Home » Buntut Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Anwar Usman Dilaporkan ke Dewan Etik MK

Buntut Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Anwar Usman Dilaporkan ke Dewan Etik MK

by Addinda Zen
2 minutes read
Anwar Usman MK

ESENSI.TV - JAKARTA

Kelompok pengacara melalui Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Anwar Usman. Hal ini merupakan buntut panjang terkait putusan MK mengenai batasan usia capres-cawapres.

Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan surat kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi, Rabu (18/10) kemarin.

“Bahwa para pelapor bersama ini hendak melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang diduga dilakukan oleh Prof. Dr. Anwar Usman, S.H.M.H. Hakim Konstitusi merangkap Ketua Mahkamah Konstitusi dan 9 hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” tertulis dalam surat yang dilayangkan tersebut.

Pada Senin (16/10) lalu, MK memutuskan seseorang yang berpengalaman memimpin sebagai kepala daerah melalui pemilihan umum yang sah, berhak mendaftar sebagai capres atau cawapres. Terlepas dari usia yang masih di bawah 40 tahun. Keputusan ini dinilai melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Keputusan MK ini kemudian menimbulkan banyak polemik dan dugaan kepentingan tertentu. Berbagai spekulasi muncul setelah keputusan ini. MK diduga bertujuan memuluskan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming untuk mendaftar sebagai cawapres di Pilpres 2024 mendatang.

Gibran sendiri masih berusia 35 tahun dan saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo. Gibran disebut-sebut berencana maju sebagai cawapres, tetapi terhambat aturan batas usia sebelumnya.

Dugaan ini semakin kuat, setelah tersiar kabar bahwa Anwar Usman masih memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo. Anwar Usman diketahui adalah adik ipar Presiden Joko Widodo. Meski begitu, ia menegaskan hubungan ini tidak mempengaruhi keputusannya.

Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo enggan memberikan pendapatnya lebih lanjut. Ia khawatir pendapatnya akan mencampuri kewenangan yudikatif.

“Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalahmengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif,” ujarnya di kanal resmi Sekretariat Presiden, Selasa (17/10).

Baca Juga  Bertemu Dubes PEA, Presiden Berharap Finalisasi Ratifikasi Indonesia-UAE Selesai Akhir Tahun

Beda Pendapat Hakim MK

Keputusan ini mendapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari tiga hakim konstitusi. Adapun ketiga hakim tersebut adalah Wakil Ketua MK, Saldi Isra, Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams.

Saldi Isra menyampaikan, Putusan Nomor 90-91/PUU-XXI/2023 sebagai peristiwa “aneh” yang “luar biasa” dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Ia juga menyebut, Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat.

“Padahal, sadar atau tidak, ketiga Putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari.” ujarnya, dikutip dari laman resmi MK.

Arief Hidayat pun menambahkan, ada tiga kejanggalan dari lima perkara yang menguji aturan batas usia capres dan cawapres. Tiga keganjilan tersebut, yakni penjadwalan sidang yang terkesan lama dan tertunda. Kedua, pembahasan dalam RPH. Ketiga, Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 ditarik tetapi tetap dilanjutkan.

Wahiduddin Adams menegaskan, jika Mahkamah mengabulkan permohonan ini, baik seluruhnya maupun sebagian, maka yang sejatinya terjadi adalah Mahkamah melakukan praktik yang lazim dikenal sebagai “legislating or governing from the bench“. Tanpa didukung dengan alasan-alasan konstitusional yang cukup (sufficient reason) dalam batas penalaran yang wajar.

Saat ini, MK mengaku pihaknya sudah meneruskan laporan dari Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) atas Anwar Usman untuk diproses.

“Laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik kita terima, kita administrasikan, dan kita sampaikan kepada Pimpinan. Seiring berprosesnya pembentukan MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) yang saat ini dilakukan,” jelas Juru Bicara MK, Fajar Laksono, dikutip dari Detiknews.

 

 

Editor: Dimas Adi Putra

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life