78 Tahun Merdeka, Indonesia Masih Miskin?
Kemiskinan masih melanda negara Indonesia. Meski sudah 78 tahun merdeka, mereka yang serba kekurangan semakin banyak jumlahnya. Pengamen, pengemis, bahkan mereka yang tidak memiliki tempat tinggal terus-menerus dijumpai.
Tidak hanya itu, mereka yang serba kekurangan tentu kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mirisnya, untuk merawat anak sendiri pun mereka kesusahan karena terbatasnya pemasukan untuk sekedar membelikan susu dan makanan yang layak konsumsi oleh anaknya.
Hal ini tak jarang menyebabkan mereka sakit-sakitan, gizi buruk, dan berujung tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. 78 Kemerdekaan Indonesia, namun jiwa mereka belum merdeka. Peristiwa ini pun menarik perhatian orang banyak, khususnya seorang penyair yang bernama Gus Nas.
Profil Penulis Gus Nas
M. Nasruddin Anshoriy atau biasa disebut Gus Nas Jogja adalah seorang budayawan yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Ilmu Giri Yogyakarta. Selain kiyai dia juga seorang penulis dan pelukis.
Gus Nas banyak dikenal oleh tokoh-tokoh nasional di negeri ini. Tidak hanya artis, politisi, pengusaha, maupun seniman mengenalinya. Dia banyak mengoleksi lukisan-lukisan langka dari para maestro.
Gus Nas telah menorehkan banyak sekali karya-karya yang menarik dalam bait-bait puisi. Beberapa diantaranya seperti Tong Kosong Reformasi, Semesta Bertakbir, Air Mata Sudan, dan beberapa karya lainnya.
Presiden Ke-4 Republik Indonesia, Gus Dur bahkan memujinya dan berkata bahwa ia adalah seorang multi talenta. Hal ini dikarenakan bakat alami yang dimilikinya.
Berikut adalah bukti kesedihan yang dirasakan Gus Nas akan kekurangan dari masyarakat Indonesia meski sudah merdeka.
ELEGI KEMERDEKAAN
Sesekali berbaringlah di emper toko
Menggelar tikar tafakur di trotoar jalanan
Dengarkan gema doa dari kedalaman kalbu
Pekik merdeka
Gemercik cinta yang meleleh di sudut mata
Kemiskinan itu terdengar riuh dan gaduh
78 tahun menggantung cita-cita
Menggantang mimpi di cakrawala
Gizi buruk dan stunting
Membanting piring keimanan
Menelantarkan sisa-sisa jelaga dan kepalsuan di tengkorak kepala
Sesekali berbaringlah di lembah kemelaratan
Jauh dari gemerlap pesta dan parfum impor
Lalu sembelihlah cemburu dari lubuk hati
Adakah kibaran Merah Putih melambai di sana?
Di gerbong terakhir kereta cepat kolonialisme
Lokomotif kapitalisme terus melaju
Berpeganglah erat-erat pada takdirmu sendiri
Tak perlu menuding dan memaki kanan dan kiri
Gus Nas Jogja, 9 Agustus 2023
Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen