Humaniora

Warga Banyuroto Manfaatkan Kotoran Ternak Jadi Biogas

Marwoto (62) merupakan warga Banyuroto, Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang telah memanfaatkan kotoran ternaknya menjadi biogas selama 17 tahun terakhir. Biogas tersebut mampu menggantikan penggunaan kompor kayu atau pun elpiji.

Bahkan, berkat menggunakan biogas, Marwoto tak pernah merasakan ketergantungan terhadap penggunaan elpiji.

Dikutip dari kompas.com desa itu terletak di lereng Merbabu, tepatnya Jalan Ketep-Kopeng KM 3. Sederet kebun strawberry dan lahan sayur mengelilingi jalanan desa itu.

Belum lama ini, desa tersebut menyabet penghargaan Desa Mandiri Energi (DME) Kategori Mapan. Tak hanya itu, Desa Banyuroto juga menyandang gelar Desa Program Iklim (Proklim) Kategori Lestari.

Dari total KK satu desa 1.488 KK, sebanyak 28 KK yang telah aktif memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas di rumahnya.

Desa Biogas

Kepala Desa Banyuroto, Yanto menceritakan perjalanan desanya sejak 2006 hingga sekarang dapat menyabet prestadi sebagai Desa Mandiri Energi Kategori Mapan dan Kampung Program Iklim (Proklim) Kategori Lestari.

“Kami jadi DME sejak 2021, dulu peringkat masih 4, lalu pada 2023 masuk DME Kategori Mapan (tertinggi). Kalau desa proklim pada 2019 masuk kategori utama, kemudian pada 2022 naik level jadi kategori lestari,” kata Yanto.

Kronologis

Awalnya pada 2006 Kelompok Tani Karya Makmur berencana membuat laboratorium agribisnis. Inisiatif penggunaan biogas itu muncul lantaran warga desa terus mengambil kayu bakar untuk menyalakan kompor setiap hari. Mereka mengkhawatiran kondisi hutan dan pepohonan di sekitarnya. Lalu memulai pemasangan sejumlah biodigester di beberapa rumah warga.

“Di sini banyak potensi ternak, ada sekitar 1.000, selama ini cuma dipakai sebagai pupuk kendang. Padahal, kalau diolah jadi biogas, bisa jadi pengganti kayu bakar, kayu di hutan pun terjaga,” ungkap Yanto.

Dia mengatakan, warga yang kebanyakan memiliki hewan ternak itu sangat tertarik dengan instalasi biodigester untuk mengolah kotoran ternak menghasilkan biogas. Namun, lantaran biaya yang relatif mahal, mereka mengurungkan niatnya.

“Sebenarnya masyarakat tertarik, tapi terkendala pembiayaan alat paling kecil itu sekitar Rp 10 juta-Rp 15 juta, jadi masih dikesampingkan,” tutur dia.

Padahal, dari segi ekonomi, menurutnya setiap KK dapat mengirit pemakaian sekitar empat tabung elpiji atau setara dengan Rp 100.000 bila memanfaatkan biogas.

Di samping itu, pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas itu juga menjadi bentuk tanggung jawab warga setempat lantaran telah menyebabkan timbulan gas metan dari kegiatan peternakan.

Sehingga program itu dinilai tepat bagi masyarakat untuk andil memperlambat pemanasan global dan terjadinya krisis iklim.

“Saat ini, ada tiga jenis instalasi biodigester. Paling kecil berukuran 4 m3 dapat dipakai meski hanya punya satu sapi, lalu sedang berukuran 9 m3 paling tidak 3-4 ekor sapi, dan paling besar 20 m3 butuh kotoran lebih dari 5 sapi,” ujarnya.

Sampai sekarang pihaknya telah memasang 18 unit yang tersebar di rumah warga di enam dusun, yakni; Banyuroto, Garon, Grintingan, Kenayan, Sobleman dan Suwanting. Paling banyak menggunakan biodigester.

“Tahun ini kita menambah 17 unit biodigester untuk dipasang. Di awal masa jabatan (Kades) saya menargetkan bisa melakukan instalasi 100 unit hingga 2026, tapi kemarin anggaran sempat terkendala Covid-19,” tuturnya.

Sementara pembiayaan instalasi disubsidi dari dana desa, bantuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, dan Yayasan Rumah Negeri dari pihak swasta.

“Kami sangat beruntung, kemarin saat ikut event Desa Mandiri Energi bertemu dengan Yayasan Tumah Negeri. Akhirnya mereka mau membantu mensubsidi kami untuk instalasi di rumah warga,” kata Kades yang menjabat sejak 2007 itu.

Kadus Dusun Garon, Yudi (40) merasakan bantuan instalasi biodigester itu pada 1,5 tahun lalu.

Ia mendapat bantuan Yayasan Rumah Negeri sebanyak Rp 3 juta, dana desa Rp 5 juta dan swadaya atau biaya pribadi Rp 2 juta.

Yudi memanfaatkan lahan seluas 2×4 meter di belakang kendang sapi untuk memasang biodigester. Sehingga alat dipasang di luar rumah.

Kemudian hasil olahan gas disalurkan melalui pipa sepanjang kurang lebih 50 meter. Dengan memasang alat berukuran terkecil, dapat Yudi gunakan untuk menyalakan dua unit kompor di rumahnya.

Ia harap, warga lainnya juga dapat merasakan manfaat serupa dan menerima subsidi sepertinya.

 

Editor : Farahdama A.P

Lyta Permatasari

Recent Posts

Sekjend Gerindra: Semoga Warteg Kecipratan Program Makan Siang Gratis

SEKRETARIS Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani menghadiri acara halalbihalal bersama Ikatan Keluarga Besar Tegal…

19 mins ago

Jasa Raharja Pastikan Beri Santunan Seluruh Korban Kecelakaan Maut di Subang

SEBANYAK 11 orang dilapotkan meninggal dalam kecelakaan maut terjadi di Jalan Raya Kampung Palasari, Desa…

44 mins ago

Kepercayaan Publik Terhadap KPK Terus Menurun

Direktur Eksekutif Indikator Politik, Prof. Burhanuddin Muhtadi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan kepercayaan publik…

45 mins ago

Korban Meninggal Pascabanjir Bandang Agam Sumbar Jadi 19 Orang, Hilang 2 Jiwa

KORBAN meninggal dunia akibat banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang Kabupaten Agam, Sumatra Barat,…

59 mins ago

Banjir Lahar Dingin Tanah Datar Sumbar: Meninggal 13, Hilang 7 Orang

Tim pencarian dan pertolongan gabungan menemukan kembali korban bencana banjir lahar dingin Tanah Datar, Sumatera…

2 hours ago

Pemerhati Pendidikan: Komite Sekolah Harus Bertanggungjawab untuk Perjalanan Wisata Siswa

Pemerhati Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Upi Isabella Rea meminta agar setiap komite…

2 hours ago