Home » Sidang Perkara Pengujian Perppu Cipta Kerja Ditunda Jadi 9 Maret

Sidang Perkara Pengujian Perppu Cipta Kerja Ditunda Jadi 9 Maret

by vera bebbington
2 minutes read
Ketua MK Anwar Usman Foto Humas MK

ESENSI.TV - JAKARTA

Sidang Perkara Pengujian Perppu Cipta Kerja awalnya digelar pada Senin 20 Februari 2023, tetapi ditunda menjadi Kamis 9 Maret 2023.

Ketua MK Anwar Usman mengatakan menurut surat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia selaku kuasa Presiden/Pemerintah meminta untuk penundaan karena belum siap memberikan keterangan soal Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Oleh karena itu, sidang ditunda hingga Kamis, 9 Maret 2023 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengar keterangan Presiden/Pemerintah,” jelas Anwar Usman, dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung 1 MK, Jakarta, Senin (20/2/2023).

Muhammad Hafidz yang mewakili para Pemohon yang hadir dalam sidang tersebut menyatakan pemeriksaan Perppu di MK memiliki batas waktu.

Untuk itu, pemohon mengusulkan agar diberi kesempatan menghadirkan Ahli dalam Sidang Perkara Pengujian Perppu Cipta Kerja.

Merespons usulan itu, Anwar mengatakan akan membawa usulan tersebut ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Untuk sementara, sidang berikutnya tetap akan diagendakan pada Kamis, 9 Maret 2023 mendatang.

Permohonan pengujian diajukan oleh Hasrul Buamona (Dosen Hukum Kesehatan/Pemohon I) dan Siti Badriyah (Pengurus Migrant Care).

Kemudian, Harseto Setyadi Rajah (Konsultan Hukum) dan Jati Puji Santoro (Wiraswasta) dan Syaloom Mega G. Matitaputty (Mahasiswa FH Usahid).

Baca Juga  Benarkah Kaesang Pangarep, Ingin Terjun ke Dunia Politik Ikuti Jejak Sang Ayah dan Kakak?

Ananda Luthfia Rahmadhani (Mahasiswa FH Usahid), Wenda Yunaldi, Muhammad Saleh dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) (Pemohon IX).

Perppu Nomor 2 Tahun 2022

Data MK menyebutkan para pemohon mengatakan Perpu Cipker tersebut tertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945 serta Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan Nomor 91/PUU-XVII/2020.

Menurut para Pemohon, subjektivitas Presiden untuk menerbitkan Perpu harus didasarkan pada keadaan yang objektif.

Apabila diukur dari tiga tolok ukur, keberadaan Perpu ini tidak memenuhi syarat karena selama ini Pemerintah menggunakan UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) untuk melaksanakan kebutuhan mendesak dalam penyelesaian masalah hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya, dan selama ini tidak terjadi kekosongan hukum.

Sementara itu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 menyebutkan 55 Pasal yang terdapat pada Perpu 2/2022 bertentangan dengan UUD 1945.

Menurutnya, norma yang terdapat pada Perpu tersebut menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaterkini
#beritaviral

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life