Nasional

Tindakan Percabulan Anak Meningkat, Pemerintah Dimana Sih?

Masih terus muncul pemberitaan terkait kasus kejahatan percabulan anak di Indonesia. Miris, para pelaku hadir di tengah lingkungan aman bagi anak, seperti sekolah, pesantren, atau bahkan keluarga.

Lalu, seperti apa sebenarnya upaya pemerintah melakukan tindakan pencegahan atas hal ini?

Hukuman yang Tidak Memberikan Efek Jera

Kasus percabulan anak memang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Meski begitu, hukuman ini seakan tidak memberikan efek jera yang berarti.

Tokoh perlindungan anak, Prof. Dr. H. Seto Mulyadi mengatakan tidak ingin kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak terulang akibat tidak adanya efek jera karena hukuman terlalu ringan. Hal ini disampaikan saat ia melakukan pendampingan terhadap kasus percabulan anak di Semarang tahun lalu.

Hukuman paling maksimal bagi pelaku percabulan anak hanya 15 tahun penjara. Hanya sedikit kasus yang memberikan vonis hukuman mati pada pelakunya. Hal ini tidak sebanding dengan trauma yang dialami para korban.

Hukuman mati dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) pelaku. Para aktivis HAM juga menilai hukuman mati bukanlah solusi yang tepat untuk memberhentikan kasus percabulan maupun kekerasan seksual di Indonesia.

Terkait hal ini, masyarakat juga telah banyak yang mengeluhkan ringannya hukuman bagi para pelaku percabulan anak. Hukuman penjara dinilai tidak cukup memberikan efek jera.

Diharapkan, pemerintah dapat menemukan solusi terkait jerat hukuman yang dapat memberikan efek jera, tetapi tanpa melanggar HAM masing-masing pelaku.

Kasus Percabulan Terbaru di Indonesia

Belum lama, seorang gadis berusia 15 tahun di Sulawesi Tengah menjadi korban pemerkosaan. Dua orang di antara 11 pelaku pemerkosaan merupakan oknum Brimob dan kepala desa (kades)

Pemerkosaan ini disebut terjadi sejak April 2022-Januari 2023. Korban diiming-imingi imbalan berupa uang, makanan, dan gadget. Kasus ini mulai diselidiki polisi setelah orang tua korban melapor ke Polres Parimo pada Januari lalu.

Penahanan oleh pihak kepolisian baru dilakukan terhadap 5 orang tersangka. Sementara sisanya masih dalam tahap pemeriksaan.

Korban diketahui mengalami trauma dan menjalani perawatan di rumah sakit kota Palu.

Percabulan di Lingkungan Pendidikan

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya terdapat 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan pada awal tahun 2023. Kekerasan seksual ini terjadi baik di asrama maupun sekolah umum. FSGI menyebut, ditemukan sebanyak 50% kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SD/MI, 10% di jenjang SMP dan 40% di pondok pesantren.

Percabulan oleh Guru Ngaji

Kembali terjadi, belasan santri di Cilengkrang Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjadi korban tindak asusila. Pelecehan seksual ini dilakukan oleh Adji Rustandi, guru ngaji yang mengajar para santri tersebut.

Ia berdalih tidak ada kesengajaan dan minim pengetahuan mengenai pelecehan seksual. Ia juga mengaku khilaf terkait tindakannya tersebut.

“Nah kalau itu awalnya mau dirukiah. Barangkali saya khilaf, akhirnya saya hanya meraba, tidak sampai bersetubuh. Soalnya saya punya penyakit Hernia (turun berok),” ungkapnya.

Korban pelecehan ini berusia mulai dari 9-19 tahun.

Adji dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 81 dan 82. Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Percabulan oleh Kepala Sekolah dan Guru Agama

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Sebanyak 12 murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) menjadi korban percabulan kepala sekolah dan gurunya. Percabulan disebut sudah berlangsung sekitar satu tahun.

Mirisnya, pelaku percabulan merupakan guru Pendidikan Agama Islam.

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wonogiri mengaku pengawasan di tingkat madrasah telah dilakukan. Namun, dirasa belum optimal karena keterbatasan jumlah personel pengawasan.

Dalam kasus ini, kepala sekolah dan guru terduga pelaku telah diberhentikan sementara guna dilakukan pemeriksaan.

Percabulan oleh Guru Sekolah Dasar

Masih di lingkungan pendidikan, sebanyak 9 siswi sekolah dasar di Sulawesi Selatan menjadi korban percabulan oleh gurunya. Percabulan ini diduga telah dilakukan berkali-kali.

Pelaku mencabuli korban saat mengajar pelajaran olahraga. Ia mengumpulkan para korban di sebuah ruangan. Korban kemudian diminta membuka rok dan berbaring. Ia juga mengancam akan memukul korban jika melapor ke orang tua.

Guru yang berstatus ASN ini telah diamankan di Polres Pinrang. Ia dikenakan pasal 82 ayat 3 juncto pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Atas perbuatannya, guru tersebut terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

 

Kejahatan seksual merupakan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi.

 

Editor: Dimas Adi Putra

Addinda Zen

Recent Posts

Dies Natalis ke-60, UNY Gelar Pasar Kangen Libatkan 200 Tenant Jajanan Nostalgia

UNIVERSITAS Negeri Yogyakarta (UNY) merayakan Dies Natalis ke-60. Untuk menyemarakkannya menggelar rangkaian kegiatan, salah satunya…

1 hour ago

Mendag Optimistis Perdagangan Indonesia dan Selandia Baru Tembus USD 2,45 Miliar

MENTERI Perdagangan RI, Zulkifli Hasan optimistis perdagangan Indonesia akan terus meningkat, termasuk dengan Selandia Baru.…

2 hours ago

Potensi Hujan Lebat Landa Tujuh Provinsi pada 17-23 Mei, BMKG Ungkap Penyebabnya

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prakiraan cuaca yang berlaku pada periode 17 -…

3 hours ago

Sebenarnya Kenapa Orang Suka Menunda?

Menunda-nunda pekerjaan atau procrastination adalah masalah umum yang dapat menghambat produktivitas dan menyebabkan stres. Ada…

3 hours ago

Dunia Jurnalistik Kehilangan Tokoh Pers dan Perfilman Nasional

Dunia jurnalistik Indonesia kehilangan salah seorang tokoh terbaik di bidang pers dan perfilman nasional, Prof.…

14 hours ago

Depresi Berat? Ini Cara Mengatasinya!

Depresi berat telah menjadi masalah dari banyak orang di dunia. Menurut Healthline.com, sebanyak 5% orang…

15 hours ago