Internasional

Tak Sepakat Kebijakan Imigrasi, PM Belanda Mark Rutte Mengundurkan Diri

Mark Rutte, Perdana Menteri (PM) Belanda terlama dalam sejarah akhirnya mengundurkan diri. Mark Rutte mengundurkan diri setelah pemerintah koalisi empat partainya tidak mufakat terkait penanganan imigrasi. Pengunduran diri Rutte mengejutkan negara itu, artinya akan dilaksanakan pemilihan baru akhir tahun ini.

Rutte telah menjabat selama 13 tahun terakhir. Ia memimpin Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi sejak 2006. Di akhir jabatannya, pemerintah runtuh karena perbedaan dalam koalisi empat partai tentang cara mengendalikan imigrasi. Meski begitu, Rutte diperkirakan masih akan memimpin rekan-rekannya dalam pemilihan, mengingat dirinya masih menjabat sebagai pemimpin partai.

Isu imigrasi merupakan isu yang memecah belah negara-negara di seluruh Eropa. Rutte menyampaikan, perbedaan pandangan mengenai kebijakan migrasi tidak menemukan jalan keluar. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menawarkan pengunduran diri seluruh kabinet pada Raja.

“Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang kebijakan migrasi. Hari ini, sayangnya, kita harus menarik kesimpulan bahwa perbedaan itu tidak dapat didamaikan. Itulah mengapa saya akan segera menawarkan pengunduran diri seluruh kabinet kepada Raja secara tertulis,” jelas Rutte, dikutip dari Daily Mail (8/7).

Raja negara sendiri sedang melakukan perjalanan ke Yunani. Akibatnya, kunjungannya terpaksa dipersingkat dan kembali ke Belanda untuk menerima pengunduran diri Rutte.

Isu Imigrasi dalam Pemerintahan

Mark Rutte menyebut keempat partai telah melakukan yang terbaik untuk mencapai solusi permasalah tersebut, sebelum keputusan pengunduran diri ini.

Sebelumnya, Rutte menuntut dukungan untuk proposal pembatasan masuknya anak-anak pengungsi perang yang sudah berada di Belanda. Pada pertemuan terakhir, para pihak memutuskan secara bulat bahwa tidak bisa mencapai kesepakatan.

Perdebatan yang memecah belah seputar imigrasi sedang berlangsung melintasi perpecahan politik di seluruh Eropa, karena para migran yang melarikan diri dari konflik. Mereka juga mencari kehidupan yang lebih baik melakukan penyeberangan laut yang berbahaya untuk mencapai benua tersebut.

Migrasi akan menjadi tema penting pemilihan parlementer Uni Eropa tahun depan. Namun, masalah ini muncul lebih awal di Belanda, negara yang telah lama terbelah antara jangkauan internasional yang ramah dan peningkatan resistensi terhadap pengaruh asing.

 

Editor: Dimas Adi Putra

Addinda Zen

Recent Posts

Jan-Mei 2024, Hampir 200 Ribu Warga Jakarta Ganti NIK

Periode Januari hingga pertengahan Mei 2024, hampir 200 ribu warga Jakarta melakukan penggantian Nomor Induk…

17 mins ago

Begini Kesiapan Angkutan Haji 2024 Embarkasi Surabaya

EMBARKASI Surabaya akan memberangkatkan 106 kloter jamaah haji pada tahun 2024 dengan total 39.226 jemaah.…

25 mins ago

Sinkronisasi Data Korban Meninggal Banjir Lahar Sumbar 61 Orang

PUSAT Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis pembaharuan data termutakhir banjir lahar…

58 mins ago

Jokowi: Bank Dunia Sebut Indonesia Berhasil Turunkan Kemiskinan Ekstrem 1,5 Persen

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, mengacu data Bank Dunia (World Bank), Indonesia telah berhasil menurunkan…

1 hour ago

Indonesia Targetkan Sektor Maritim Sumbang 15% PDB

Pemerintah Indonesia menargetkan sektor maritim mampu menyumbang 15% pada produk domestik bruto (PDB), tahun 2045…

2 hours ago

Dies Natalis ke-60, UNY Gelar Pasar Kangen Libatkan 200 Tenant Jajanan Nostalgia

UNIVERSITAS Negeri Yogyakarta (UNY) merayakan Dies Natalis ke-60. Untuk menyemarakkannya menggelar rangkaian kegiatan, salah satunya…

4 hours ago