Home » Survei Literasi: Hampir Separuh Masyarakat Indonesia Melek Jasa Keuangan

Survei Literasi: Hampir Separuh Masyarakat Indonesia Melek Jasa Keuangan

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Ilustrasi pinjaman online (pinjol). Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

Kasus pinjaman online (pinjol) semakin marak terjadi. Mulai dari intimidasi dari penagih utang (debt collector) hingga perhitungan bunga yang tidak masuk akal karena terlalu tinggi. Kabarnya ada kasus yang nilai pinjaman Rp2 juta, terpaksa menjual rumah untuk bisa melunasi pokok dan lonjakan bunganya.

Data Satgas Waspada Investasi per September 2022 telah menemukan 18 entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin dan 105 platform pinjaman online ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat. Jika diakumulasi, sejak tahun 2018 hingga September 2022, jumlah platform pinjol ilegal yang telah ditutup sebanyak 4.265 perusahaan.

Bagaimana dengan pembaca esensi.tv, apakah sudah pernah menjadi korbank pinjol? Atau justeru menjadi pelaku kejahatan pinjaman online? Semoga bukan.

Pelaku kejahatan jasa keuangan memang harus diberantas oleh Pemerintah dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan, Kepolisian, Kementerian Informasi dan Komunikasi hingga semua lembaga yang terlibat dalam izin, pengoperasian, pengawasan dan penegakan hukumnya.

Namun, ada satu hal yang sangat penting dengan maraknya kejahatan keuangan, yaitu tingkat literasi keuangan masyarakat alias seberapa besar pemahaman masyarakat terhadap produk investasi dan layanan jasa keuangan lainnya.

Literasi keuangan yang tinggi, setidaknya pada taraf memadai, akan memberikan perlindungan kuat bagi masyarakat karena dengan mengenali dan memahami produk yang ditawarkan, masyarakat tidak akan mudah tertipu. Lantas, bagaimana posisi literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini?

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang digelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen. Angka ini naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen.

Sementara itu, indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10 persen meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019, yaitu 76,19 persen. Angka ini menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen di tahun 2022.

SNLIK 2022 dilaksanakan mulai Juli hingga September 2022 di 34 provinsi yang mencakup 76 kota/kabupaten dengan jumlah responden sebanyak 14.634 orang yang berusia antara 15 hingga 79 tahun. Parameter survei adalah pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku, sementara indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage).

Baca Juga  OJK Sebut Ada 11 Perusahaan Asuransi Dalam Pengawasan Khusus

Dari sisi gender, untuk pertama kalinya, indeks literasi keuangan perempuan lebih tinggi yakni sebesar 50,33 persen dibanding laki-laki 49,05 persen.

Tahun 2020 hingga 2022, OJK menjadikan perempuan sebagai sasaran prioritas dalam arah strategis literasi keuangan. Di sisi lain, indeks inklusi keuangan laki–laki lebih tinggi yakni sebesar 86,28 persen, dibandingkan indeks inklusi keuangan perempuan di angka 83,88 persen.

Indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing sebesar 50,52 persen dan 86,73 persen, lebih tinggi dibandingkan di wilayah perdesaan yakni sebesar 48,43 persen dan 82,69 persen.

Namun demikian, gap indeks literasi keuangan semakin mengecil dari 6,88 persen di tahun 2019 menjadi 2,10 persen di tahun 2022 dan gap indeks inklusi keuangan juga semakin mengecil dari 15,11 persen di tahun 2019 menjadi 4,04 persen di tahun 2022.

Laporan OJK menunjukkan pandemi di awal tahun 2020 menjadi salah satu pendorong untuk mengakselerasi transformasi digital dalam edukasi keuangan yang memungkinkan edukasi keuangan dilakukan secara lebih masif dan borderless.

Dari hasil survei terakhir OJK ini, diketahui bahwa 49,68 persen dari penduduk berusia 15 tahun hingga 79 tahun sudah melek informasi soal jasa keuangan. Naik cukup tajam angkanya dari kondisi di tahun 2019 yang hanya 38,03 persen.

Itu artinya hampir 50 persen masyarakat sebenarnya sudah paham soal produk keuangan. Lebih dalam lagi, hampir separuh masyarakat mampu memahami pro dan kontra dari suatu keputusan keuangan, pertimbangan biaya dan dengan percaya diri memutuskan apa yang harus dilakukan.

Ini kabar gembira. Semoga peningkatan indeks literasi keuangan ini, berjalan seiring dengan penurunan jumlah korban pinjaman online dan layanan jasa keuangan ilegal lain. Jangan hanya sebatas data statistik di atas kertas.*

ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life