Nasional

Produksi Kedelai Cenderung Menurun

Produksi kedelai merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Selain menjadi sumber protein nabati, kandungan gizi yang terdapat dalam kedelai terbilang tinggi, terutama kadar proteinnya yang mencapai 34%.

Masyarakat di Tanah Air biasanya mengolah kedelai menjadi berbagai macam hasil produk pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu dan lain-lain.

Harga kedelai pun relatif lebih murah, sehingga mengakibatkan permintaan kedelai kian meningkat.

Jika melihat manfaatnya yang bisa dijadikan bahan baku beraneka ragam kuliner, baik makanan, minuman serta sebagai penyedap penambah cita rasa, kacang kedelai juga mempunyai nilai prospek pemasaran yang sangat baik.

Adapun keunggulan lain dari kedelai yaitu dapat disimpan berbulan-bulan lamanya, asal tempat penyimpanannya memenuhi syarat dan terjaga dengan baik. Misalnya saja, kondisi gudang tidak lembab, kering, sehat, bebas hama dan penyakit.

Penyimpanan kacang kedelai ini biasanya dilakukan petani untuk memperoleh hasil yang lebih baik yaitu menunggu harga lebih menguntungkan setelah panen raya dan stok sedang melimpah.

Melansir laman resmi cybex.pertanian.go.id, bila dibandingkan dengan produksi kedelai di Amerika yang mencapai 18 kuintal/ha, produksi kedelai yang dihasilkan para petani kedelai di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu rata-rata 6-7 kuintal/ha saja.

Selain itu impor kedelai yang di lakukan Indonesia menjadi salah satu hal yang membuat pelonjakan harga kedelai di Indonesia.

Salah satu Faktor Produksi Kedelai Mahal

Salah satu faktor mahalnya harga kedelai di Indonesia saat ini karena harga impor produksi kedelai yang naik.

Dikutip dari berita Kompas.com yang tayang Minggu (3/1/2021), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang awal 2020, jumlah impor kedelai Indonesia mencapai 1,27 juta ton.

Impor dilakukan karena rendahnya produksi kedelai lokal di Indonesia.

Kepala Divisi Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Holtikultura, Intitut Pertanian Bogor Munif Ghulamahdi mengatakan rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan karena minimnya dukungan untuk petani lokal.

Menurut Munif, apabila ingin memaksimalkan produksi kedelai lokal, hal pertama yang harus dilakukan yaitu meyakinkan petani kedelai.

“Kalau ketersediaan kedelai meningkat, harganya cenderung turun, ini yang membuat para petani akhirnya tidak ingin menanam kedelai,” katanya dikutip dari Kompas.com pada Senin (21/2/2022).

Ia mengatakan turunnya harga kedelai saat ketersediaan kedelai meningkat adalah hal yang wajar, tetapi patokan harga jual cenderung turun drastis.  Hal ini membuat petani merasa tidak yakin akan sejahtera apabila menanam kedelai.

“Perlu disiasati oleh pemerintah dalam mengontrol harga kedelai supaya petani mau menanam,” katanya.

Riset Budidaya Kedelai

Munif mengatakan beberapa tahun belakangan ia dan para peneliti lainnya pernah bekerjasama dengan Kementerian Pertanian melakukan riset budidaya kedelai.

Saat itu mereka berhasil memanfaatkan sekitar 500 hektar lahan dan berhasil memperoleh sekitar 2,4 ton kedelai. Namun, sayangnya saat itu harga kedelai justru turun drastis sehingga membuat semangat petani menurun.

“Dari riset itu berhasil sampai 2,4 ton, tapi harganya turun sampai Rp 5.500 (per kilogram),” katanya.

Menurutnya, supaya produksi kedelai lokal meningkat perlu adanya edukasi dan dorongan dari pemerintah dalam bentuk tindakan kontrol harga supaya petani lokal mau menanam kedelai.

Dosen Fakultas Pertanian UGM Subejo menilai, rendahnya produksi kedelai lokal terjadi karena kedelai dinilai kurang menguntungkan dan menarik.

Secara geografis, rata-rata kapasitas produksi kedelai di Indonesia kurang dari 1,5 ton per hektar.

Angka ini dinilai kecil dibanding kedelai dari negara empat musim yang bisa memproduksi kedelai hingga dua ton per hektar.

Sejalan dengan Munif, Subejo juga menilai perlu adanya dorongan dari pemerintah dalam pengembangan kedelai untuk para petani.

Beberapa di antaranya dapat dimulai dari pembatasan impor kedelai sehingga dapat mendorong harga dan produktivitas kedelai lokal.

 

 

 

Editor: Farahdama A.P

Lyta Permatasari

Recent Posts

Bertemu Presiden Majelis Umum PBB, Jokowi Sampaikan Tiga Isu Penting Situasi Palestina

PRESIDEN Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dennis Francis…

2 hours ago

Penelitian UGM Ungkap Konten TikTok Berdampak Penurunan Daya Attention Span

TIM mahasiswa UGM Yogyakarta yang terdiri Rizqi Vazrin (Filsafat), Romdhoni Afif N (Filsafat), Radhita Z…

3 hours ago

BNPB Operasikan Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Sukseskan World Water Forum di Bali

BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mensukseskan acara World…

4 hours ago

Jokowi Sampaikan Dukacita Atas Meninggalnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

PRESIDEN Jokowi menyampaikan dukacita yang mendalam atas meninggalnya Presiden Iran Ebrahim Raisi dan para delegasi…

4 hours ago

Pro Kontra Study Tour Pasca-kejadian Ciater Subang, Ini yang Perlu Diketahui

KECELAKAAN maut terjadi di jalan Jalan Raya Kampung Palasari, Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang,…

5 hours ago

Industri Linting Kertas Sigaret Indonesia Peluang Besar Ekspor

PEMERINTAH terus mendukung upaya industri yang melakukan inovasi dalam meningkatkan daya saingnya dan memperluas pasar.…

6 hours ago