Categories: Polhukam

Komnas HAM Bersama Presiden Jokowi Bahas Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2022-2027,  Atnike Nova Sigiro mengatakan, Komnas HAM komitmen mendukung tindak lanjut upaya pemberian pemulihan bagi korban pelanggaran HAM berat.

“Salah satunya dengan memberikan dukungan dalam verifikasi korban agar mendapatkan status yang resmi melalui pemberian surat keterangan,” ucap Atnike saat menemui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)  di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Surat keterangan ini, kata Atnike, merupakan satu bentuk pengakuan negara, pengakuan resmi terhadap individu yang telah mengalami pelanggaran HAM yang berat, khususnya kasus-kasus yang sudah pernah diselidiki oleh Komnas HAM.

Dalam pertemuan tersebut Komnas HAM bersama Presiden Jokowi membahas sejumlah hal termasuk pelanggaran HAM berat masa lalu.

Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah akan terus bekerja sama dengan Komnas HAM dalam penyelesaian baik yudisial maupun non-yudisial.

“Terkait dengan ini pemerintah akan terus berkoordinasi dan bekerja sama serta menunggu masukan-masukan dan saran-saran serta rekomendasi dari Komnas HAM sesuai dengan tugas konstitusionalnya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang turut mendampingi Presiden Jokowi.

Ia mengatakan bahwa pemerintah memosisikan Komnas HAM sebagai lembaga negara independen dengan tugas konstitusional yang harus dihargai.

“Komnas HAM akan terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung sampai nanti ditemukan jalan yang lebih mungkin untuk dilakukan untuk menuju pengadilan karena untuk pelanggaran HAM berat itu tidak ada kedaluwarsanya,” katanya.

Sementara untuk penyelesaian non-yudisial, pemerintah telah menyatakan akan melakukan proses penyelesaian sesuai dengan rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM).

Komnas HAM, kata Mahfud, juga akan memberikan bantuan yang diperlukan dalam menyelesaikan hal tersebut.

“Mungkin merevisi atau mengoreksi data kalau memang ada, tetapi kita sama sehati bahwa ini harus diselesaikan. (Penyelesaian) yang non-yudisial agar masalahnya cepat (selesai), sementara yang ketentuan yudisialnya itu biar berproses menurut hukum dan tidak boleh ditutup, harus terus diusahakan,” lanjutnya. *

Editor: Addinda Zen

Junita Ariani

Recent Posts

Dorong Ekonomi Hijau, Kementerian Investasi Hibahkan Tiga Bus Listrik ke UGM

KEMENTERIAN Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menghibahkan tiga unit bus listrik kepada Universitas Gadjah Mada…

6 hours ago

Presiden Jokowi Restui Perpanjang Ekspor Tembaga Freeport

PEMERINTAH bakal memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI), setelah berakhir pada akhir…

7 hours ago

Dosen UGM Ini Kembangkan Alat Skrining Gizi Cegah Malnutrisi Pasien Rumah Sakit

Peneliti UGM kembangkan alat skrining gizi untuk pasien di rumah sakit, karena kondisi ini  masih…

8 hours ago

Kereta Whoosh Sediakan 28.000 Kursi per Hari Selama Libur Panjang

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyediakan 28.000 tempat duduk kereta cepat Whoosh setiap harinya…

8 hours ago

Survei Populix Ternyata Cuti Melahirkan Mempengaruhi Pilihan Tempat Kerja

MAYORITAS pekerja atau sekitar 91 persen mengatakan jika ketersediaan cuti hamil/melahirkan yang memadai mempengaruhi keputusan…

9 hours ago

BNPB Distribusi Logistik dan Evakuasi Pasien di Wilayah Terisolir Dampak Banjir dan Longsor di Luwu

BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak banjir dan tanah longsor…

9 hours ago