Pandangan revolusioner Jean-Jacques Rousseau tentang pendidikan dalam karyanya “Emile” memiliki banyak kesamaan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia.
Jean-Jacques Rousseau, filsuf abad ke-18, memiliki pandangan revolusioner tentang pendidikan yang dituangkan dalam bukunya berjudul “Emile”. Intisari pemikirannya berpusat pada konsep “pendidikan alami” dan anak sebagai subjek didik. Mari kita kupas lebih dalam:
Rousseau berpendapat bahwa pendidikan yang ideal harus selaras dengan kodrat alami manusia. Menurutnya, lingkungan sosial dan budaya justru bisa menghambat perkembangan natural anak. Oleh karena itu, ia menganjurkan pendidikan yang berbasis pada pengalaman langsung di alam terbuka. Anak didorong untuk belajar melalui interaksi dengan lingkungan sekitar, bereksperimen, dan menemukan pengetahuan secara mandiri.
Rousseau menentang konsep pendidikan tradisional yang menempatkan guru sebagai figur otoriter dan anak sebagai objek yang dicekoki pengetahuan. Ia justru menekankan bahwa anak adalah individu yang memiliki potensi dan keunikan tersendiri. Pendidikan yang baik seharusnya mengikuti perkembangan alami anak sesuai dengan usianya. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing anak dalam proses belajar dan penemuan jati dirinya.
Pembelajaran Berdasarkan Minat. Anak diberi kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya sendiri. Guru membantu mengarahkan minat tersebut menjadi proses belajar yang bermakna.
Belajar Melalui Pengalaman. Kurikulum pendidikan sebaiknya menekankan pada aktivitas dan pengalaman langsung. Anak belajar sains dengan mengamati alam, bukan hanya menghafal rumus.
Pentingnya Moral. Selain intelektual, pendidikan juga harus membentuk moral dan karakter yang baik. Anak didorong untuk berpikir kritis, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab.
Pendidik sebagai Fasilitator. Guru berperan sebagai pembimbing yang membantu anak belajar. Mereka tidak menekan atau memaksakan pengetahuan, melainkan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan.
Rousseau kritis terhadap sistem pendidikan kaku yang menekankan hafalan dan hukuman. Menurutnya, sistem tersebut justru menekan potensi dan kreativitas anak. Ia menyerukan perubahan menuju pendidikan yang lebih holistik, fleksibel, dan berpusat pada perkembangan natural anak.
Meskipun ditulis pada abad ke-18, ide-ide Rousseau tentang pendidikan masih relevan hingga saat ini. Banyak konsep pendidikan modern yang mengusung pembelajaran aktif, berbasis minat, dan berpusat pada anak terinspirasi dari pemikirannya.
Ki Hadjar Dewantara, pahlawan pendidikan Indonesia, memiliki pemikiran pendidikan yang berlandaskan budi pekerti luhur dan kemerdekaan. Beliau mencetuskan konsep “Pendidikan Nasional” yang berorientasi pada pengembangan potensi anak secara utuh. Berikut beberapa poin pentingnya:
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa anak adalah individu yang unik dengan potensi dan kodratnya sendiri. Pendidikan harus berpusat pada kebutuhan dan minat anak, bukan memaksakan kehendak pendidik.
Anak merdeka dalam belajar berarti mereka diberi kebebasan untuk bereksplorasi, menemukan minat, dan mengembangkan bakat mereka sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan proses belajar.
Pendidikan tidak hanya fokus pada aspek intelektual, tetapi juga mengembangkan seluruh aspek anak, yaitu olah hati, olah rasa, olah raga, dan olah raga. Anak didorong untuk tumbuh menjadi manusia yang berkarakter mulia, kreatif, dan berkontribusi bagi bangsa.
Ki Hadjar Dewantara mencetuskan 5 asas Pendidikan Nasional, yaitu:
Kemerdekaan: Membebaskan anak untuk belajar dan berkembang sesuai kodratnya.
Demokrasi: Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian dalam belajar.
Kebudayaan: Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa.
Kemanusiaan: Membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur dan berjiwa gotong royong.
Ketuhanan: Menumbuhkan nilai-nilai religius dan spiritualitas.
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa sebagai wujud nyata dari konsep Pendidikan Nasionalnya. Taman Siswa menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada anak, demokratis, dan berbudaya.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara memberikan pengaruh besar bagi pendidikan di Indonesia. Ide-idenya tentang kemerdekaan belajar, pendidikan holistic, dan asas Pendidikan Nasional masih menjadi landasan bagi sistem pendidikan di Indonesia hingga saat ini.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan berpusat pada anak, merdeka belajar, dan holistic masih relevan dan terus menginspirasi pendidikan di Indonesia. Beliau mencetuskan konsep Pendidikan Nasional yang berlandaskan budi pekerti luhur dan kemerdekaan, yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia yang utuh dan berkualitas.
Berikut beberapa relevansi antara Pemikiran Pendidikan Jean-Jacques Rousseau dan Ki Hadjar Dewantara
Baik Rousseau maupun Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan haruslah selaras dengan kodrat alamiah anak. Rousseau berpendapat bahwa pendidikan tradisional terlalu terpaku pada buku dan hafalan, sehingga mengabaikan potensi dan minat alami anak. Ki Hadjar Dewantara, melalui konsep pendidikan among, menekankan pentingnya menciptakan suasana belajar yang merdeka dan menyenangkan, sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Rousseau dan Ki Hadjar Dewantara menempatkan anak sebagai pusat proses belajar mengajar. Bagi Rousseau, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu anak menemukan pengetahuannya sendiri. Ki Hadjar Dewantara, melalui filosofi Tut Wuri Handayani, memandang guru sebagai pembimbing yang mendorong anak untuk berkembang secara mandiri.
Baik Rousseau maupun Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman langsung. Rousseau meyakini bahwa anak belajar terbaik dengan melakukan dan bereksplorasi di lingkungannya. Ki Hadjar Dewantara, melalui konsep pendidikan karakter, mendorong anak untuk belajar dari interaksi sosial dan penerapan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua tokoh ini kritis terhadap sistem pendidikan tradisional yang dianggap kaku dan tidak berpusat pada anak. Rousseau menentang sistem pendidikan yang menekankan hafalan dan disiplin keras. Ki Hadjar Dewantara mengkritik sistem pendidikan kolonial Belanda yang dianggap tidak menghargai budaya dan identitas bangsa Indonesia.
Baik Rousseau maupun Ki Hadjar Dewantara memiliki cita-cita untuk membangun pendidikan yang holistik, yang mengembangkan seluruh aspek anak, baik intelektual, moral, sosial, maupun emosional. Rousseau ingin anak-anaknya menjadi manusia yang bebas dan bermoral. Ki Hadjar Dewantara ingin menciptakan generasi muda Indonesia yang berkarakter mulia, berpengetahuan luas, dan mampu berkontribusi bagi bangsa.
Pemikiran Jean-Jacques Rousseau dan Ki Hadjar Dewantara, meskipun berasal dari konteks yang berbeda, memiliki banyak kesamaan dalam hal pandangan mereka tentang pendidikan yang ideal. Keduanya menekankan pentingnya pendidikan alamiah, berpusat pada anak, dan berbasis pengalaman. Pemikiran mereka memberikan sumbangsih yang berharga bagi pengembangan pendidikan di Indonesia dan dunia.
Penulis: Gus Nas (Budayawan)
Editor: Raja H. Napitupulu
Industri otomotif telah mengalami perkembangan yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir, seiring dengan kemajuan…
Ikan salmon, dengan warna merah mewah dan rasa lezatnya, bukan hanya menjadi hidangan populer di…
Cuaca buruk yang terjadi belakangan ini sangat mengganggu dan berbahaya. Baru saja terjadi kecelakaan pesawat…
Setidaknya ada 4 poin utama yang diperjuangkan dalam World Water Forum ke-10 di Bali kali…
Era keberlanjutan dan kesadaran lingkungan yang semakin meningkat, mendorong mobil listrik semakin menjadi pilihan populer…
BADAN Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) kembali menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di wilayah Sumatra…