Home » Upaya Penyelamatan PRT dari Perbudakan Menunggu Kick Off DPR RI

Upaya Penyelamatan PRT dari Perbudakan Menunggu Kick Off DPR RI

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read
dpr

ESENSI.TV - JAKARTA

Pekan ini, Indonesia akan memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional, tepatnya tanggal 15 Februari 2023.

Akankah mereka mendapatkan hadiah dalam bentuk Undang Undang PPRT di hari ulang tahun kali ini?

Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional adalah Hari Indonesia Mengenang Tragedi PRT Sunarsih yang Kelaparan & Disiksa Pemberi Kerja Hingga Meninggal.

Peristiwa tragis ini terjadi 22 tahun lalu, yaitu pada Februari 2011 di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum dan sesudah Surnarsih, telah terjadi dan masih banyak bermunculan ribuan wajah-wajah Sunarsih yang lain.

Mereka kelaparan dan kesakitan dalam berkerja hingga berakibat pada berkurang atau tidak berfungsinya organ, serta kehilangan nyawa.

Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat hingga tahun 2023, setidaknya ada 2.641 kasus kekerasan yang dialami PRT.

Dari jumlah itu, sebannyak 79% di antaranya tidak bisa menyampaikan situasi mereka.

Kondisi ini terjadi karena akses komunikasi ditutup, intensitas kekerasan meningkat hingga berhadapan dengan keadaan berbahaya dan fatal.

Dalam risiko pekerjaan yang relatif tinggi, hingga saat ini, profesi Pekerja Rumah Tangga belum mendapatkan perlindungan secara hukum.

Padahal, sama seperti buruh pabrik, karyawan di bank, dokter di rumah sakit atau profesi lainnya, mereka juga mengeluarkan jasa, tenaga, waktu dan pikiran untuk bekerja.

Sudah seharusnya PRT mendapatkan kepastian upah dan hak-hak mereka selama bekerja dan diatur dalam Undang Undang, seperti profesi lain.

Sehingga imbal jasa dan perlindungan yang mereka terima tidak tergantung kepada keikhlasan si pemberi kerja atau majikan.

Bahkan perlindungan PRT dari segi hukum seharusnya lebih kuat.

Dari sisi wawasan dan posisi tawar bisanya mereka lebih lemah, sehigga negara perlu melindungi.

Apalagi mereka bekerja di ruang pribadi atau rumah tangga, bukan di ruang publik yang mudah dipantau.

Komitmen Pemerintah

Jika kita mundur sedikit, dorongan untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT menjadi Undang Undang, tidak hanya datang dari koalisi masyarakat, tetapi juga dari Pemerintan.

Pada Agustus 2022, Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PPRT.

Namun, hingga saat ini Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PPRT belum menunjukkan kinerjanya.

Kemudian, harapan baru muncul ketika pada tanggal 18 Januari 2023.

Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan pers di Istana Merdeka khusus soal RUU PPRT.

“Saya dan Pemerintah berkomitmen dan berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga,” jelasnya.

Jokowi mengatakan jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta jiwa dan rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.

Hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga.

RUU PPRT sudah masuk dalam daftar RUU prioritas di tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR.

“Untuk mempercepat penetapan undang-undang PPRT ini, saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Menteri Ketenagakerjaan, untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” jelasnya.

Proses Pengesahan RUU di DPR RI

Sehari setelah pernyataan Presiden, Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku telah menerima banyak masukan dari berbagai elemen selama proses pembahasan RUU PPRT.

Namun, dia mengatakan belum menerima laporan pembahasan substansi RUU PPRT, baik dari komisi terkait, maupun Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Puan mengatakan Pemerintah dan semua pihak perlu tetap menghargai proses tahapan pengesahan RUU menjadi UU di DPR RI.

“Hal ini penting demi terciptanya payung hukum yang komprehensif, tidak hanya untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT), akan tetapi juga Pekerja Migran Indonesia (PMI),” jelas Puan, seperti dilansir dari Parlementaria, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga  Ini 4 Pokok Pikiran RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR RI

Pernyataan ini menulai respons dari masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk menarik perhatian DPR RI agar segera mensahkan RUU PPRT.

Pekan lalu, Rabu (8/2/2023), Aksi Rabuan digelar di depan Gedung DPR, Senayan Jakarta. Puluhan PRT yang tergabung dalam Serikat PRT Sapulidi menggelar aksi lebam.

“Aksi menggambarkan potret lebam pekerja rumah tangga yang mendapat kekerasan dan tidak terlihat oleh publik,” jelas Lita Anggraini, Koordinator Nasional JALA PRT.

Sebagai bagian dari Koalisi sipil untuk RUU PPRT, Pemred Konde.co, Luviana, mengemukakan RUU PPRT didesain untuk melindungi para pekerja rumah tangga dari tindakan kekerasan dan perbuatan tidak senonoh lainnya.

Secara nasional, PRT merupakan kontribusi dalam mengurangi tingginya angka pengangguran, sehingga Pemerintah diuntungkan dengan adanya PRT.

PRT Soko Guru Ekonomi Lokal

PRT merupakan soko guru perekonomian lokal, nasional dan global. Juga invisible hand alias tangan tidak terlihat yang selama ini membuat aktivitas publik di semua sektor berjalan.

“Karena itu undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga harus segera diwujudkan,” jelas Luviana, dalam acara Workshop PRT Bagi Jurnalis, Kamis (9/2/23) siang.

Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) juga tidak ketinggalan.

Berdasarkan kajian tahun 2021, Komnas HAM berkesimpulan bahwa untuk mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak PRT, perlu ada regulasi dalam bentuk Undang Undang.

Kehadiran sebuah UU Perlindungan PRT akan memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja.

Undang Undang PRT juga akan dapat mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi dan pelecehan terhadap PRT.

UU PRT mengatur hubungan kerja yang harmonis dengan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan dan keadilan.

Kemudian, meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan PRT, serta meningkatkan kesejahteraan PRT.

“Komnas HAM mendukung percepatan pengesahan RUU PPRT yang berlandaskan pada penghormatan hak asasi manusia,” jelas Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM, dalam siaran persnya dari kegiatan Pawai HAM Mendukung Percepatan RUU PPRT, di Kawsan CFD, Jakarta Pusat, Minggu (12/2/2023).

Menko Polhukam Mahfud MD yang juga menghadiri acara itu, mengatakan RUU PPRT adalah utang DPR RI dan Pemerintah yang harus dilunasi kepada rakyat sebelum tahun 2024.

Ada Apa Dengan DPR RI?

Panjangnya proses yang dibutuhkan DPR RI untuk mengesahkan RUU PPRT sejak tahun 2004 disesalkan oleh sejumlah kalangan.

Lita Anggraini, Koordinator Nasional JALA PRT, menilai jika memang ada ada alasan atau perbedaan pandangann dari DPR RI, maka sesungguhnya DPR RI bisa membahasnya bersama Pemerintah untuk mewujudkan jalan tengah bersama.

“Dengan penundaan ini berarti DPR RI telah memposisikan 4 sampai 5 juta PRT sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan dan “dianggap wajar mengalami kekerasan-perbudakan,” jelasnya.

Setiap satu hari pengesahan RUU PPRT ditunda, berarti membiarkan puluhan PRT menjadi korban kekerasan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan.

Saat ini tendangan awal (kick off) untuk menyelamatkan pekerja rumah tangga di Indonesia dari potensi maupun dari perbudakan yang telah terjadi, berada di kaki para anggota DPR RI.

Caranya, mensahkan RUU PPRT yang naskahnya sudah ada di DPR RI sejak tahun 2004 atau sejak 19 tahun lalu.

UU PRT sangat dibutuhkan sebagai tendangan awal karena setelahnya, masih menanti pekerjaan besar untuk merealisasikannya.*

Dr. Upi Isabella, M.Pd (Peneliti Bidang Pendidikan dan Sosial Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada)

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life