Polhukam

Pasal Siluman Power Wheeling Akhirnya Keluar Dari RUU EBT, Ini Alasannya

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan sudah tepat jika Pemerintah mengeluarkan pasal siluman power wheeling dari Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).

“Jadi pasal siluman power wheeding, tidak lagi dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBT yang diserahkan kepada DPR,” jelas Fahmy, kepada wartawan, Minggu (22/1/2023).

Jika ini diberlakukan, dia menilai berpotensi menambah beban APBN yang merugikan negara. Pasalnya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30%, dan pelanggan non-organik hingga 50%.

“Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik,” terangnya lagi.

Lebih jauh, dia mengemukakan dampaknya dapat menyebabkan lonjakan pada beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian.

Power wheeling juga berpotensi merugikan rakyat sebagai konsumen, dengan penetapan tarif listrik yang diserahkan pada mekanisme pasar,” lanjutnya.

Dengan power wheeling, terang Fahmy, penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply, pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan.

Dia menekankan power wheeling merupakan liberalisasi kelistrikan yang melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Power wheeling, tambahnya, merupakan mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

Penjualan setrum IPP, ujarnya, dilakukan dengan mempergunakan jaringan distribusi dan transmisi milik PLN melalui open source dengan membayar fee yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

Power wheeling, jelasnya, sesungguhnya merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Pola ini sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Melalui keputusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK memutuskan bahwa unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945. Lalu UU itu diganti dengan UU No.30/2009, dengan menghilangkan pasal unbundling,” terang Fahmy.

“Berhubung power wheeling berpotensi merugikan negara dan memberatkan rakyat, serta melanggar UUD 1945, UU ketenagalistrikan dan Keputusan MK, penarikan pasal power wheeling dari RUU EBT merupakan langkah yang sangat tepat,” ujarnya.

Selanjutnya, dia berharap semua pihak harus ikut mengawal proses pembahasan RUU EBT agar sesuai dengan DIM, sehingga tidak ada lagi penyelundupan pasal siluman serupa dengan power wheeling yang tidak sesuai dengan DIM.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv

Erna Sari Ulina Girsang

Recent Posts

Menag Yaqut Berangkat ke Arab Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

MENTERI Agama Yaqut Cholil Qoumas melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi. Menag akan mengecek persiapan…

18 mins ago

Ini Jadwal Keberangkatan dan Kepulangan Jamaah Haji Indonesia, Semoga Mabrur!

KEMENTERIAN Agama telah merilis jadwal pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji Indonesia untuk tahun ini. Proses ini…

30 mins ago

Prabowo akan Bentuk Presidential Club, Siasat Redam Oposisi?

PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto akan membentuk Presidential Club atau klub presiden untuk mengakomodir gagasan dan…

3 hours ago

Februari 2024, Pengangguran di Bali Terendah. Benarkah?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka pengangguran di Bali menempati posisi kedua terendah se-Indonesia,…

4 hours ago

Veracity: Perempuan Paling Banyak Alami Asma

Hasil survei Lembaga Riset Veracity menyimpulkan bahwa Perempuan di Indonesia paling banyak terkena sakit asma.…

4 hours ago

Partai Golkar Paling Cocok Jadi Tempat Bernaung Gibran

PARTAI Golkar dinilai paling cocok jadi tempat berlabuh Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka setelah…

6 hours ago