Penentuan hilal atau awal bulan hijriah, termasuk Ramadhan, Idulfitri dan Idul Adha selalu ditentukan dengan metode rukyatul hilal oleh NU.
Merujuk Almaghfurlah KH A Ghazalie Masroeri, pemilihan metode ini bukan berarti Nahdlatul Ulama (NU) tidak melakukan hisab.
Selain menggunakan metode rukyatul hilal, NU juga melakukan metode hisab. Namun, metode hisab bukan bukan keputusan terakhir.
“Penentuan awal bulan Hijriyyah yang dipedomani Nahdlatul Ulama adalah berdasarkan rukyah hilal,” jelas KH Ghazalie Masroeri, dalam laman resmi NU, dikutip Kamis (20/4/2023).
Dia mengatakan hisab hanya bersifat prediktif. Sedangkan, rukyah hilal sebagai ibadah yang bersifat fardhu kifayah.
Nah, bagaimana NU menentukan hilal berdasarkan metode rukyatul hilal?
Ini caranya, seperti dilansir dari Seputar Penentuan Idulfitri 1444 H.
Pertama, jika hilal di bawah ufuk atau minus di bawah 0 derajat, maka rukyah tidak lagi berlaku fardu kifayah.
Hal ini mengingat hilal tidak mungkin dapat dilihat karena posisinya berada di bawah ufuk.
Dengan begitu, secara otomatis berlaku istikmal, yaitu bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.
Apabila hilal berada di bawah ufuk berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka rukyah hilal tidak bersifat fardhu kifayah dan keputusannya adalah istikmal.
Kedua, jika hilal teramati dengan posisinya yang sudah mencapai kriteria imkan rukyah.
Imkan rukyah atau visibilitas hilal, kemungkinan hilal bisa teramati, yang dipedomani oleh NU, maka kesaksian perukyat tersebut dapat diterima.
Dengan begitu, bulan berlaku isbat. Artinya, bulan hanya berumur 29 hari dan esoknya sudah mulai bulan baru.
Apabila hilal terukyah bil fi’li dan posisinya telah melebihi kriteria imkan rukyah Nahdlatul Ulama.
Hai ini berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka kesaksian diterima dan berlaku isbat.
Ketiga, jika hilal telah melebihi kriteria imkan rukyah yang dipedomani NU, tetapi hilal tidak teramati di seluruh titik di Indonesia, maka berlaku istikmal.
Apabila hilal tidak terukyah bil fi’li maka berlaku istikmal.
Keempat, jika ika hilal sudah sangat tinggi, tetapi tidak teramati, secara hukum mestinya istikmal.
Namun, jika berlaku istikmal akan berpotensi mengakibatkan umur bulan berikutnya hanya 28 hari.
Karenanya, jika terjadi kondisi demikian, maka berlaku peniadaan istikmal, meskipun hilal tidak terlihat.
Apabila posisi hilal telah demikian tinggi berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, tetapi tidak terukyah.
Sedangkan bulan Hijriah berikutnya berpotensi terpotong menjadi tinggal 28 hari apabila terjadi istikmal, maka berlaku nafyul ikmal (diabaikannya istikmal).
Adapun kriteria imkan rukyah NU yang dipedomani pada saat ini adalah 3 derajat untuk tinggi hilal mar’ie dan 6,4 derajat.*
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang
#beritaviral
#beritaterkini
Apakah ada sanak saudara dan keluargamu yang akan berangkat haji pada tahun ini? Ucapan berikut…
Bagi umat Islam, ibadah haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ibadah ini merupakan…
MENTERI Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menerima kunjungan Menteri Kantor Kabinet Inggris John Glen.…
KADIPATEN Pakualaman menginjak usia ke-212 (Masehi) atau 218 (Jawa) pada tahun 2024 ini. Ada 21…
PRESIDEN Joko Widodo atau Jokowi menjamin stok beras di Bulog aman menjelang Idul Adha. Jokowi…
KEPOLISIAN Resort Kulon Progo berhasil menggagalkan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi di…