Home » Perkembangan Terkini Traktat Pandemi dan Amandemen Aturan Kesehatan Internasional

Perkembangan Terkini Traktat Pandemi dan Amandemen Aturan Kesehatan Internasional

by Raja H. Napitupulu
3 minutes read
Traktat

Jurnal kesehatan internasional Nature 21 Mei 2024 menurunkan artikel berjudul “A global pandemic treaty is in sight: don’t scupper it”. Artikel ini membahas tentang negosiasi alot dan panjang yang mengatur pandemi. Baik dalam bentuk persetujuan, konvensi ataupun traktat pandemi (“pandemic treaty”).

Bentuk aturan pandemi ini akan berfokus pada respon internasional yang terkoordinasi dalam menghadapi pandemi. Termasuk akses yang setara  (equitable access) untuk ketersediaan vaksin, obat dan alat diagnostik yang diperlukan.

Jikalau Traktak Pandemi ini berhasil difinalkan, maka bentuknya mungkin adalah akan seperti konvensi Persatuan Bangsa Bangsa yang lain. Keputusan dalam traktat pandemi akan dibuat dalam pertemuan berkala “conferences of the parties”. Seperti halnya “UN climate conferences”.

Pihak WHO akan bertindak sebagai sekretariat, selain berbagai fungsi lain yang kini diemban dalam kesehatan masyarakat global.

Tetapi hingga kini masih ada beberapa hal yang masih belum ada kesepakatan, seperti artikel 11,12 dan 13 dalam draft traktat pandemi ini.

Artikel 11 adalah tentang pengaturan teknologi transfer yang memungkinan negara berpenghasilan rendah dan menengah (“low- and middle-income countries -LMICs”) ketika pandemi dapat memproduksi produk kesehatan yang diperlukan. Seperti obat, vaksin dan alat tes diagnosis dalam waktu singkat, jangan sampai terlambat dan korban sudah terlanjut jatuh.

Penyerahan Sampel

Sementara kitu, artikel 12 adalah proposal dimana negara diminta segera menyerahkan sampel dan sekuen genomik dari patogen yang berpotensi pandemi. Tetapi juga perlu dibarengi dengan menerima berbagai produk kesehatan yang diperlukan untuk mengatasi pandemi dalam biaya yang terjangkau atau bahkan gratis.

Juga masih alot dibahas tentang penyerahan patogen harus diimbangi dengan teknologi transfer, sesuatu yang masih banyak mendapat tantangan dari negara-negara yang banyak melakukan riset dan produksi bahan farmakologik.

Sementara itu, artikel 13 yang juga masih alot dibahas adalah tentang negara-negara harus mempublikasikan persetujuan pembelian (“purchase agreements”). Khususnya dengan perusahaan yang memproduksi obat, vaksin dan tes diagnosis, untuk menjamin terlaksananya prinsip transparansi.

Kalau tidak ada transparansi semacam ini maka produsen dapat saja menentukan harga sesuai keinginan mereka. Sehingga nantinya hanya negara kaya yang bisa dapat produk kesehatan yang diperlukan untuk menangani pandemi.

Sementara negara berkembang akan terlantar jadinya, atau setidaknya amat lambat menerima obat dan vaksin yang diperlukan.

Proses Negosiasi

Proses negosiasi amandemen traktat pandemi ini berjalan bersama dengan pembahasan amandemen aturan kesehatan internasional (“Internasional Health Regulation – IHR”). Tampaknya sudah menemukan beberapa kesepakatan, walaupun masih ada hal penting yang tersisa.

Pada 18 Mei 2024 merupakan hari yang amat penting dalam upaya dunia membuat amandemen pernyataan resmi WHO bahkan menyebutkan telah terjadi “Ground-breaking progress.” Dan juga disebut sebagai “historic milestone for global public health.”

Tanggal 18 Mei 2024 itu merupakan hari terakhir pertemuan ke delapan “Working Group on Amendments to the International Health Regulations (2005) (WGIHR).” Telah berhasil menyepakati sebagian besar prinsip penting (“agreed in principle on a large”) amandemen IHR.

Baca Juga  Setiap 2 Menit, Seorang Wanita Meninggal Dunia Karena Kanker Serviks

Amandemen IHR yang sedang dalam pembahasan akhir di hari-hari ini sampai akhir bulan Mei ini disusun berdasar lebih dari 300 proposal yang diajukan berbagai negara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan negara-negara anggota WHO (termasuk Indonesia tentunya) untuk mempersiapkan diri. Utamanya, melakukan deteksi dan respon (“prepare for, detect and respond”) terhadap berbagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang mungkin punya dampak penularanm internasional (“Public Health Emergencies of International Concern (PHEICs)”.

Kita sudah mengetahui bahwa kalau PHEIC tidak terkendali maka akan dapat terjadi pandemi. Seperti yang sudah pernah kita semua alami dengan dampak yang dahsyat.

IHR ini sebenarnya pertama kali diadopsi oleh WHA pada 1969 yang terakhir di revisi pada 2005. Dan versi inilah yang kini masih dipakai.

Prinsip dasarnya adalah memaksimalkan upaya dunia bersama untuk memaksimalkan penanganan kejadian kesehatan masyarakat. Caranya dengan meminimalkan kemungkinan terjadinya disrupsi perjalanan dan perdagangan.

Sidang Kesehatan Dunia

Hari-hari sekarang ini dilakukan beberapa pertemuan lanjutan, sebelum akhirnya versi terakhir akan diajukan ke Sidang Kesehatan Dunia “World Health Assembly (WHA) ke-77. Dilangsungkan pada 27 Mei–1 Juni 2024 yang akan dihadiri Menteri Kesehatan dan delegasi seluruh anggota WHO. Tentunya termasuk Indonesia.

Sekarang ini WHO punya 196 anggota, yaitu 194 negara (“WHO Member States”) ditambah Liechtenstein dan Holy See. Pertemuan WHA inilah yang nanti akan membahas akhir Traktat Pandemi dan Amandemen IHR ini.

Masih akan ada negosiasi dan pembahasan, dan kita akan akan lihat apakah sesudah WHA selesai pada 1 Juni maka dunia memang sudah akan memiliki Traktat Pandemi dan Amnademen IHR. Ini amat bergantung pada negosiasi di hari-hari ini. Dan tentunya -dan utamanya- pada saat pertemuan Komisi-Komisi dan Pleno Sidang Kesehatan Dunia “World Health Assembly (WHA) ke-77, pada akhir bulan ini.

Dunia menanti, dan kita berharap agar WHA memberi yang terbaik untuk kesehatan semua kita, dan membuat dunia lebih siap menghadapi pandemi. Kita tahu bahwa akan ada berbagai wabah di waktu-waktu mendatang, dan bahkan juga akan terjadi pandemi.

Kita hanya belum tahu kapan akan terjadi, dan penyakit apa yang jadi wabah dan pandemi mendatang. Dan untuk itu kita harus siap, lebih siap dari keadaan sekarang ini.

Dengan adanya Traktat Pandemi dan Amandemen IHR maka diharapkan akan ada upaya perbaikan mekanisme internasional untuk melindungi umat manusia kini dan di masa datang terhadap berbagai kemungkinan wabah dan bahkan pandemi.

Prinsip yang selalu dipegang adalah semangat komitmen kesetaraan dan solidaritas (“equity and solidarity”) yang tentunya dengan keterjaminan kedaulatan tiap negara (“national sovereignty”).

 

Penulis: Prof Tjandra Yoga Aditama

(Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI)

(Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara)

(Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes)

(Penerima Rakyat Merdeka Award 2022 bidang Edukasi dan Literasi Kesehatan Masyarakat)

(Penerima Rekor MURI April 2024 sebagai penulis artikel COVID-19 terbanyak di media massa)

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life