Home » Ternyata 4 Tantangan Ini Jadi Kendala Kemnaker Turunkan Angka Pengangguran

Ternyata 4 Tantangan Ini Jadi Kendala Kemnaker Turunkan Angka Pengangguran

by Junita Ariani
2 minutes read
menaker1 1

ESENSI.TV - BOGOR

Hingga saat ini pendidikan yang rendah menjadi salah satu tantangan yang dihadapi para pencari kerja. Dan, kondisi itu diperparah lagi dengan rendahya kompetensi yang dimiliki.

“Hal itu jugalah yang mengakibatkan pemerintah kesulitan dalam menurunkan angka pengangguran di Indonesia,” sebut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah saat menjadi narasumber  dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Kordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023).

Dalam Rakornas yang bertema ‘Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Pengurangan Angka Pengangguran’ ini Menaker Ida, mengatakan ada empat tantangan yang mereka hadapi dalam menurunkan angka pengagguran.

Pertama, adalah pengangguran yang mengalami hopeless of job atau pengangguran yang merasa tak mungkin memperoleh pekerjaan. Dari total 8,4 juta orang pengangguran, kata Ida Fauziyah, sebanyak 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job.

“Dan, dari 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi hopeless of job tersebut, sekitar 76,90 persen berpendidikan rendah, yakni lulusan SMP ke bawah,” terangnya.

Jadi, karena tingkat pendidikan rendah, kata Menaker Ida, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka.

Baca Juga  Kemnaker Dorong Organisasi Kedepankankan Produktivitas

Tantangan di Sektor Formal dan Nilai Budaya Kerja Baru

Tantangan kedua dalam menurunkan jumlah pengangguran lanjut Ida Fauziyah, adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal. Tantangan ketiga adanya nilai budaya kerja baru.

“Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment,” kata Ida Fauziyah.

Tantangan keempat lanjut Ida Fauziyah, yakni risiko mismatched (ketidaksesuaian antara supply and demand) akibat digitalisasi.

“Digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel,” ujarnya.

Ida Fauziyah menambahkan kunci untuk mengatasi pengangguran di pasar kerja yakni menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif.

“Kemnaker telah membuat kebijakan Active Labour Market Policy (AMLP) untuk menciptakan pasar kerja yang inklusif dan penurunan pengangguran,” ujarnya. *

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life