Busana ini diduga muncul di era bertahtanya Susuhunan Amangkurat II.
Setelah Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi (setelah jatuh sakit dalam perjalanan dari Kraton Plered menuju ke Batavia) maka Putra Mahkota yg mendampingi, yaitu Raden Mas Rahmat yang telah diwarisi tahta Mataram kemudian ditemui oleh Cornelis Speelman atau orang Jawa saat itu menyebutnya sebagai Ameral Elduwelbeh (Gubernur Jenderal 1681 – 1684).
Di alun-alun Tegal rakyat berjejal ingin melihat calon pengganti raja & ingin melihat seperti apa wajah sosok “wong londo” ini.
Disaat pertemuan ini terjadi konon ceritanya terjadilah salah paham budaya. Sebagaimana kelaziman orang Eropa saat menghadap orang penting, maka mereka akan berdiri dengan topi tentara abad 17 yg lebar dilipat dibawah lengan.
Tentu saja ini berbeda dengan adat Jawa saat itu, dimana tamu harus duduk berjongkok alias ndodhok atau ndheprok bersila dihadapan sang raja.
Bupati pasisir Tegal saat itu Kyai Adipati Martalaya kemudian memaksa Speelman dan orang-orang Belanda lainnya yang hadir agar duduk bersila di hadapan (calon) raja.
Calon raja (Amangkurat II) kemudian meminta pendapat kepada Kyai Mandaraka yang pernah berkunjung ke Batavia dan cukup paham mengenai adat kebiasaan orang Eropa.
“Wahai Mandaraka, engkau tahu adat yg berlaku bagi orang Eropa ketika kau berada di Batavia. Seperti apakah?” Demikian calon raja bertanya kepada Kyai Mandaraka.
Yang kemudian dijawab “Gusti, jika mereka hendak menghormati atasannya, mereka akan berdiri tegak dengan kaki & lengan lurus serta topi dikempit di bawah lengan.
Dan bila mereka datang, mereka saling berjabat tangan dengan tangan kanan & mereka kemudian duduk di kursi secara berdampingan”.
Meskipun Speelman bersedia untuk mengikuti adat Jawa, tetapi akhirnya Amangkurat II berkata “Baiklah, saya berkeinginan untuk memakai adat istiadat bertamu secara tradisi Belanda.
Cepat sediakan bangku & meja bagi mereka dan hidangkanlah apa yg mereka sukai”.
Konon inilah yang untuk pertama kalinya terjadi pelanggaran adat bertemu raja setelah berabad-abad lamanya berlaku. Sejak itu orang Belanda dapat berjumpa raja dengan kebiasaan tradisi barat.
Meski hal ini kadang tidak selalu berkenan di hati sang raja, sebagaimana saat Daendels berkunjung ke Yogyakarta lebih dari seratus dua puluh tahun kemudian, Sultan HB II tidak menghendaki kursinya sejajar dengan Daendels sehingga hampir saja terjadi keributan.
Raden Mas Rahmat akhirnya naik tahta sebagai Susuhunan Amangkurat II yang konon juga merupakan raja Jawa yang pertamakali memakai busana militer ala Eropa sehingga disebut Sunan Amral (Admiral) dengan ciri khas busana pria di jaman itu.
Yakni jas lengan panjang dengan panjang jas mencapai lutut & celana yg panjangnya berada tepat di baswah lutut.
Sedangkan Admiral adalah gelar/kedudukan dalam jajaran kemiliteran Eropa.
Raja-raja Mataram selanjutnya selain memakai baju keprabon dan busana Jawa juga memakai unsur militer Eropa yg diantaranya menyatu dengan busana Jawa seperti yang terlihat pada Ageman Kasenopaten.
Pada Ageman Kasenopaten menggunakan atau terinspirasi dari jas Admiral waktu itu yang pada bagian pinggang ke bawah dipotong dan kancing baju tetap menghiasi bagian depan sehingga bisa menutupi (sikep) bagian dada.
Sedangkan tambahan istilah alit mempunyai arti “tanpa hiasan benang emas.”
Telkomsel, singkatan dari Telekomunikasi Selular, didirikan pada 26 Mei 1995. Perusahaan ini merupakan hasil joint…
BNPB merencanakan melakukan peledakan batuan material atau demolish Gunung Marapi. Berdasarkan keadaan pasca-bencana banjir lahar…
HUJAN dengan intensitas tinggi serta durasi yang cukup lama menyebabkan banjir melanda sebagian wilayah Provinsi…
Kebersihan kamar sangat penting dalam menjaga kesehatan karena dapat mengurangi risiko penyakit. Kamar yang bersih…
Final FA Cup Liga Inggris tahun ini akan mempertemukan dua raksasa Manchester, yaitu Manchester United…
ALFREDO Dwiputra Ardiansyah yang baru saja lulus sarjana prodi Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM Yogyakarta, Rabu…