Home » Waspada Penyakit Leptospirosis Ada di Sekitarmu, Kasus Kematian Meningkat

Waspada Penyakit Leptospirosis Ada di Sekitarmu, Kasus Kematian Meningkat

by Junita Ariani
2 minutes read
tikus

ESENSI.TV - MEDAN

Di Indonesia, kasus penyakit peleptospirosis cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2020 sebanyak 1.170 kasus dengan 106 kematian.”

Angka persentase kematian atau Case Fatality Rate (CFR) 9,06%. Jauh lebih tinggi dari angka kematian akibat COVID-19.

Lantas apakah penyakit leptospirosis itu? Dan, dari mana sumber penyakit berbahaya itu?

Menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut leptospira.

“Leptospirosis pertama kali dilaporkan pada 1886 oleh Adolf Weil. Sehingga disebut juga sebagai penyakit atau sindrom Weil,” jelas Prof Tjandra dalam keterangan resminya, Minggu (12/3/2023) di Jakarta.

Penyakit ini kata dia, termasuk salah satu penyakit zoonosis. Penyakit yang ditularkan melalui hewan atau binatang. Diantaranya tikus melalui kotoran dan air kencingnya.

Pada musim hujan terutama saat terjadi banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri.

Tikus tersebut kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, akan berkeliaran di sekitar manusia. Di mana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut.

Seseorang yang mempunyai luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur kotoran atau kencing tikus, orang tersebut berpotensi terinfeksi.

“Dan akan menjadi jatuh sakit,” jelas mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes ini.

Kasus Meningkat

Di Indonesia, kata dia, kasus leptospirosis cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2020 sebanyak 1.170 kasus dengan 106 kematian. Angka persentase kematian (CFR) 9,06%. Jauh lebih tinggi dari angka kematian akibat COVID-19.

Kemudian, tahun 2021, kasus leptospirosis sebanyak 736 kasus dengan 84 kematian (CFR 11,41 %). Dan pada tahun 2022 berdasarkan laporan dari 11 provinsi terdapat 1.408 kasus Leptospirosis. Dengan 139 orang meninggal (CFR 9,87%).

Baca Juga  Mengenal Penyakit Low Back Pain, Penyebab dan Cara Mengatasi

“Sementara di awal tahun 2023 (Januari – Maret 2023) beberapa daerah sudah melaporkan adanya peningkatan kasus
leptospirosis,” ungkap Prof Tjandra.

Daerah itu, yakni Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Pacitan) 114 kasus, 6 orang meninggal.  Jawa Tengah 111
kasus dengan 18 orang meninggal. DI Yogyakarta (Kabupaten Bantul) 41 kasus 7 orang meninggal.

Kemudian, Jawa Barat 9 kasus dengan 2 meninggal, Sulawesi Selatan (Kab. Pangkep) melaporkan 4 kasus 1 orang
meninggal, dan Banten 2 kasus 0 meninggal.

4 Langkah Antisipasi

Menurut Prof Tjandra, ada empat langkah antisipasi yang dapat dilakukan.

“Pertama, menekan dan menghindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar kita, dengan selalu menjaga kebersihan,” ujarnya.

Kedua, hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama jika mempunyai luka. Ketiga, menggunakan pelindung misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir.

Keempat, segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil.

“Jika terlanjur tertular, pengobatan dilakukan dengan memberikan antibiotika yang sesuai baik secara oral maupun suntikan. Antibiotika saat ini masih efektif untuk pengobatan leptospirosis,”ujarnya.

Prof Tjandra mengatakan, secara umum gejala dan tanda klinis penderita leptospirosis adalah demam mendadak. Deman dengan suhu lebih dari 38,5 derajat Celcius. Kemudian, sakit kepala, nyeri otot betis sehingga kesulitan berjalan, lemah.

Selanjutnya,, kemerahan pada selaput putih mata atau conjunctival suffusion serta kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life