Categories: Ekonomi

Aktivitas Ekonomi di AS, Eropa dan China Melemah

Pelemahan aktivitas ekonomi di Amerika Serikat (AS), Eropa dan China membuat kondisi perekonomian global menghadapi tantangan yang lebih sulit di tahun ini.

“Tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih sulit daripada tahun sebelumnya,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dilansir dari antaranews.com, Senin (2/1/2023).

Dikatakannya, kondisi perang di Ukraina,  telah membuat IMF harus memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global tahun 2023.

Dan, itu ditambah lagi dengan tekanan inflasi dan suku bunga tinggi yang direkayasa oleh bank-bank sentral seperti Federal Reserve (Fed) AS.

Sejak itu kata Georgieva, China telah membatalkan kebijakan nol-COVID. Dan, memulai memperbaiki ekonominya yang kacau, meski konsumen tetap waspada terhadap kasus Covid-19.

Dikatakannya, dalam pidato Tahun Baru, Presiden Xi Jinping pada Sabtu (31/12/2022) menyerukan untuk memperbanyak upaya dan persatuan saat China memasuki “fase baru”.

“Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan ekonomi negara TIrai Bambu itu berada di  bawah pertumbuhan global,” kata Georgieva.

Penyebaran infeksi COVID-19 yang cepat kata dia, akan memukul perekonomian China dan juga menyeret pertumbuhan regional serta global.

“Saya berada di China minggu lalu, dalam sebuah bubble di kota di mana tidak ada COVID. Tapi itu tidak akan bertahan begitu orang mulai bepergian,”terangnya.

Georgieva mengatakan, untuk beberapa bulan ke depan akan sulit  bagi China. Begitu juga  dampaknya terhadap kawasan, dan terhadap pertumbuhan global akan negatif.

Diperkirakan Meningkat

Pertumbuhan produk domestik bruto China yang dirilis IMF pada Oktober 2022, memperkirakan sebesar 3,2 persen, setara dengan prospek global IMF untuk 2022.

Sedangkan untuk tahun ini, IMF juga memprediksi pertumbuhan ekonomi di negera tersebut meningkat menjadi 4,4 persen. Akan tetapi di sisi lain aktivitas global semakin melambat.

Di lain pihak, ekonomi AS yang berdiri terpisah dapat menghindari kontraksi langsung yang kemungkinan akan menimpa sepertiga dari ekonomi dunia.

Pasar tenaga kerja di AS tetap cukup kuat yang menunjukkan AS merupakan negara paling tangguh dan dapat menghindari resesi.

Tetapi fakta itu sendiri menghadirkan risiko karena dapat menghambat kemajuan yang perlu dibuat Fed dalam membawa inflasi AS kembali ke level yang ditargetkan dalam empat dekade tahun lalu.

Inflasi menunjukkan tanda-tanda telah melewati puncaknya saat 2022 berakhir. Tetapi dengan ukuran yang disukai Fed, inflasi tetap hampir tiga kali lipat dari target 2,0 persen. *

 

Editor: Raja H. Napitupulu

Junita Ariani

Recent Posts

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Jadi Tarif Tunggal Usai Pemberlakuan KRIS

IURAN BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif atau tunggal usai pemberlakuan kelas rawat inap standar…

12 mins ago

Tito Lantik Deputi Kemenko Perekonomian Jadi Pj Gubernur Gorontalo

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik Deputi IV Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha…

1 hour ago

Airlangga Restui Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilgub Jawa Timur?

KETUA Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto akan menjamu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa malam…

2 hours ago

Rayakan Hari Jadi ke-44, Perpusnas Fasilitasi Minat Baca Masyarakat

Merayakan hari jadinya yang ke-44 tahun, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) akan memfasilitasi minat membaca masyarakat. Langkah…

2 hours ago

Kalangan Wartawan Bergerak Tolak RUU Penyiaran

Kalangan wartawan dari berbagai daerah, secara sepakat menggelar aksi damai menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.…

4 hours ago

Banjir yang Merendam 28 Kampung di Mahakam Ulu Kaltim Berangsur Surut

BANJIR yang melanda wilayah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur sejak Senin (13/5) berangsur surut pada…

5 hours ago