Home » Bahaya Kemiskinan Ditengah Gejolak Ekonomi 2023

Bahaya Kemiskinan Ditengah Gejolak Ekonomi 2023

by Raja H. Napitupulu
4 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan turun dikisaran 7,5% sampai 8,5% pada tahun ini. Target ini lebih rendah dari target 2022 yang sebesar 8,5%. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan semua instrumen di APBN tahun ini akan difokuskan pada kelompok miskin atau daerah miskin.

Beberapa program untuk pengentasan kemiskinan, antara lain bantuan sosial (bansos), seperti program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako dan lainnya. Bantuan dari sisi dana desa, seperti operasi Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik dan juga upaya langkah Kementerian/Lembaga lain tak hanya Kementerian Sosial saja. Menkeu berjanji, upaya pemerintah tahun ini akan lebih sistematik dan akuntabel.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga miskin di Indonesia menurun secara gradual. Dari sebanyak 30 juta orang pada Maret 2011 menjadi 26 juta pada Maret 2022. Secara rata-rata, dari tahun 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,5 juta orang.

Terjadi kenaikan kemiskinan cukup signifikan akibat pandemi-19. Yakni bertambah sekitar 2,7 juta orang antara September 2019 hingga Maret 2021, dan kemudian menunjukkan tren penurunan kembali.

Jumlah Orang Miskin Meningkat Tajam di Perkotaan

Terjadi fenomena kenaikan warga miskin di perkotaan dalam jumlah banyak semenjak pandemi Covid-19 pada 2019. Yakni bertambah 1,8 juta jiwa dari Maret 2019 sampai dengan Maret 2022. Sementara, jumlah orang miskin di pedesaan relatif stabil, dengan hanya kenaikan sebanyak 800 jiwa pada periode yang sama. Namun, jumlah orang miskin di desa lebih banyak dari pada perkotaan

  • Jumlah orang Miskin di Kota per Maret 2022 sebanyak = 11,8 juta orang
  • Jumlah orang Miskin di Desa per Maret 2022 sebanyak = 14,3 juta orang

Sebaran Angka Kemiskinan

No. Provinsi Jumlah (Ribu)
1. East Java 4,181,29
2. West Java 4,070,98
3. Central Java 3,831,44
4. North Sumatera 1,268,19
5. East Nusa Tenggara 1,131,62
6. South Sumatera 1,044,69
7. Lampung 1,002,41
8. Banten 814,02
9. Aceh 806,82
10. South Sulawesi 777,44
11. West Nusa Tenggara 731,94
12. DKI Jakarta 502,04
13. Riau 485,03
14. DI Yogyakarta 454,76
15. Central Sulawesi 388,35
16. West Kalimantan 350,25
17. West Sumatera 335,21
18. South East Sulawesi 309,79
19. Bengkulu 297,23
20. Maluku 290,57
21. Jambi 279,37
22. East Kalimantan 236,25
23. Bali 205,68
24. South Kalimantan 195,70
25. Gorontalo 185,44
26. North Sulawesi 185,14
27. West Sulawesi 165,72
28. Riau Islands 151,68
29. Central Kalimantan 145,10
30.  Bangka Belitung 66,78

Sumber: BPS

 

Tantangan Kemiskinan 2023

Presiden Joko Widodo mengatakan pada pembukaan perdagangan bursa saham, Senin (2/1/2023), tahun ini merupakan tahun ujian bagi ekonomi global maupun ekonomi Indonesia. Ia mengimbau semua pihak untuk tetap waspada dan berhati-hati dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

”Optimisme tapi waspada dan hati-hati. Tantangan di tahun 2023, utamanya ekonomi global dengan ketidakpastian yang sulit dihitung, sulit dikalkulasi. Kita berharap ekonomi kita masih bisa tumbuh di angka di atas 5%,” ujar dia.

Besarnya tantangan ekonomi yang kompleks, membuat APBN sebagai mesin tunggal pelaku ekonomi diharapkan berperan untuk mengatasi situasi. Salah satunya, konsumsi masyarakat dan investasi yang bisa tertekan tahun ini. Sementara, ekspor juga tertekan akibat pelemahan global.

Demikian banyaknya, harapan terhadap APBN, membuat ruang geraknya tidak akan leluasa. Apalagi, sumber pendanaannya juga tertekan. Pajak akan susah digenjot seiring ekspansi usaha yang terhambat oleh kehati-hatian pihak swasta. Sementara, pembiayaan defisit, khususnya pasar obligasi tertekan dari sisi permintaan.

Baca Juga  The Lord of the Rings: Epik Fantasi yang Merevolusi Dunia Perfilman

Tidak ada lagi peran besar Bank Indonesia yang dalam tiga tahun terakhir menjadi pembeli besar Surat Berharga Negara, karena kerjasama berbagi beban atau burden sharing telah berakhir tahun lalu. Adapun pembeli asing diperkirakan mengurangi porsi investasi karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Tantangan berikutnya adalah inflasi. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi dimana-mana. Inflasi tinggi akan melanda dunia, termasuk Indonesia karena ada masalah pasokan tersendat akibat perang Rusia dan Ukraina, yang tidak hanya menjadikan harga energi mahal, melainkan juga bahan pangan.

Dampak besar dari perang Rusia-Ukraina adalah lonjakan harga pupuk. Ini akan memukul banyak negara, khususnya negara dengan kekuatan finansial yang lemah. Menurut Boston Consulting Group (BCG), 40 persen kalori di dunia diperoleh dari gandum, jagung dan beras. Rusia dan Ukraina adalah eksportir 30% gandum dunia, dan memasok 12% dari kebutuhan kalori dunia. Dampaknya, kata, BCG, sekitar 1,7 miliar orang di negara-negara berkembang akan mengalami kesulitan hebat akibat pasokan pangan yang tidak aman, kenaikan harga energi dan beban utang besar. Problem besar krisis pangan di dunia, tidak hanya pada soal produksi, melainkan juga distribusi dan penyimpanan.

Ilustrasi krisis pangan

Masalah pangan juga diperparah oleh krisis cuaca ekstrem, dan ini semakin sering terjadi di Indonesia. Catatan Greenpeace, Salah satu kasus yang sangat mengkhawatirkan ketika embun beku di Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua hingga mengakibatkan rusaknya lahan pertanian masyarakat dan terjadinya gagal panen.

Para petani bawang merah di Brebes, harus rela kehilangan kesempatan panen hampir 50% dari yang seharusnya mereka panen akibat hujan ekstrim. Begitu juga dengan petani cabe, hampir di semua wilayah Jawa dan Sumatera yang menderita kerugian akibat hujan ekstrim. Akibatnya, sering terjadi lonjakan harga pangan, dan petani menderita kerugian karena hasil panen yang tidak maksimal. Sementara, mereka harus tetap menanggung biaya produksi yang semakin tinggi.

Masalah inflasi akan menjadi persoalan pelik, karena pada saat yang sama daya beli masyarakat tahun ini diperkirakan tertekan karena situasi ekonomi yang lebih buruk dari tahun kemarin. Dalam situasi yang akan sulit tahun ini. Berikut tujuh program bantuan pemerintah yang diharapkan bisa menopang daya beli masyarakat.

  1. BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) sebanyak Rp200.000 per bulan dalam bentuk saldo e-wallet. Keluarga Penerima Manfaat, dapat menggunakan e-voucher tersebut untuk membeli beras serta bahan pangan lainnya seperti telur, sesuai jumlah dan kualitas yang diinginkan di e-warong.
  2. Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah memberikan anggaran sebanyak Rp3.000.000 per tahun untuk ibu hamil dan usia dini, Rp900.000 per tahun untuk siswa SD dan Rp1.500.000 untuk pelajar SMP. Adapun, untuk pelajar SMA akan diberikan bantuan Rp2.000.000 per tahun dan Rp2.400.000 per tahun untuk penderita disabilitas berat serta lansia 70 tahun ke atas.
  3. PIP Dikdasmen Kemendikbud Ristek Bantuan Program Indonesia Pintar yang berasal dari Kementerian Pendidikan dialokasikan kepada 17,9 juta siswa penerima mulai SD sederajat hingga SMA sederajat.
  4. PIP Kementerian Agama diberikan kepada MI, MTS, dan MA.
  5. KIS PBI Pemerintah akan memberikan bantuan iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.
  6. BLT Dana Desa Pemerintah sebesar Rp300.000 kepada masyarakat yang telah memenuhi persyaratan.
  7. Prakerja Pemerintah melalui kartu prakerja. Pemerintah pun sudah memberikan anggaran sebanyak Rp5 triliun untuk 1,5 juta pendaftar.

 

Dr. Sri Handiman S (Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Universitas Indonesia)

Editor: Darma Lubis

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life