Home » Kemenhan Minta Tambahan Dana Selesaikan Masalah Papua, Aktivis Khawatir akan Perpanjang Konflik

Kemenhan Minta Tambahan Dana Selesaikan Masalah Papua, Aktivis Khawatir akan Perpanjang Konflik

by Nazarudin
3 minutes read
Baku tembak

KEMENTERIAN Pertahanan mengajukan penambahan anggaran khusus untuk menyelesaikan konflik di Papua, langkah yang dikecam oleh aktivis HAM karena hanya akan memperpanjang masalah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Donny Ermawan Taufanto mengatakan anggaran tambahan tersebut akan digunakan untuk melengkapi persenjataan prajurit yang bertugas di Papua, seperti sensor dan helikopter.

“Prajurit kami maupun polisi dalam hal pengenalan medan tidak sebaik OPM (Organisasi Papua Merdeka – kelompok separatis bersenjata Papua). Mereka tahu medan, fisik mereka bagus, dan saya rasa kami bisa mengatasi kekurangan tersebut dengan teknologi,” kata Donny  dalam sebuah kegiatan dengan para perwira TNI dan Polri di Markas Komando Sekolah Staf Komando TNI Angkatan Laut, Jakarta.

Dony tidak merinci besaran tambahan anggaran yang diajukan, namun mengatakan bahwa anggaran yang diajukannya itu belum turun.

“Kami akan berikan beberapa helikopter tambahan, pesawat, peralatan sensor untuk mendeteksi, dan sebagainya,” ujar Donny.

Tapi kata Donny, pendekatan ekonomi dan kesejahteraan akan tetap diterapkan di Papua.

Sejauh ini kata Donny, pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk perbaikan ekonomi warga Papua.

“Pemerintahan Jokowi sebetulnya sudah bagus. Ada pendekatan kesejahteraan kepada masyarakat Papua. Berbagai jalan raya sudah dibangun dan ekonomi sudah dimajukan, tapi masih ada kadang-kadang tindakan kriminal,” ujar dia.

“Jadi selain pendekatan kesejahteraan, pemerintahan juga menggunakan pendekatan keamanan.”

Presiden Jokowi pada Rabu kembali menggelar rapat terbatas soal Papua dengan sejumlah menteri.

Mereka yang hadir, antara lain, Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih Prabowo Subianto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, dan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Ikut pula Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmojo.

“Bappenas menyusun percepatan pembangunan Papua. Kami kan juga mengadakan pendekatan kesejahteraan di sana,” kata Suharso dalam keterangan kepada wartawan di Istana Kepresidenan, sambil menyebut bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan sektor yang menjadi perhatian.

“Salah prioritas” dan “kurang tepat”

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay, mengatakan masyarakat sipil telah menjadi korban utama akibat rangkaian konflik bersenjata yang terjadi di Papua.

Ia merujuk fenomena masyarakat di sejumlah kabupaten yang meninggalkan daerah mereka akibat konflik bersenjata sejak 2018 di mana pada saat itu kelompok separatis menembak mati 19 pekerja konstruksi jalan raya dan seorang tentara di Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

Sejak 2018 sampai 2023, LBH Papua mencatat terdapat lebih dari 76.200 pengungsi dari tujuh kabupaten akibat konflik bersenjata.

Maka jika pemeritah menambah anggaran khusus untuk alutsista, Emanuel berpendapat, “Konflik justru pasti akan meningkat. Pengungsi mau bertambah berapa orang lagi?”

Baca Juga  Pesawat Tabrak Garbarata di Papua, Ini Penjelasan Lion Air

Alih-alih menambah anggaran untuk alutsista, Emanuel menilai Kementerian Pertahanan semestinya menggunakan anggaran tersebut untuk pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan perumahan bagi masyarakat Papua.

Ia menyebut kasus pemutusan beasiswa pendidikan bagi beberapa mahasiswa Papua yang dilakukan pemerintah daerah dengan alasan kehabisan dana, yang semestinya bisa dituntaskan andaikata dana tambahan tersebut digunakan untuk membayar dana pendidikan para mahasiswa.

“Menurut saya, Kementerian Pertahanan salah melihat prioritas,” kata Emanuel dikutip dari BenarNews.

Peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elisabeth menilai langkah menambah anggaran khusus untuk alutsista di Papua sebagai “kurang tepat”.

Menurut Adriana, permasalahan geografis yang dijadikan alasan Kementerian Pertahanan sejatinya sudah diketahui sedari awal.

“Situasi sulit, seperti geografi berbeda, kan bukan baru sekarang dialami TNI dan Polri,” ujar Adriana kepada BenarNews.

Dia menambahkan bahwa anggota TNI dan Polri yang ditempatkan di Papua jauh lebih besar dari estimasi anggota kelompok separatis bersenjata, yaitu 19 ribu berbanding sekitar 2.000 orang.

“Maka, apa tidak ada cara lain selain menambah persenjataan?”

Adriana mengkhawatirkan, penambahan anggaran untuk alutsista justru akan membuat Papua menjadi zona militer sepenuhnya.

“Di satu sisi akan menaikkan isu Papua menjadi isu internasional. Apa kita mau menjadikan itu perhatian internasional?” katanya.

BenarNews menghubungi Juru Bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat sayap militer OPM, tapi belum beroleh balasan.

Konflik di Papua terus memakan korban jiwa, baik dari kalangan militer atau polisi, masyarakat sipil, serta kelompok separatis bersenjata.

Tahun lalu, tercatat 61 korban tewas akibat konflik, termasuk 26 anggota TNI, tiga polisi, dan 32 warga sipil, menurut TNI pada Maret.

Pada 2024, sejauh ini dua tentara dan tiga polisi telah terbunuh, kata militer.

Pada Januari, dua warga sipil –satu di antaranya meninggal dunia—karena ditembak pasukan gabungan TNI/Polri yang menduga mereka sebagai anggota kelompok separatis bersenjata.

Pada April, seorang anak berusia 12 tahun meninggal dunia usai terjebak dalam kontak tembak antara kelompok separatis dan pasukan TNI/Polri di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.

“Penambahan kekuatan militer dan senjata malah memperumit masalah di Papua,” kata pegiat hak asasi manusia di Papua, Yones Douw, kepada BenarNews.

Yones berpendapat, pemerintah di Jakarta semestinya mempertimbangkan secara serius penyelesaian masalah Papua lewat diplomasi, seperti penuntasan masalah Aceh.

“Di sana (Aceh) bisa dilakukan, kenapa di Papua tidak?” ujar Yones.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life