Home » Kasus RAT Dan Momentum Pembuktian Terbalik Harta Pejabat

Kasus RAT Dan Momentum Pembuktian Terbalik Harta Pejabat

by Administrator Esensi
3 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Seperti menjemput takdir, Rafael Alun Trisambodo atau RAT, mantan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/4/2023). Pada akhirnya Rafael tak mampu menjelaskan miliaran rupiah kekayaannya berasal dari sumber yang sah.

Awal Mula Terungkapnya Kasus RAT

Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers mengatakan, KPK memiliki bukti kuat tindak pidana korupsi yang dilakukan RAT berupa penerimaan gratifikasi. Seperti diketahui, masalah korupsi RAT ini mencuat akibat dipicu kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satriyo (20), terhadap Cristalino David Ozora (17) anak Pengurus Pusat GP Ansor, Jonathan Latuhamina, pada 20 Februari 2023.

Kekayaan RAT terungkap setelah anaknya Mario kerap memamerkan kekayaan atau flexing di media sosial tiktok dan instagram. Inilah yang memicu kecurigaan netizen terhadap asal muasal harta yang sering dipamerkan Mario, terlebih diketahui ayahnya hanyalah seorang ASN.

Seiring dengan itu, terkuak pula identitas sang ayah, RAT. Masyarakat lalu mengedarkan nama dan jabatan RAT di media sosial hingga akhirnya sampai ke harta kekayaannya dalam LHKPN 2021 yang mencapai Rp 56,1 miliar. Harta itu lebih tinggi dari harta bosnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo Rp 14,45 miliar.

Respons Kemenkeu Terhadap Kasus RAT

Kemenkeu langsung merespons kejadian itu dan melakukan pemeriksaan terhadap RAT. Yang bersangkutan dicopot dari posisinya sebagai Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta II. Namun, ia masih berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan menerima gaji.

Kasus gratifikasi RAT sendiri mulai terendus sejak 1 Maret 2023 lalu dimana KPK memanggil RATuntuk dimintai klarifikasi terhadap harta kekayaannya itu. Surat pemanggilan terhadapnya telah disampaikan sejak 27 Maret 2023 oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut memblokir 40 rekening yang terkait dengan RAT dan keluarganya selama proses pemeriksaan. Diketahui ada total nilai transaksi dalam rekening itu yang telah dicatat PPATK mencapai Rp 500 miliar selama periode 2019-2023.

Pemeriksaan selanjutnya, KPK menaikkan status pemeriksaan RAT ke tahap penyidikan pada 30 Maret 2023. Lantas pada tanggal 3 April 2023, RAT keluar dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan KPK dan ditampilkan di ruang konferensi pers oleh Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Juga  Guys Calon Pekerja Magang Sudah Bisa Ajukan KUR Lho, Ini Caranya!

Salah satu modus RAT adalah pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya. Dimana RAT merekomendasikan wajib pajak untuk menggunakan jasa PT AME (Artha Mega Ekadhana) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

“Setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, RAT diduga aktif merekomendasikan PT AME,” tutur Firli.

Pembuktian Harta Pejabat

Ada beberapa hal yang membuat kasus RAT bisa terungkap. Salah satunya adalah rasa keingintahuan yang besar dari publik, khususnya netizen tentang kewajaran harta kekayaan seorang pejabat.

Dengan nalar kritis, akhirnya RAT bisa terjerat oleh KPK. Bisa dibayangkan bila tidak ada rasa keingintahuan netizen, maka RAT akan melenggang bebas dari kejahatan-kejahatannya selama menjadi aparat pajak.

Tentu menjadi kaya dari ASN bukanlah sebuah kejahatan. Namun yang tidak boleh adalah menjadikan jabatannya sebagai sumber menumpuk pundi kekayaan secara tidak sah. Jadi kasus RAT ini membuktikan bahwa yang tidak boleh dilakukan ASN adalah mendapatkan kekayaan dengan cara relasi kuasa, suap, korupsi, dan sebagainya.

Ide Cemerlang Ahok

Ide bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama patut untuk didengungkan ulang. Yakni pembuktian terbalik. Dimana ASN, khususnya Pajak yang memang mendapatkan remunerasi jumbo reformasi kelembagaan Kementerian Keuangan harus membuktikan dari mana asal kekayaan yang mereka miliki. Ini perlu diinformasikan ke publik.

Selama ini kewajiban pembuktian terbalik masih diterapkan pada kasus tindak pidana korupsi, pada pasal Pasal 37, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada baiknya, semangat pasal ini diterapkan pada kewajiban LHKPN, sehingga publik tidak bertanya-tanya mengapa harta seorang pejabat bisa sebesar itu.

Penerapan pembuktian terbalik harta kekayaan ASN akan efektif mencegah penyelewengan kekuasaan, karena mempersempit ruang yang bersangkutan untuk menyembunyikan hasil kejahatan. Kasus Sambo membuktikan, bagaimana dengan mudahnya aparat penegak hukum mengakali LHKPN yang sudah merupakan langkah bagus namun pasif.

Edison Sinaga, MCP (Pengamat Perpajakan Nasional)

Editor: Raja H. Napitupulu/ Nabila Tias Novrianda

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life