Anak yang memiliki kendali diri yang rendah berpotensi menjadi pelaku bullying atau pembully karena sebelumnya menjadi korban kekerasan dan menganggap dirinya selalu terancam dan biasanya bertindak menyerang sebelum diserang.
Dia juga tidak memiliki perasaan bertanggungjawab terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Serta selalu ingin mengontrol dan mendominasi dan tidak menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam.
“Sedangkan, menjadi korban bully berkaitan dengan ketidakmampuan atau kekurangan korban dari aspek fisik, psikologi, sehingga merasa dikucilkan,” seperti dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Selain itu, keluarga permisif terhadap perilaku kekerasan, yang ditunjukkan dengan orangtua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan yang agresif, serta tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik.
Teman sebaya yang menjadi supporter/penonton yang secara tidak langsung membantu pembully memperoleh dukungan kuasa, popularitas dan status.
Sekolah, lingkungan sekolah dan kebijakan sekolah mempengaruhi aktifitas, tingkah laku serta interaksi pelajar di sekolah.
Rasa aman dan dihargai merupakan dasar pencapaian akademik yang tinggi di sekolah.
Jika hal ini tidak dipenuhi maka pelajar akan bertindak mengontrol lingkungan dengan melakukan tingkah laku anti social seperti melakukan bully.
Manajemen dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah juga mengakibatkan munculnya bullying di sekolah.
Ada lagi, yaitu media massa sering menampilkan adegan kekerasan yang juga mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak dan remaja.
Untuk mencegahnya, dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying.
Kemudian, anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya.
Anak perlu kemampuan memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi (melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat).
Pencegahan melalui keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan.
Antara lain, menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama.
Pencegahan melalui sekolah juga dapat dilakukan, antara lain merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan “anti bullying”.
Upaya pencegahan melalui masyarakat dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampung (Perlindungan Anak Terintegrasi Berbasis MAsyarakat : PATBM).
Sementara itu, penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi).
Yaitu, proses intervensi yang memberikan gambaran yang jelas kepada pembully.
Bahwa tingkah laku bully adalah tingkah laku yang tidak bisa dibiarkan berlaku di sekolah.*
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang
#beritaviral
#beritaterkini
BANJIR yang melanda wilayah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur sejak Senin (13/5) berangsur surut pada…
GUNUNG Ibu yang berada di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara erupsi pada Jumat, 17 Mei…
Dunia pendidikan saat ini sedang digemparkan dengan berbagai temuan perilaku akademisi. Disebutkan, ada akademisi asal…
Kesibukan Generasi Z saat ini semakin meningkat. Durasi pekerjaan atau aktivitas yang semakin tinggi pun…
INDEKS Data Nasional (IDN) merilis hasil survei nama calon Gubernur Jawa Tengah pada Pilkada Serentak…
Udara Jakarta masuk peringkat ke-5 dunia sebagai kota yang paling polusi. Sejak hari ini, Jumat…