Angka kemiskinan di Indonesia memang masih termasuk tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 mencapai 9,36 persen. Rata-rata rumah tingga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga.
Hal ini masih menjadi nasib yang miris bagi mereka yang serba kekurangan. Namun, hal ini tidak menjadi suatu alasan karena mereka terus banting tulang mencari setitik nafkah bagi keluarganya.
Warini si Buruh Petik Teh
Satu kisah datang dari Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Malang. Ia merupakan warga yang tinggal sendirian di rumah sederhana setelah suaminya meninggalkannya. Namanya adalah Warini (45). Warini tinggal seorang diri tanpa dikaruniai seorang anak.
Ia tinggal dirumah yang sudah kusam beberapa perabotan rumah, kursi, dan lemarinya. Tampak tak terawat, beberapa barang yang terletak di ruang tamu terlihat berantakan. Hal ini dibenarkan oleh Warini karena ia tidak memiliki waktu untuk merapikan rumah tersebut.
Setiap harinya ia harus bekerja sebagai buruh petik teh untuk mencukupi kehidupannya. Ia bekerja di kebun teh Wonosari. Kebun teh ini merupakan kebun perusahaan perkebunan teh di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
“Di kebun teh Wonosari, saya pekerja lepas dengan sistem borongan,” jelasnya.
Diketahui Warini pernah merantau di berbagai kota besar, seperti Jakarta dan Ambon mengikuti jejak bibinya. Ia sebelumnya pernah bekerja sebagai pelayan di warung makan, dengan gaji tertinggi sebesar Rp. 750.000 per bulannya.
Pada akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk bekerja sebagai buruh petik daun teh pada tahun 2019.
Gaji Pas-Pasan Cukup Penuhi Kebutuhan
Setiap hari, Warini mampu memperoleh 30-50 kilogram. Upah yang diterima Warini adalah Rp. 1.000 per kilogramnya.
“Gajiannya dua kali dalam sebulan. Kalau dihitung total sebulan saya bisa menerima Rp 1-1,2 juta,” terang Warini.
Baginya, gaji yang diperoleh setiap itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di pedesaan. Ia rajin membawa bekal, sehingga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makan.
Dalam perjalannya ke kebun, ia beserta pekerja lainnya akan dijemput oleh pengelola kebun teh Wonosari dengan menggunakan truk. Jika ingin pulang, Warini akan berjalan dari kebun teh karena jaraknya tidak terlalu jauh.
Peristiwa ini tentunya menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak menyerah meskipun serba kekurangan. Meskipun hidupnya miris, Warini terus giat bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhannya.
Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen