Home » WEF 2023: Mengincar Proyek Investasi Kakap dan Menggalang Dukungan Geopolitik di Davos

WEF 2023: Mengincar Proyek Investasi Kakap dan Menggalang Dukungan Geopolitik di Davos

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read
WEF 2023

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

World Economic Forum (WEF) menggelar pertemuan tahunan ke-53 pekan ini, tepatnya tanggal 16 hingga 20 Januari 2023, di Davos, sebuah resort di wilayah pegunungan Alpen, Swiss.

Ajang WEF menjadi perhelatan yang paling dinanti oleh perusahaan, investor, pemerintah hingga organisasi nirlaba dari seluruh dunia. Kontrak proyek-proyek ekonomi kakap hingga menggalang dukungan soal isu geopolitik dihasilkan melalui lobi-lobi di pertemuan itu.

Saat membuka acara, Senin (16/1/2023) lalu, Pendiri dan Chairperson WEF Klaus Schwab mengatakan kekuatan politik, ekonomi dan sosial menciptakan peningkatan fragmentasi di tingkat global dan nasional.

Klaus Schwab, sang penggagas Global Competitiveness Report yang fenomenal itu mengatakan, karena menjadi referensi bagi investor untuk memilih negara tujuan investasi. Untuk mengatasi akar penyebab erosi kepercayaan ini, dunia perlu memperkuat kerja sama. Pembangunan ekonomi perlu dibuat lebih tangguh, lebih berkelanjutan dan tidak boleh ada yang tertinggal.

Dengan mempertimbangan persoalan dunia saat ini, serta perlunya solusi jangka panjang. Pertemuan Tahunan WEF 2023, akhirnya memutuskan lima agenda pembahasan. Berikut penjelasannya.

1. Mengatasi krisis krisis energi dan pangan saat ini.

Daripada menggunakan krisis yang sedang berlangsung sebagai dalih untuk melepaskan kebijakan yang mendukung transisi ke sumber energi berkelanjutan, momen ini harus dimanfaatkan untuk mengembangkan rencana investasi infrastruktur yang lebih ambisius, komprehensif dan berkelanjutan yang membantu dunia memenuhi target 2030.

2. Mengatasi inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah dan utang sejumlah negara.

Kondisi ini terjadi setelah pandemi Covid-19 yang telah mendorong 120 juta orang tambahan ke dalam kemiskinan ekstrem dan mengungkap kekurangan dana untuk infrastruktur penting di seluruh pasar. Hal ini perlu ditata ulang dengan visi baru untuk kemakmuran dan pembangunan ekonomi.

3. Mengatasi hambatan industri dengan memanfaatkan teknologi.

Industri dipaksa untuk menilai kembali keputusan investasi, produksi dan inovasi mereka dengan munculnya Revolusi Industri Keempat (4IR), perubahan iklim dan fragmentasi geopolitik beberapa tahun terakhir. Tidak hanya untuk mendorong ketahanan hari ini, tetapi juga membentuk kesejahteraan sosial-lingkungan ekonomi masa depan.

4. Mengatasi kerentanan sosial saat ini.

Secara paralel, negara berkembang menghadapi tekanan pengangguran akibat perlambatan ekonomi, sehingga tekanan sosial meningkat. Ini membutuhkan kontrak sosial baru yang mendukung investasi dalam pendidikan, keterampilan dan jaminan kesehatan, serta meletakkan dasar bagi mobilitas sosial dan ekonomi masa depan.

5. Mengatasi risiko geopolitik melalui dialog dan kerja sama.

Perlu dibangun sistem yang membawa keuntungan bersama. Perdagangan telah digunakan sebagai senjata untuk menghukum lawan. Demikian juga isu lain, seperti perubahan iklim yang berisiko menjadi garis depan persaingan. Baling-baling geopolitik berubah dari kerja sama menjadi kompetisi.

Rombongan Delegasi Indonesia

Tahun ini, pertemuan WEF akan dihadiri oleh lebih dari 2.700 pemimpin dari 130 negara, terdiri dari bos-bos perusahaan kakap multinasional. Selama 5 hari perhelatannya, juga berseliweran 52 Kepala Negara yang bertatap muka di Davos.

Indonesia termasuk negara yang setiap tahun mengirimkan delegasinya karena mengincar manfaat dari pertemuan ini. Kali ini, rombongan Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Indonesia membuka Pavilion khusus di Davos. Dari sana, para utusan Indonesia membuka penawaran peluang investasi ekonomi hijau kepada para investor untuk menggarap potensi energi terbarukan atau renewable energy mencapai 437,4 giga watt (GW).

Luhut juga menawarkan investasi pengembangan etanol dari minyak sawit mentah (CPO), sejalan dengan rencana Pemerintah mengalokasikan 70 produksi CPO untuk menghasilkan etanol dan 30 persen untuk kebutuhan pangan di masa mendatang.

Sedangkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menggalang kekuatan Indonesia di kancah internasional dan global, antara lain mengajak United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) mendukung Keketuaan Indonesia untuk Asean pada 2023.

Baca Juga  Ip Man (2008): Keanggunan dan Kebijaksanaan dalam Adegan Pertarungan

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dalam sesi workshop berjudul “Fast Tracking Energy Transition Investment in Developing Economies”, Selasa (17/1/2023) memaparkan agenda Indonesia dalam transisi energi di WEF 2023.

Tahun-tahun berlalu, tetapi komitmen kami, Pemerintah Indonesia, tetap sama. Indonesia menargetkan mencapai target net zero emission atau netralitas nol karbon paling lambat tahun 2060 mendatang.

Hasil sementara bagi Indonesia, CEO Badische Anilin- und Soda-Fabrik (BASF) Martin Brudermüller menyatakan komitmennya untuk segera merealisasikan Proyek Sonic Bay, yaitu pembangunan pabrik pemurnian (smelter) bijih nikel di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara senilai 2,4 miliar euro atau hampir Rp40 triliun.

Ini kabar baik bagi delegasi Indonesia. Namun, selain itu, masih banyak kesempatan untuk bertemu dan berbincang dengan para peserta lain. Tidak tanggung-tanggung, semua peserta adalah pengambil keputusan di negaranya atau di perusahaannya masing-masing.

Dihadiri Kepala Negara

Jika membidik proyek dari Eropa, ada Presiden Konfererasi Swiss Alain Berset, Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo, Presiden Polandia Andrzej Duda, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde dan Perdana Menteri Finland Sanna Marin.

Benua Biru juga mengirimkan Presiden Parlemen Eropa Roberta Metsola, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez.

Selanjutnya, Presiden Republik Moldova Maia Sandu, Konselor Federal Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Irlandia Leo Varadkar, Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Serbia Aleksandar Vučić.

Dari Benua Amerika ada Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Kanada Chrystia Freeland, Direktur Badan Inteligen Nasional Amerika Serikat Avril Haines, Utusan Presiden AS untuk Iklim John F Kerry, Perwakilan Dagang AS Katherine Tai, serta Presiden Kolombia Gustavo Francisco Petro Urrego dan Menteri Tenaga Kerja AS Martin J Walsh.

Tidak ketinggalan dari Afrika ada Kepala Pemerintahan Maroko Aziz Akhannouch, Perdana Menteri Tunisia Najla Bouden, Presiden Tanzania Samia SuluhuHassan, serta Presiden Republik Demokratik Kongo Félix Tshisekedi.

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyatakan tidak bisa hadir karena sedang mengalami krisis energi. Dari Asia, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Presiden Filipina Ferdinand Marcos, Jr dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol.

Pemimpin organsiasi nirrlaba internasional juga meramaikan acara ini, yaitu Direktur Eksekutif International Energy Agency Fatih Birol, serta Presiden Komite Palang Merah Internasional Mirjana Spoljaric Egger.

Hadir juga Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres, Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva dan Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Direktur Jenderal World Trade Organization (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell dan Sekretaris Jenderal North Atlantic Treaty Organization (Pakta Pertahanan Atlantik Utara/NATO) Jens Stoltenberg.

Para peserta juga akan dapat menikmati seminar berisi pandangan dari akademisi, peneliti dan perwakilan dari kalangan anak muda, seperti Global Innovators and Technology Pioneers, Community of Global Shapers, Forum of Young Global Leaders dan Schwab Foundation for Social Entrepreneurship.

WEF adalah organisasi non-pemerintah dan lobi internasional, berkantor pusat di Jenewa, Swiss, didirikan oleh ekonomi Jerman Klaus Schwab, tanggal 24 Januari 1971 dengan nama European Management Forum. Kemudian, berganti nama menjadi WEF tahun 1987.

Semoga saja, semua negara mendapatkan manfaat dari pertemuan ini, termasuk Indonesia dengan misi menggalang investasi untuk energi terbarukan, hilirisasi komoditas tambang, investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN), serta mencari dukungan untuk bisa unjuk gigi di forum internasional.*

Hanan Setya Nugraha, M.Sc (Pengamat Geopolitik Global UNS)
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life