Ekonomi

Tapera, Dana Gotong Royong Perumahan yang Harus Dikelola Transpran

PEMERINTAH resmi menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sejak 20 Mei 2024. Iuran ini wajib dibayarkan oleh pekerja, pekerja mandiri, dan pemberi kerja setiap bulannya.

Peneliti Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Qisha Quarina, Ph.D., menyatakan, perhitungan pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tapera saat ini sedang menjadi sorotan.

Menurut dia, pengelolaan program Tapera harus dilakukan secara transparan. Kebijakan Tapera ini dapat menuai keberhasilan apabila terdapat transparansi dan mekanisme yang baik.

“Kebijakan Tapera dapat berhasil apabila terdapat transparansi dan mekanisme yang baik. Selain itu, diperlukan pula pengawasan dan evaluasi secara berkala,” paparnya dalam keterangan tertulis yang diterima dikutip dari laman UGM, Senin (3/6).

Qisha menjelaskan keberhasilan Tapera juga harus diikuti dengan pengawasan dan evaluasi secara berkala. Hal ini penting dilakukan, terutama terkait dengan manajemen pengelolaan dana nasabah.

Langkah tersebut, menurutnya, perlu dilakukan guna menghindari adanya mismanajemen atau penyalahgunaan anggaran dan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan dana bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam mengakses perumahan layak huni.

Soal Tapera menjadi solusi tepat atau tidak, kata Qisha hadirnya Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak huni khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

Sementara kepesertaan Tapera terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum dengan besar iuran simpanan sebesar 3 persen dari penghasilan yang dilaporkan setiap bulannya.

Sayangnya, pengesahan PP Tapera menimbulkan banyak polemik dan penolakan khususnya dari asosiasi pengusaha dan buruh/pekerja yang terdampak langsung dari aturan tersebut.

Qisha sekali lagi menandaskan Tapera di satu sisi dimaksudkan sebagai dana gotong royong untuk membantu pekerja berpenghasilan rendah dalam hal pembiayaan perumahan, dan di sisi lain program ini dianggap memberatkan beban iuran pengusaha dan pekerja.

“Sementara itu, akar permasalahan utama dalam sektor perumahan di Indonesia saat ini bukan hanya pada tingginya harga rumah dan rendahnya penghasilan masyarakat saja. Persoalan sektor perumahan di Indonesia juga terkait dengan rumah yang tidak memenuhi standar layak huni serta backlog perumahan karena ketimpangan yang terjadi antara pasokan dan permintaan yang tidak seimbang,” terangnya.

Nazarudin

Recent Posts

Suku Pedalaman Tersorot Media Asing

Baru-baru ini, media luar menyoroti peristiwa suku pedalaman Indonesia, Suku Togutil, meminta makanan kepada pekerja…

8 mins ago

Apa Itu The Great Red Spot?

Bintik Merah Besar di Jupiter adalah badai kolosal yang mungkin merupakan fenomena paling terkenal dari…

2 hours ago

Rotasi Matahari yang Kian Berubah

Baru-baru ini, para peneliti dari Cina telah membuat penemuan signifikan mengenai rotasi atmosfer Matahari, khususnya…

4 hours ago

Kerjasama Antara UGM dan University of Toronto

Universitas Gadjah Mada (UGM) dan University of Toronto telah menjalin kerjasama untuk memperkuat hubungan akademik…

6 hours ago

Serempetan Motor Berakhir dibunuh….

Tragedi di Indramayu baru-baru ini mencengangkan masyarakat setelah insiden kecelakaan motor berujung pada kematian tragis…

8 hours ago

Sejarah Makam Raga Semangsang

Makam Raga Semangsang adalah salah satu situs bersejarah yang unik dan penuh misteri di Purwokerto,…

10 hours ago