pemerintah sebenarnya masih memiliki waktu hingga November 2023 merevisi Undang Undang itu. Namun, ternyata Presiden Joko Widodo dan jajaran kabinetnya memilih untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu Cipta Karya terdiri atas 186 pasal dan tebal 1.117 halaman. Dari sisi prosedur pembentukan Perppu, Menko Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, memastikan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penjelasannya begini. MK tidak pernah membatalkan UU Cipta Kerja, tetapi dinyatakan inkonstitusional. Syaratnya tidak berlaku selama dua tahun sambil diperbaiki. Itu sebab, narasi Quo Vadis UU Ciptaker terus digaungkan. Kemudian, sebagai jalan keluarnya, Pemerintah melakukan dua hal.

Pertama, mengajukan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundangan untuk menjadikan Omnibus Law sebagai bagian dari proses pembentukan undang-undang. Langkah ini sudah sah dan sudah disetujui MK. Kedua, diselesaikan Perppu UU Cipta Karya.

“Mengapa memperbaiki UU Cipta Kerja dengan menerbitkan perppu. Perppu sama derajatnya dengan perbaikan UU. Nah, kalau isinya yang mau dipersoalkan silahkan gitu, tetapi kalau prosedur sudah selesai,” kata Mahfud, di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/1/2023).

Kepastian Hukum

Kalau soal isinya, ini menjadi bagian dari Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu. Mewakili Pemerintah, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kebutuhan Perppu Cipta Karya mendesak dilakukan karena dunia usaha dan investasi memerlukan kepastian hukum untuk melakukan aksi bisnisnya.

Kekosongan regulasi juga perlu segera diisi untuk menghalau tekanan global, seperti ancaman resesi, peningkatan inflasi dan dampak Perang Ukraina. Belum lagi menghadapi ancaman krisis pangan dan energi, keuangan dan perubahan iklim.

Dengan adanya kepastian hukum, diharapkan target investasi baru tahun 2023 sebesar Rp1.400 triliun terealisasi. Sehingga, kegiatan ekonomi dapat berperan memperbaiki defisit APBN kembali ke bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Seperti kita ketahui bersama, untuk menalangi dampak pandemi Covid-19 dari krisis kesehatan maupun ekonomi, dalam dua tahun terakhir, defisit APBN membengkak. Tahun 2020 sebesar 6,09% dan 4,57% tahun 2021.

Ditolak Kelompok Pekerja

Penerbitan Perppu Cipta Karya ternyata menuai penolakan dari kelompok pekerja atau buruh. Ada ketentuan dalam Perppu Cipta Kerja yang dinilai merugikan kaum pekerja dan diminta agar direvisi, yaitu soal upah minimum, outsourcing, pesangon dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Mengenai upah minimum, Presiden Partai Buruh dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menjelaskan dalam pasal 88C ayat (2) pada Bab IV Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota.

Baca Juga  Pungli Rutan KPK, Mahfud MD: Harus Dibuka ke Publik

“Kata dapat kami minta dihapus, sehingga Gubernur mendapatkan amanat Undang Undang untuk menetapkan upah minimum. Jadi bukan Gubernur menimbang-nimbang mau atau tidak,” jelasnya dalam konferensi pers daring tentang Perppu Cipta Kerja, Senin (2/1/2023).

Dia juga menyesalkan tidak adanya sosialisasi soal indeks perhitungan upah yang digunakan dalam Perppu Cipta Kerja. Formula penghitungan upah minimum akan menggunakan variable pertumbuhan ekonomi inflasi, dan indeks tertentu. Dia mendesak agar indeks tertentu dihapus karena memberikan ketidakpastian bagi pekerja.

Penolakan lain adalah tentang upah minimum sektoral yang dihilangkan dalam Perppu Cipta Kerja. Dia meminta aturan itu dimunculkan kembali. Sedangkan, untuk aturan pesangon, dia meminta kembali mengikuti UU Nomor 13/2003.

Di sisi lain, outsourcing atau alih daya dalam UU Cipta Kerja memang dihapus, tetapi ada pasal menyebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Iqbal menilai ketentuan ini akan memberikan peluang besar bagi perusahaan memberlakukan outsourcing untuk semua pekerjaan.

Hormati Keputusan Presiden

Berbeda dengan kelompok pekerja, organisasi pengusaha menerima Perppu ini. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan pihaknya mengapresiasi penerbitan Perppu pengganti UU Cipta Kerja karena memberikan kepastian bagi investor dan pelaku usaha.

Pemerintah perlu bergerak cepat untuk mengatasi kekosongan hukum yang selama ini ditunggu oleh investor serta pelaku usaha. Kondisi perekonomian global, resesi, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi, membuat penerbitan Perppu ini sangat dibutuhkan.

Indonesia, menurutnya, memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, dari sisi sumber daya manusia dan sumber daya alam. Namun, sering kali ketidakpastian hukum menghambat iklim investasi, sehingga potensi ekonomi tadi tidak maksimal menggerakkan perekonomian.

“Kadin sebagai representasi dari dunia usaha pada intinya menghormati keputusan Pemerintah,” ujar Arsjad dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).

Dengan adanya kepastian hukum, pelaku usaha dan investor yang saat ini masih menahan investasi diharapkan dapat merealisasikan penananam modalnya, baik melakukan investasi baru, maupun ekspansi bisnis.

Membuka Lapangan Kerja

Dari sisi ekonom, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mengatakan visi dari UU Cipta Kerja adalah mendorong lebih banyak investasi yang terjadi di dalam negeri, sehingga akan membuka peluang terciptanya lapangan kerja.

Dengan demikian, maka angkatan kerja yang ada akan terserap dan kesejahteraan para pekerja meningkat. Namun, keberhasilan mencapai cita-cita ini membutuhkan kerja sama semua elemen pendukung perekonomian, terutama kalangan pengusaha dan pekerja.

“Perppu Cipta Karya akan berhasil, tetapi dengan asumsi jika diterima oleh semua pihak yang terkait. Namun, kenyataannya kita melihat adanya ketidaksepakatan antara para pekerja dan pelaku usaha mengenai poin-poin yang ditulis dalam undang-undang cipta kerja itu sendiri,” jelas Rendy, seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/1/2023).

Saat menjadi salah satu narasumber dalam Talk Show di TV nasional, pekan ini, Deputi III KSP Bidang Perekonomian, Edy Priyono mengemukakan dari sisi prosedur, perbaikan UU Cipta Kerja, kemudian bermuara ke Perppu Cipta Kerja sudah melalui 14 kali dengan semua pihak terkait untuk menaring aspirasi, terutama kalangan pengusaha dan pekerja.

“Jadi kalau dikatakan tidak melakukan konsultasi publik Saya kira tidak benar. Itu sudah sudah dilakukan. Bagaimana bisa diketahui perubahan formula upah minimum kalau bukan dari aspirasi dari teman-teman serikat buruh,” jelas Edy Priyono.

Pemerintah mengatakan Perppu Cipta Kerja untuk mengisi kekosongan regulasi yang menyebabkan sejumlah rencana investasi stagnan.

Di balik itu, kepastian hukum dari Perppu ini diharapkan juga memberikan perlindungan dan jaminan kepada para pekerja untuk mendapatkan hak-haknya.

Namun, dengan adanya polemik di publik soal isinya, Pemerintah tampaknya masih perlu memberikan penjelasan lebih rinci atas terbitnya Perppu Cipta Kerja kepada masyarakat agar visi mendorong lebih banyak investasi dapat tercapai.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life