Perspektif

Penganiayaan Senior Mengakibatkan Santri Ini Meninggal

Dalam lingkungan sosial media, kehebohan tak terbendung menyusul berita tragis meninggalnya seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana, yang diduga menjadi korban dari kekerasan sesamanya di Pondok Pesantren (Ponpes) PPTQ Al Hanifiyyah di Mojo, Kediri, Jawa Timur. Awalnya, pihak ponpes memberitahu keluarga bahwa Bintang meninggal karena kecelakaan di kamar mandi. Namun, ketika jenazahnya tiba di kampung halamannya di Banyuwangi, fakta lain mulai terkuak.

Jenazah Bintang, yang awalnya diselimuti kain kafan, mengejutkan keluarga saat ceceran darah mulai terlihat di keranda. Didorong oleh ketidakpercayaan dan keingintahuan, keluarga meminta kain kafan dibuka, dan apa yang mereka lihat memilukan hati mereka. Tubuh Bintang penuh dengan luka lebam, jejak jeratan di lehernya, hidung yang patah, serta tanda-tanda kekerasan lainnya, termasuk bekas luka dari sundukan rokok dan luka di dada.

Menurut Pakar Anak

Peristiwa mengerikan ini menjadi sorotan masyarakat, mengundang berbagai pertanyaan tentang keamanan dan perlindungan di institusi pendidikan. Pakar anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Holy Ichda Wahyuni, menyoroti pentingnya peran pesantren dalam pendidikan tradisional dan nilai-nilai agama. Namun, dia juga menggarisbawahi betapa pentingnya transformasi budaya di dalamnya.

Menurut Holy, pemerintah, terutama Kementerian Agama, perlu lebih teliti dalam memberikan perijinan dan mengawasi kegiatan pesantren. Lebih jauh lagi, perlu ada perubahan dalam orientasi dan tradisi perkenalan bagi santri baru. Acara-acara orientasi seharusnya lebih bersifat menyenangkan dan membangun hubungan yang positif, bukan praktik intimidasi dan kekerasan oleh sesama santri senior.

Holy juga menekankan pentingnya ruang aduan bagi santri dan peranan guru konseling. Pesantren juga harus memiliki respons cepat dan sensitif terhadap masalah-masalah yang muncul di dalamnya. Dia menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi intimidasi atau kekerasan di bawah payung gurauan atau tradisi.

Perubahan budaya ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pesantren dan pemerintah, tetapi juga orang tua. Sikap mendengarkan dan responsif terhadap keluhan anak menjadi kunci dalam melindungi mereka dari situasi yang merugikan. Menerima setiap cerita anak dengan bijak dan memberikan mereka kepercayaan adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif.

Kejadian tragis kematian Bintang Balqis Maulana menjadi cambuk bagi semua pihak untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dan praktik-praktik di dalam pesantren. Harapan akan terciptanya lingkungan pendidikan yang aman, terbuka, dan mendukung semangat belajar serta tumbuh kembang setiap individu harus menjadi prioritas bersama.

 

Sumber: um-surabaya

Editor: Dimas Adi Putra

#beritaviral

#beritaterkini

Administrator Esensi

Recent Posts

Manfaat Ikan Salmon: Kekayaan Gizi yang Menyehatkan Tubuh

Ikan salmon, dengan warna merah mewah dan rasa lezatnya, bukan hanya menjadi hidangan populer di…

2 mins ago

Cuaca Buruk Ganggu Pencarian Helikopter Presiden Iran

Cuaca buruk yang terjadi belakangan ini sangat mengganggu dan berbahaya. Baru saja terjadi kecelakaan pesawat…

1 hour ago

WORLD WATER FORUM 2024 BALI: SEBUAH CATATAN PENTING

Setidaknya ada 4 poin utama yang diperjuangkan dalam World Water Forum ke-10 di Bali kali…

2 hours ago

Tips Mengisi Baterai Mobil Listrik dengan Cepat dan Efisien

Era keberlanjutan dan kesadaran lingkungan yang semakin meningkat, mendorong mobil listrik semakin menjadi pilihan populer…

2 hours ago

Pascabanjir Lahar, NaCl 3 Ton Disebar di Langit Kota Padang Sumbar

BADAN Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) kembali menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di wilayah Sumatra…

13 hours ago

Ribuan Orang Aksi Bela Palestina di Titik Nol Kilometer Yogyakarta

RIBUAN orang dari berbagai elemen seperti Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama…

14 hours ago