Pengamat Politik Rusmin Effendy mengingatkan agar setiap pihak yang ada di Indonesia, untuk menghormati hukum yang berlaku.

Hal itu diungkapkannya menyikapi keterangan tertulis dan laporan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014),

Denny Indrayana, terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam perkara syarat umur Capres-Cawapres.

“Hukum tidak boleh tumpul keatas dan hanya tajam ke bawah. Siapapun dia, apalagi pejabat negara, harus mentaati hukum yang berlaku,” ujar dia saat berdiskusi dengan awak media, di Jakarta, Senin (28/08/2023).

Menurut dia, sebagai Ketua MK, Anwar Usman seharusnya mengedepankan prinsip kehati-hatian dan keberimbangan dalam menangani perkara tersebut. Tujuannya agar marwah MK yang memiliki independensi dalam penegakan hukum, terjaga dengan baik.

“Seharusnyalah pejabat negara menampilkan sikap elegan dan baik. Karena akan menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat khususnya dalam penegakan hukum. Kalau penegak hukim berlaku adil dan berimbang, pasti akan menghasilkan keputusan-keputusan terbaik,” ungkap Rusmin yang juga seorang Pengacara itu.

Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik

Sebelumnya, Denny Indrayana, dalam keterangan tertulisnya melaporkan Ketua MK Anwar Usman atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

“Hari ini Minggu 27 Agustus 2023, saya selaku Pelapor perseorangan secara resmi memasukkan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi terhadap Sdr. Anwar Usman, yang juga adalah Ketua Mahkamah Konstitusi. Laporan itu saya masukkan secara 𝘰𝘯𝘭𝘪𝘯𝘦 di 𝘸𝘦𝘣𝘴𝘪𝘵𝘦 Mahkamah Konstitusi RI,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Besok Senin (hari ini, red), lanjutnya, laporan tersebut juga akan disampaikan secara langsung (𝘩𝘢𝘳𝘥𝘤𝘰𝘱𝘺) ke Mahkamah Konstitusi.

“Laporan lengkap. 5 (lima) halaman dengan ini saya lampirkan dalam rilis ini,” katanya.

Ia mengatakan, dugaan pelanggaran etika yang diajukannya pada intinya adalah karena Ketua MK Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari tiga perkara uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu, terkait pengujian konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres “𝗕𝗲𝗿𝘂𝘀𝗶𝗮 𝗽𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝟰𝟬 (𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝗽𝘂𝗹𝘂𝗵) 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻”.

Ketiga perkara yang seharusnya Anwar Usman mengundurkan diri itu adalah permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Nomor 55/PUU-XXI/2023.

“Padahal Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sudah mengatur dengan tegas,” ucap dia.

Ia menjelaskan, hal itu tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006, khususnya 𝗣𝗿𝗶𝗻𝘀𝗶𝗽 𝗞𝗲𝘁𝗮𝗸𝗯𝗲𝗿𝗽𝗶𝗵𝗮𝗸𝗮𝗻, pada penerapan Butir 5 huruf b mengatur: “Hakim konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙪𝙣𝙙𝙪𝙧𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙥𝙚𝙢𝙚𝙧𝙞𝙠𝙨𝙖𝙖𝙣 𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙥𝙚𝙧𝙠𝙖𝙧𝙖 apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini: … 𝘣. 𝙃𝙖𝙠𝙞𝙢 𝙠𝙤𝙣𝙨𝙩𝙞𝙩𝙪𝙨𝙞 𝙩𝙚𝙧𝙨𝙚𝙗𝙪𝙩 𝙖𝙩𝙖𝙪 𝙖𝙣𝙜𝙜𝙤𝙩𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧𝙜𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙚𝙢𝙥𝙪𝙣𝙮𝙖𝙞 𝙠𝙚𝙥𝙚𝙣𝙩𝙞𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙣𝙜𝙨𝙪𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙧𝙝𝙖𝙙𝙖𝙥 𝙥𝙪𝙩𝙪𝙨𝙖𝙣”.

Kepentingan Keluarga Anwar Usman

Tiga perkara itu berhubungan dengan berbagai kalangan yang menunggu putusan MK terkait syarat umur capres dan cawapres tersebut.

Tentu saja hal itu salah satunya berkaitan dengan peluang Gibran Rakabuming Raka berkompetisi pada Pilpres 2024. Serta, meskipun putusan MK bersifat 𝘦𝘳𝘨𝘢 𝘰𝘮𝘯𝘦𝘴, artinya berlaku untuk semua orang, namun 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗵𝗮𝗹 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗰𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀-𝗰𝗮𝘄𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀, 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗮𝗷𝘂 𝘀𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗽𝗮𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗮𝗹𝗼𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗽𝗶𝗹𝗽𝗿𝗲𝘀, 𝘁𝗲𝗻𝘁𝘂 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝘀𝗲𝗱𝗶𝗸𝗶𝘁 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴. 𝗙𝗮𝗸𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮, 𝘀𝗮𝗮𝘁 𝗶𝗻𝗶 𝗚𝗶𝗯𝗿𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗳𝗶𝗴𝘂𝗿 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝘀𝗲𝗱𝗶𝗸𝗶𝘁 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗲𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗻𝗴𝘀𝘂𝗻𝗴 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗽𝘂𝘁𝘂𝘀𝗮𝗻 𝗠𝗞 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗲𝗯𝘂𝘁.

“𝗞𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮𝗻𝘆𝗮, 𝗔𝗻𝘄𝗮𝗿 𝗨𝘀𝗺𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗺𝘂𝗻𝗱𝘂𝗿 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗺𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗸𝘀𝗮 𝗽𝗲𝗿𝗺𝗼𝗵𝗼𝗻𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗲𝗯𝘂𝘁 𝗸𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗮𝗶𝘁 𝗹𝗮𝗻𝗴𝘀𝘂𝗻𝗴 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗹𝘂𝗮𝗿𝗴𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗶𝘁𝘂 𝗚𝗶𝗯𝗿𝗮𝗻 (𝗱𝗮𝗻 𝗝𝗼𝗸𝗼𝘄𝗶),” papar Denny.

Karena perkara pengujian syarat umur tersebut sedang berlangsung, pemeriksaan etik dimohonkan harus segera dilakukan untuk menghadirkan kepastian hukum serta menjamin kehormatan, kewibawaan dan menjaga kemerdekaan kelembagaan Mahkamah Konstitusi.

Penulis: Carolina Amelia

Editor: Dimas Adi Putra